Karakteristik gelombang tsunami Gelombang Tsunami

5 dengan Kecamatan Padaherang dan di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia Bappeda Kabupaten Ciamis, 2009. Pantai Pangandaran terletak pada peninsular atau tanjung yang masuk ke Samudera Hindia. Bagian ujung selatan tanjung merupakan Cagar Alam berbentuk air mata teardrop. Daerah ini adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan perbukitan dan lahan daratan, sedangkan sekitar 142,87 Ha lahan yang lain di wilayah ini adalah dataran yang secara geologi dapat disebut beach ridge dan berbentuk genting tanah isthmus yang menghubungkan Tanjung Pangandaran dengan Pulau Jawa Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Ciamis, 2004.

2.2. Gelombang Tsunami

2.2.1 Karakteristik gelombang tsunami

Istilah Tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu berarti “pelabuhan” dan nami berarti “gelombang,” secara harafiah berarti gelombang pelabuhan. Pengertian tsunami menurut NTHMP 2001 didefinisikan sebagai serangkaian gelombang tinggi yang disebabkan oleh perpindahan sejumlah besar air laut secara tiba-tiba. Tsunami merupakan sebuah gelombang yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, meletusnya gunung berapi, longsoran atau hantaman meteor yang semuanya terjadi di laut. Tsunami memiliki karakteristik yang berbeda dengan gelombang pasang tidal wave atau gelombang permukaan surface wave yang biasa dijumpai di pantai Diposaptono dan Budiman, 2006. Tsunami bersifat transient dan implusif, artinya semakin melemah dengan bertambahnya waktu dan mempunyai umur sesaat Mudhari, 2009. Gelombang permukaan bersifat kontinyu dan berlangsung 6 dalam waktu yang lama dengan periode gelombang hanya beberapa detik Marchuk dan Kagan, 1989. Mudhari 2009 menambahkan bahwa perbedaan gelombang tsunami dengan gelombang yang dibangkitkan oleh angin adalah terletak pada gerakan airnya. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin hanya menggerakan partikel air laut di permukaan air laut bagian atas, namun pada gelombang tsunami menggerakan seluruh kolom air dari permukaan sampai mencapai dasar laut. Tsunami diklasifikasikan sebagai gelombang perairan dangkal gelombang panjang, karena panjang gelombangnya lebih besar daripada kedalaman perairannya. Gelombang ini merambat dengan kecepatan yang berbanding lurus dengan akar kedalaman perairan. Kecepatan gelombang tsunami akan berkurang seiring dengan semakin dangkalnya kedalaman air Marchuk dan Kagan, 1989. gd C .................................................................................................. 1 keterangan : C : kecepatan gelombang perairan dangkal m 2 detik g : percepatan gravitasi mdetik 2 = 9,8 mdetik 2 d : kedalaman perairan m Menurut Yalciner et al. 2006, ketika gelombang tsunami mendekati pantai maka ketinggian gelombang membesar yang diikuti dengan melambatnya kecepatan rambat gelombang. Hal ini terjadi karena pengaruh dasar laut yang semakin mendangkal shoaling. Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut sehingga gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan ketika melintasi kedalaman yang berbeda-beda. Ketika memasuki perairan pantai perairan dangkal, tsunami akan mengalami perlambatan. Berkurangnya kecepatan tsunami disebabkan karena adanya topografi pantai yang 7 mendangkal dan gesekan dasar laut. Gelombang yang tertahan karena perlambatan ini akan menumpuk dengan gelombang-gelombang yang datang berikutnya, sehingga tinggi gelombang bertambah tinggi. Gambaran mengenai perubahan ketinggian gelombang tsunami dari laut dalam menuju laut dangkal diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1. Karakteristik umum perubahan ketinggian gelombang tsunami UNESCO-IOC, 2006 Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat merambat menyeberangi samudera tanpa banyak kehilangan energi. Energi dari tsunami merupakan perkalian antara tinggi gelombang dengan kecepatannya. Nilai energi ini selalu konstan, yang berarti tinggi tsunami berbanding terbalik terhadap kecepatannya. Energi yang dikandung gelombang tsunami tidak berkurang banyak. Hal ini sesuai dengan hubungan laju energi yang hilang pada gelombang berjalan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya, dengan kata lain semakin besar panjang gelombang maka semakin sedikit energi yang yang hilang, sehingga energi tsunami bisa dianggap konstan Wiegel, 1970. 8 Gelombang akan pecah apabila puncak gelombang membentuk sudut 120 o atau pada saat kecepatan partikel pada bagian puncak lebih besar daripada kecepatan gelombang sehingga gelombang menjadi tidak stabil dan pecah. Gelombang tsunami yang pecah akan menghamburkan energinya ke atas permukaan pantai. Pecahan gelombang tergantung pada derajat kemiringan dasar laut Gross, 1990. UNESCO-IOC 2006 mengelompokan tipe pecah gelombang tsunami menjadi tiga macam yaitu : a Pecahan tumpah di atas dasar laut yang hampir rata yang membentuk suatu petak berbuih pada puncak dan berangsur- angsur pecah berserakan cukup jauh; b Pecahan hunjam di atas dasar laut yang agak curam yang memuncak, meliuk bagai payung raksasa terkembang kemudian pecah bagai piring kaca jatuh ke lantai; c Pecahan gulung di atas dasar laut sangat curam yang tidak pecah atau menghunjam melainkan mengombak bergulung-gulung ke muka pantai. Gelombang-gelombang juga pecah dalam perairan yang dalam jika gelombang menjulang terlalu tinggi karena disebabkan oleh angin, tetapi gelombang itu biasanya berpuncak rendah dan dinamai gelombang jambul putih berbuih atau pecah-pecah.

2.2.2 Pembangkit gelombang tsunami