41 4
Sering cemas, takut, bingung karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam.
5 Ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa,
ketidaktepatan emosi, keterbatasan inteligensi yang dihubungkan dengan sikap lingkungannya menyebabkan anak tunarungu memiliki sifat implusive.
Berdasarkan pendapat tersebut maka untuk melakukan bimbingan kepada anak tunarungu perlu pemahaman yang lebih baik. Tidak semata-mata
memberikan atau menyampaikan pemahaman yang baru meski pada umumnya kelainan tunarungu dianggap lebih ringan dari kelainan pada umumnya. Akan
tetapi alangkah baiknya memahami karakter dari masing-masing peserta didik untuk memudahkan penyampaian pengetahuan agar dapat berlangsung timbal
balik antara provider dan peserta didik tunarungu dengan baik.
b. Pembelajaran Anak Tunarungu
Haenudin 2013: 94 menjelaskan bahwa sistem pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus anak tunarungu berpusat pada anak itu sendiri, dan bersifat
individualisasi. Karena anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak tunarungu sering kali tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dikarenakan
kelainan yang dialaminya, oleh sebab itu guru berperan penting dalam merencanakan, melaksankan, dan mengevaluasi proses pembelajaran bagi anak
tunarunggu sesuai dengan ketentuan yang telah disesuaikan dengan karakterstik anak tunarungu.
42 Dalam proses perencanaan pembelajaran guru perlu mengetahui dan
paham terhadap bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang yang berbeda. Jika di lihat dari pelaksanaan pembelajaran membatik, anak tunarunggu
memiliki karakteristik antara lain: memiliki perasaaan ragu-ragu dalam membuat pola atau motif batik, membuat corak atau motif di batik tidak didasarkan atas
konsep perencanaan yang matang sehingga peran guru dalam menyampikan materi, dan pengenalan proses pembuatan batik membutuhkan ketekunan yang
ekstra dari guru batik. Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki anak tunarungu merupakan kendala dalam berkarya dan menuangkan ide atau gagasan dalam
pelaksanaan pembelajaran kerajinan membatik. Karena itu pemberian fasilitas yang memadai untuk anak tunarungu akan sangat membantu proses penerimaan
pembelajaran. Fasilitas tersebut dapat berupa alat audiometer untuk mengukur taraf parahnya pendengaran, hearing aids yaitu berupa alat bantu yang bisa
membantu proses pendengaran, Komputer untuk membantu anak tunarungu mendapatkan informasi berbentuk visual, tape recorder untuk menyimpan hasil
suara yang telah direkam, spatel alat untuk membetulkan posisi orang yang akan bicara, dan cermin sebagai alat untuk membantu anak tunarungu mengucapkan
sesuatu dengan artikulasi yang benar Haenudin 2013: 113-118.
43
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian dengan judul Pembelajaran Batik Pada Anak Tunarungu Kelas XII SMALB Bhakti Kencana 1 Berbah Sleman Tahun Ajaran 20112012
merupakan penelitian yang dilakukan oleh Muryatiningsih pada tahun 2011 adalah penelitian yang relevan dengan menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif deskriptif dengan cara mengumpulkan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dari uraian data yang disajikan pada penelitian tersebut, Muryatingsih menjelaskan bagaimana persiapan pembelajaran pada anak tunarungu di kelas XII
SMALB, mendeskripsikan proses belajar mengajar batik, dan mendeskripsikan hasil karya batik anak tunarungu di SLB Bhakti Kencana 1 Berbah Sleman
Yogyakarta.