membahayakan keselamatannya. Ketika tidak ada guru pengganti maka ibu Suhartati akan memberikan tugas mengambar kepada peserta didiknya hal itu
dilakukan supaya peserta didiknya tidak bermain disaat jam belajar berlangsung.
B. Peserta Didik
Terjadinya proses pembelajaran adalah ditandai dengan adanya reciever atau peserta didik. Peserta didik adalah orang yang berusaha mendapatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan
baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Peserta didik yang ada di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman ini merupakan anak-anak yang memiliki ketunaan
dengan jenis ketunaanya yaitu tunarungu. Meskipun memiliki kekurangan, para peserta didiknya memiliki banyak prestasi dalam bidang olahraga, dan
keterampilan. Subjek dalam penelitian ini yaitu peserta didik kelas XI yang terdiri dari 1
siswi dan 1 putra. Siswi putri bernama Siti Khoiriyah kelahiran Temanggung, 21 Desember 1992, dan putra bernama Rudi Wahudin kelahiran Magelang, 21
Oktober 1993. Kedua peserta didik tersebut menjawab “suka” dengan
pembelajaran membatik hasil wawancara 06 Januari 2015. Karena mereka juga sudah mengenal pembelajaran batik sejak dibangku SMPLB dengan cara melihat
atau memperhatikan bagaimana saja cara pembuatan batik tulis pada saat pembelajaran kakak tingkatnya terdahulu, sehingga sesudah di SMALB mereka
tidak mengalami kesulitan dalam membatik tulis. Rudi meskipun dengan
keterbatasannya yang tidak dapat mendengar dan berbicara ataupun mengeluarkan suara ia adalah anak berprestasi yang mendapatkan beasiswa karena prestasinya
dalam berbagi bidang diantaranya yaitu melukis. Rudi sangat suka melukis sehingga tidak heran motif batik yang diciptakan sangat indah yang terinspirasi
dari candi Borobudur. Ibu Ening selaku wali kelas XI mengatakan “Selain itu
Rudi terampil juga dalam berbagai bidang keterampilan seperti menjahit, memasak, dan berkebun sehingga ketika sudah lepas dari sekolah Rudi akan
mampu untuk bertahan hidup dan bersosialisasi dengan individu lainnya dengan baik” hasil wawancara 19 Maret 2015
Begitu halnya dengan Siti, Siti sangat suka menjahit seperti anak perempuan pada umunya. Siti juga pernah mengikuti kontes kecantikan. Motif
yang diciptakan Siti termasuk rumit dan detail dibandingakan dengan punya Rudi sehingga Siti tertinggal jauh dalam proses menyelesaikan tugas batiknya,
meskipun begitu Siti sangat telaten dalam mengerjakan tugas batiknya. Dalam proses pembuatan karya batik tulis, ibu Suhartati juga mengajarkan
peserta didiknya untuk bekerja sama dalam membatik tulis. Seperti kita ketahui bahwa intelegensi anak tunarungu berbeda dengan anak normal. Sehingga dalam
pengerjaanya tugas batiknya ada yang lambat, lambat sekali, dan tergesa-gesa itu disebabkan oleh kerusakan pendengaran dan ketidakmampuan anak dalam
berkomunikasi sehingga ragu-ragu dalam mengerjakan tugas membatik tulis. Para peserta didik tunarungu kemampuannya dalam bidang vokasional
lebih menonjol dibandingkan dengan ilmu pengetahuan atau ilmu pasti
dikarenakan mereka hanya mampu untuk mengeksplor keterampilan yang dimilikinya dengan memanfaatkan tangan atau melalui gerakan-gerakan.
Pembelajaran batik tulis juga diajarakan di kelas XII dengan peserta didik bernama Damar Utomo dan Fajar Dwi Pambudi. Hasil wawancara kepada peserta
kelas XII Damar menjawab “lumayan”, sedangkan Fajar siswa kelas XII menjawab
“suka” .
Hasil pengamatan saya pembelajaran batik di kelas XII ini sangat lamban. Dimana untuk kelas XI diberikan tugas membatik kain dengan
ukuran 2 meter dikelas ini hanya ditugaskan membatik seukuran tamplak meja. Alasannya ibu Suhartati memberikan tugas yang berbeda adalah dikarenakan
ketidakmampuan peserta didik untuk membatik dengan baik dan memiliki ketunaan yang berat dibandingan dengan Rudi dan Siti. Kelas XII juga akan
mengikuti ujian, sehingga setelah ujian selesai Damar dan Fajar akan sulit untuk menyelesaikan tugas batiknya hasil wawancara 16 April 2015, sehingga sampai
sekarang tugas batiknya belum melakukan pewarnaan kedua Perbedaan tingkat kemampuan membatik mereka jelas terlihat ketika
peserta didik kelas XI Rudi dan Siti akan mulai membatik mereka sudah mampu untuk menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membatik,
mengetahui posisi duduk, serta memiliki kemampuan untuk berpikir bagian mana saja motif yang akan ditembok, motif yang akan diberi isen-isen, motif yang akan
diwarnai dengan warna yang berbeda dan goresan dalam mencantingnya sudah bisa disamakan dengan anak normal. Hanya saja Rudi ketika membatik selalu
tergesa-gesa untuk mencanting sehingga tingkat keselamatan kerjanya kurang diperhatikan, sehingga malam yang menetes pada kainnya juga tidak dapat
perhatikan. Sebaliknya Siti terlalu berhati-hati dalam mencanting sehingga dia sedikit lamban dalam membatik dan kurang telaten dalam mewarnai sehingga
kainnya yang diwarnai masih belum rata, dan hasil cantingannya banyak yang tidak tembus.
Fajar dan Damar kelas XII memiliki kesulitan untuk menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti memilih canting yang akan digunakan,
memberi isen-isen, dan kebingungan saat disuruh mengeblok motif yang tidak diwarnai. Gurunya memberi arahan dan bertanya namun Damar menjawab
“terserah ibu guru”. Fajar kemampuanya dalam membatik setingkat lebih bagus dari pada Damar namun sama-sama memiliki keraguan dan kecemasan yang
tinggi, takut salah dalam mencanting dan memberi isen-isen Hasil wawancara 27 April 2015
C. Tujuan