Pengertian Pemberdayaan Perempuan. Kajian Tentang Pemberdayaan Perempuan
33
disampaikan beberapa upaya yang hendaknya dilakukan untuk mencapai tujuan pemberdayaan perempuan dan juga indikator yang menunjukkan bahwa tujuan
program pemberdayaan telah tercapai. Menurut Moeljarto 2001: 12 dalam operasionalisasi pemberdayaan
perempuan ada 2 hal yang perlu dilaksanakan, yakni sebagai berikut : “Pertama, dalam proses pemberdayaan hendaknya menekankan proses
pendistribusian kemampuan, kekuatan, dan kekuasaan kepada perempuan secara seimbang agar mereka lebih berdaya.
Kedua,
menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.”
Analisis dari dua hal di atas adalah,
perta ma
untuk mewujudkan perempuan agar lebih berdaya maka perlu merubah struktur dan kultur yang
menghambat pemberdayaan perempuan yang selama ini telah mendistribusikan komponen di atas secara tidak seimbang
inquality
, yang didukung dengan aset material. Langkah tersebut akan mempengaruhi kebutuhan strategis kaum
perempuan untuk melakukan
bargaining position
maka dibutuhkan aset material atau kebutuhan praktis perempuan seperti meningkatkan pendapatan ekonomi.
Kedua,
artinya bahwa pemberdayaan adalah suatu proses, sebagai suatu proses maka perlu suatu upaya untuk mengembangkan kekuatan atau kemampuan daya,
potensi, sumber daya agar mampu membela dirinya. Pemberdayaan sebagai suatu bentuk kegiatan untuk memberikan
peningkatan kemampuan dan kesejahteraan untuk masyarakat pada segala bidang, perlu diiringi dengan adanya kegiatan nyata berupa proses atau tahapan kerja
untuk hasil yang bermanfaat. Menurut Aziz dalam Alfitri, 2011: 26 tahapan yang seharusnya dilalui dalam pemberdayaan antara lain seperti berikut :
34
1 Membantu masyarakat dalam menemukan masalahnya; 2 Melakukan analisis terhadap permasalahan tersebut secara mandiri; 3 Menentukan
skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih tiap masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan; 4 Mencari penyelesaian
masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan sosio kultural yang ada dalam masyarakat; 5 Melaksanakan tindakan nyata
untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi; 6 Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauhmana
keberhasilan dan kegagalannya.
Upaya untuk mengetahui bahwa suatu program telah berjalan sesuai tujuan pemberdayaan, maka perlu adanya indikator pemberdayaan yang berikut ini
dikutip dari pendapat Schuler, Hashemi dan Riley dalam Edi Suharto, 2010: 63- 66. Indikator pemberdayaan tersebut dijabarkan dalam 8 poin disebut dengan
emporwement index
atau indeks pemberdayaan, antara lain sebagai berikut : 1
Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop,
rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
2 Kemampuan membeli komoditas „kecil‟ : kemampuan individu untuk
membeli barang kebutuhan keluarga sehari-hari beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu; kebutuhan dirinya minyak rambut, sabun mandi,
rokok, bedak, sampo. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa memnita ijin
pasangannya terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
3 Kemampuan membeli komoditas „besar‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas,
poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli
barang-barang tersebut dengan uangnya sendiri.
4 Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu
membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suamiistri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah,
pembelian kambing untuk ternak, memperoleh kredit usaha.
5 Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai
apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang suami, istri, anak-anak, mertua yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya;
yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.
35
6 Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah satu seorang
pegawai pemerintah desakelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-
hukum waris.
7 Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap
„berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang
mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai
pemerintah.
8 Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah,
tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari
pasangannya.
Pendapat lain tentang indikator bahwa seorang perempuan telah berdaya disampaikan oleh Murniati 2004: 119 yakni sebagai berikut,
“perempuan yang mandiri juga kreatif, terampil menciptakan sesuatu yang baru, mampu berpandangan realistis, kuat dalam permasalahan dan kuat
dalam proporsinya, ia juga berani melakukan sesuatu dan dapat memegang kebenaran serta berani memberikan kritik, dengan demikian ia mampu
berdiri di atas
keyakinannya walaupun tanpa bantuan orang lain”. Dari pemaparan beberapa indikator pemberdayaan di atas, dapat
disimpulkan bahwa poin-poin yang hendaknya dapat dicapai oleh sebuah proses pemberdayaan perempuan adalah kondisi dimana perempuan telah mampu
melakukan beberapa aktivitas yang mencerminkan bahwa dirinya telah memiliki kapasitas lebih dalam kehidupan sosial baik dalam keluarga maupun di
masyarakat. Aktivitas tersebut antara lain adalah peningkatan peran dalam pengadaan barang kebutuhan rumah tangga, mulai terlibat dalam pengambilan
keputusan baik di keluarga ataupun di kelompok belajar serta menjadi perempuan yang kreatif dalam mengolah sumber daya sehingga mampu menjadi perempuan
yang mandiri khususnya dalam kehidupan sosial dan ekonomi.