Cara Berproduksi yang Baik

2.6 Cara Berproduksi yang Baik

Good Manufacturing Practices merupakan suatu pedoman persyaratan dan tata cara berproduksi yang baik bagi suatu UPI dengan tujuan agar UPI memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk hasil perikanan yang bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut Taheer 2005, cara berproduksi yang baik terdiri dari beberapa aspek yang saling berkaitan dan berpengaruh langsung terhadap produk yang diolah dan dihasilkan yaitu, Bangunan UPI, Manajemen, Utilitas UPI, Pemeliharaan Alat, Penyimpanan dan Peralatan. Konstruksi bangunan UPI yang higienis sangat penting untuk menjamin proses produksi dapat dilakukan dan menghasilkann produk yang aman food safety dan bermutu quality assurance. Dalam mendisain UPI hal-hal yang harus diperhatikan adalah struktur suara, keamanan, lay out UPI yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi tujuan produksi, dan pemisahan ruang processing dengan ruang yang lain, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas lain. Pemilihan lokasi UPI juga berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan. UPI sebaiknya jauh dari pabrik-pabrik lain yang memproduksi bahan kimia atau produk lain yang berbahaya karena limbah yang dihasilkan dapat saja secara langsung mencemari produk olahan. Hazard Analysis Critical Control Point HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut Zaibet L, 2000. Kunci utama HACCP adalah mencegah bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan pada pencegahan bahaya daripada mengandalkan pengujian produk akhir Pennington, 2000. Penetapan tingkat resiko dilakukan berdasarkan tabel resiko sesuai dengan yang ada di dalam Standar Nasional Indonesia SNI. Produk ikan tradisional ikan asin, abon, bakso ikan, pindang, kerupuk kulit dan dendeng ikan sebagai bahan baku bisa menjadi sumber mikroba terutama ikan busuk dan kotoran yang menempel pada bahan baku ikan. Begitupula dengan air yang digunakan apabila tidak sempurna perebusanpemasakannya. Bahaya yang mungkin timbul adalah disebabkan oleh bakteri terutama dari saluran pencernaan dan kulit, seperti Salmonella sp. dan bakteri dari air yang terkontaminasi seperti Escheria coli Okonko et al. 2009. Pada proses pengolahan ikan tradisional, bahan baku ikan berupa ikan segar yang berasal dari perairan yang tidak tercemar. Selain bahan baku yang digunakan adalah semua jenis ikan segar yang belum mengalami pengolahan dan belum disiangi dan di simpan dalam wadah yang baik dan diberi es sehingga suhu produk mencapai 0-5 ÂșC, saniter dan higienis sehingga dapat menekan aktivitas mikroba Quang, 2005. Selain itu produk ikan tradisional memiliki kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan. Proses sealer dilakukan dengan manual, sehingga kontaminasi dari udara, tangan, dan kemasan bisa saja terjadi. Bahkan, potensi bahaya terjadinya kontaminasi kembali, apabila terjadi kesalahan penanganan selama distribusi, penjualan dan penanganan oleh konsumen. Kesalahan tersebut, seperti tutup kemasan telah terbuka namun dikonsumsi dalam rentang waktu yang lebih dari sehari dan penempatannya tidak saniter Heruwati, 2002.

2.7 Prosedur Standar Operasi Sanitasi Sanitation Standard Operating