Persepsi Seluruh Stakeholders Isu Sentral Pembangunan Sektor Perikanan

102 Setelah SDM, faktor prioritas yang berpengaruh adalah Pasar. Pasar merupakan pemicu bagi produsen untuk meningkatkan produksinya. Permintaan konsumen yang tinggi akan menyebabkan usaha perikanan lebih bergairah. Bobot untuk faktor Pasar adalah sebesar 0,134 atau hampir sama dengan bobot faktor SDM. Pasar untuk produk-produk perikanan dari Kabupaten Belitung selain lokal dan regional wilayah, juga untuk tujuan ekspor terutama untuk komoditas ikan segar dan ikan beku. Faktor keempat dan kelima yang berpengaruh dalam penentuan arah kebijakan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung adalah faktor Sarpras dan Biaya, masing-masing dengan skor 0,100 dan 0,057. Berdasarkan nilai tersebut, SDI memiliki bobot 10 kali lipat dibandingkan Sarpras dan hampir 20 kali faktor biaya. Untuk faktor Srapras, hal ini diduga karena selama ini prasarana dan sarana yang tersedia dianggap sudah cukup memadai dalam menunjang berbagai aktifitas sektor perikanan di Kabupaten Belitung, baik sarana tambat labuh kapal nelayan, pabrik es, cold storage maupun fasilitas perbaikan kapal docking. Faktor biaya sebagai faktor yang tidak prioritas mungkin dikarenakan akses masyarakat perikanan nelayan ke lembaga keuangan dan perbankan sebagai sumber pembiayaan di Kabupaten Belitung cukup baik. Selain akses ke lembaga keuangan dan perbankan yang baik, sistem kerjasama dengan penampung hasil perikanan juga telah berjalan cukup baik sehingga modal juga bisa diakses dari pihak pengusaha perikanan. Gambar 33 memperlihatkan prioritas faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung. Kegiatan perikanan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Belitung adalah pembangunan perikanan tangkap dengan skor 0,583. Kegiatan berikutnya adalah budidaya perikanan dengan skor 0,218 dan terakhir adalah kegiatan pengolahan hasil perikanan dengan skor 0,199. Nilai inkonsistensi persepsi stakeholders secara keseluruhan adalah sebesar 0,03. Gambar 34 menampilkan ringkasan persepsi seluruh stakeholders perikanan di Kabupaten Belitung. 103 Gambar 33 Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi seluruh stakeholders. Gambar 34 Hasil AHP dalam penentuan prioritas pembangunan sektor perikanan menurut seluruh stakeholders. 0,358 0,091 0,067 0,066 0,025 0,108 0,028 0,024 0,042 0,022 0,098 0,025 0,009 0,026 0,010 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 SDI SDM SARPRAS PASAR BIAYA TANGKAP BUDIDAYA PENGOLAHAN Pembangunan Sektor Perikanan Kab. Belitung Sarana dan Prasarana 0,100 Sumber daya Manusia 0,144 Sumber daya Perikanan 0,565 Pasar 0,134 Biaya 0,057 Perikanan Tangkap 0,583 Perikanan Budidaya 0,218 Pengolahan Hasil Perikanan 0,199 104 Berdasarkan hasil AHP, kegiatan subsektor perikanan yang menjadi prioritas pembangunan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD Kabupaten Belitung Pemkab Belitung 2010 berturut-turut adalah perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan. Meskipun subsektor pengolahan tidak menjadi prioritas utama dalam pembangunan menurut persepsi stakeholders, namun untuk meningkatkan keterkaitan dengan sektor-sektor lain justru subsektor pengolahan tersebut yang harus dipacu peningkatannya. Kegiatan pengolahan seharusnya mendapat prioritas dalam pembangunan sektor perikanan karena mampu meningkatkan transaksi input-output internal wilayah, sehingga akan dapat meningkatkan nilai tambah. Faktor-faktor yang mempengaruhi prioritas kegiatan tersebut adalah keberadaan SDI, SDM, Pasar, Sarpras, dan Biaya. Secara garis besar faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi faktor fisik ekologi, ekonomi, dan sosial budaya yang merupakan indikator pembangunan berkelanjutan menurut Friend dalam Rustiadi et al. 2009. Alternatif pembangunan perikanan tangkap adalah dengan peningkatan faktor produksi berupa peningkatan jumlah nelayan, kapal penangkap, dan alat tangkap yang digunakan, sehingga dapat meningkatkan produksi sesuai potensi sumber daya perikanan yang masih tersedia. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah perluasan daerah penangkapan ke arah Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP Laut Cina Selatan. Untuk tujuan tersebut diperlukan peningkatan keterampilan SDM dan dukungan ketersediaan Sarpras yang lebih baik. Kegiatan budidaya perikanan yang dapat dilakukan adalah menyediakan Sarpras budidaya misalnya unit-unit pembenihan, peningkatan kemampuan SDM serta teknologi budidaya yang efisien dan ramah lingkungan. Sedangkan untuk pengembangan kegiatan pengolahan hasil perikanan, selain dengan penganekaragaman hasil olahan, pengemasan yang baik juga harus menjadi perhatian serius sehingga dapat memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Kesenjangan hasil analisis AHP yang lebih memprioritaskan kegiatan penangkapan dibandingkan pengolahan, menunjukkan adanya keterbatasan pemahaman bounded rationality seluruh stakeholders mengenai konsep pembangunan. Pemahaman umum stakeholders terhadap pembangunan lebih mengedepankan aspek pertumbuhan daripada aspek pemerataan maupun 105 peningkatan keterkaitan antar sektor. Kegiatan penangkapan lebih berorientasi pada tujuan mencapai pertumbuhan dan produktivitas growth yang tinggi, sedangkan pengolahan hasil perikanan lebih mementingkan peningkatan nilai tambah serta adanya keberimbangan dan pemerataan equity berbagai sektor perekonomian dalam pembangunan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka sudah seharusnya konsep pembangunan yang berimbang antara growth, equity, dan sustainability dipahami dengan lebih baik, terutama oleh stakeholders yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan.

