44
menggunakan baca tulis hitungnya, diperkirakan mereka akan menjadi buta aksara kembali; c drop out program PLS, tingginya angka putus
belajar dalam program pemberantasan buta aksara disebabkan karena kurangnya motivasi dan warga belajar tidak merasakan manfaat dengan
segera dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari; d kondisi sosial masyarakat dilihat dari aspek kesehatan, demografi dan geografis,
sosiologis, issue gender dan penyebab struktural; e aspek kebijakan yang berisi program yang belum seluruhnya berpihak untuk kepentingan
pengentasan bagi masyarakat yang memerlukannya. Dari kelima penyebab buta aksara dapat dikatakan bahwa warga belajar keaksaraan
fungsional ialah masyarakat miskin, masyarakat putus sekolah dasar, masyarakat drop out program PLS, dan masyarakat dengan kondisi sosial
tertentu. Dari pendapatan di atas dapat disimpulkan bahwa warga belajar
keaksaraan merupakan masyarakat usia produktif yang berasal dari penduduk miskin dimana sebagian besar bertempat tinggal di daerah
terpencil yang tidak berkesempatan memperoleh akses atau layanan pendidikan.
2. Karakteristik Warga Belajar
Warga belajar program keaksaraan fungsional dapat dikateforikan sebagai orang dewasa, dimana pendekatan belajar dan karakteristiknya
berbeda dengan anak-anak. Menurut Knowles 1984 dalam Fauzi 2011: 30-31, keterlibatan warga belajar dalam proses pembelajaran dilandasi
45
empat asumsi, yaitu: a konsep diri bergerak dari seorang pribadi yang tergantung kepada pihak lain ke arah pribadi yang mandiri, sehingga
orang dewasa harus dilibatkan secara penuh di dalam setiap tahapan pembelajaran; b pengalaman yang dimobilisasi menjadi sumber belajar,
pengenalan konsep dan pengalaman baru akan sangat efektif bila dihubungkan dengan pengalaman yang dimiliki; c kesiapan belajar
berkenaan denfan upaya pemecahan kebutuhan belajar sehingga program pembelajaran harus dihubungkan dengan tugas perkembangan yang
diemban orang dewasa; dan d orientasi belajar terarah kepada keterpakaian saat ini dikaitkan dengan jawaban atas kebutuhan hidupnya.
Menurut Syamsu Mappa dan Anisah Basleman 1994: 27-28 terdapat beberapa karakteristik warga belajar dewasa yakni: a
perbedaan orientasi terhadap pendidikan dan belajar, implikasinya mengenai kehidupan dan pengalaman mereka yang lebih luas adalah
bahwa nereka biasanya mengidentifikasi apa yang perlu mereka pelajari, b akumulasi pengalaman, mencakup banyak kejadian yang berkesan
maupun yang mengakibatkan stres, c kecenderungan perkembangan khusus, perkembangan orang dewasa berbeda dengan anak-anak dilihat
dari pertumbuhan individual yang berkelanjutan dan perubahan emosi, asumsi dan pola hubungan. Orang dewasa perlu manyadari bahwa
pengalaman mereka merupakan model potensial dan potensi untuk belajar.
46
Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan karakteristik warga belajar dalam melakukan kegiatan belajar seperti kepribadiannya, gaya
belajarnya hingga perbedaan individual yang berlatar perubahan usia, pengalaman hidup, motivasi dan persepsi diri Syamsu dan Basleman,
1994: 15. Karakteristik warga belajar yang berbeda-beda karena setiap warga belajar adalah orang dewasa yang memiliki konsep diri.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik warga belajar adalah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar
dan orientasi belajar yang terarah. Asumsi-asumsi pokok tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh sperti kepribadian, gaya
belajar, perbedaan individual yang berlatar pada perubahan usia, pengalaman, motivasi dan persepsi diri.
3. Aspek Perkembangan Warga Belajar
Tahap-tahap perkembangan orang dewasa adalah bagian dari proses berkelanjutan dari masa kanak-kanak hingga masa akhir hayat.
Berikut ini dipaparkan tahapan perkembangan kedewasaan oleh Lovell dalam Syamsu dan Basleman, 1994: 16-20 membagi menjadi beberapa
kelompok-kelompok usia diantaranya sebagai berikut: a.
Usia-Pra awal dewasa Individu sudah memasuki pendewasaan baik di penampilan
maupun tingkah laku. Masyarakat telah mengakui perubahan ini dengan melibatkan mereka dalam kegiatan dan tanggungjawab