5.4 Arahan Kebijakan

Hasil analisis deskriptif terhadap kondisi dan potensi perikanan, analisis struktur PDRB dan I-O untuk melihat peranan dan keterkaitan sektor perikanan, serta AHP untuk melihat persepsi stakeholders perikanan, digunakan untuk menyusun suatu arahan kebijakan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung. Arahan kebijakan pembangunan yang disusun disesuaikan dengan visi pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan DKP, yaitu: “Terwujudnya sumber daya perikanan dan kelautan yang lestari dengan jasa-jasa kelautan yang menjadi sumber penghidupan sebagai pilar pembangunan ekonomi masyarakat yang berkualitas dan sejahtera ”. Hal ini sejalan dengan visi pembangunan Kabupaten Belitung yang menginginkan terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju, sejahtera, berdaya saing dan bermartabat melalui pengembangan ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan potensi daerah yang berpihak pada kerangka pembangunan sektoral, regional, dan global. Arahan pembangunan sektor perikanan berdasarkan analisis terhadap kondisi dan potensi perikanan Kabupaten Belitung adalah dengan memanfaatkan potensi sumber daya perikanan yang tersedia, sehingga mampu meningkatkan jumlah produksi dengan tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, baik nelayan maupun pembudidaya ikan. Selain peningkatan SDM, kebijakan pembangunan juga dapat diarahkan pada peningkatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan perikanan. Peningkatan fasilitas pelabuhan atau pangkalan pendaratan ikan, perbengkelan 106 docking, pabrik es, cold storage, bahan bakar, serta air bersih secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh positif terhadap peningkatan peranan sektor perikanan dalam perekonomian. Menurut Saefulhakim dalam Suryawardana 2006 salah satu peranan pemerintah dalam pembangunan adalah menyediakan fasilitas umum berupa sarana dan prasarana pendukung. Kebijakan pemerintah menyediakan infrastruktur perikanan dan menciptakan iklim investasi yang kondusif harus terus didorong dan dijadikan keputusan politik. Infrastruktur perikanan yang baik, bukan hanya dapat dinikmati oleh nelayan atau stakeholders perikanan secara lokal wilayah Kabupaten Belitung saja, namun menjadi daya tarik bagi nelayan dari luar terutama dari Bangka Selatan dan pantai utara Jawa untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Dengan demikian dapat mengurangi kesalahan perhitungan terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan yang sesungguhnya, serta menekan kebocoran nilai tambah value added leakages. Pengembangan perikanan tangkap diarahkan ke wilayah barat daya serta barat laut hingga ke utara Pulau Belitung. Peta arahan lokasi kegiatan penangkapan ikan Kabupaten Belitung ditampilkan pada Gambar 35. Lokasi pengembangan perikanan tangkap yang menjadi arahan ini sesuai dengan hasil penelitian Dayu 2007 yang menyatakan perairan Bangka Belitung bagian selatan termasuk WPP Laut Cina Selatan bagian selatan memiliki densitas ikan pelagis maupun demersal yang paling tinggi. Wilayah barat daya terutama diarahkan untuk kegiatan penangkapan nelayan dari Kecamatan Selat Nasik Desa Pulau Gersik, Petaling, dan Suak Gual, Kecamatan Badau, dan Kecamatan Membalong. Wilayah barat laut sampai utara terutama diarahkan sebagai wilayah penangkapan untuk nelayan dari Kecamatan Sijuk, Tanjungpandan, dan Selat Nasik Desa Selat Nasik. Pangkalan utama kegiatan penangkapan ke wilayah perairan tersebut adalah Desa Tanjung Binga untuk Kecamatan Sijuk, Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Tanjungpandan untuk Kecamatan Tanjungpandan, dan Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Selat Nasik untuk Kecamatan Selat Nasik. Wilayah barat dan selatan tidak menjadi prioritas karena sudah cukup padat dengan adanya nelayan dari Pulau Bangka dan pantai utara Pulau Jawa.