Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

(1)

ANALISIS USAHA

PENGOLAHAN GULAKELAPA SKALA RUMAH TANGA

DI DESA UJUNG GENTENG,KABUPATEN SUKABUMI,

JAWA BARAT

SKRIPSI

FACHRI ZULIANDI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat” adalah karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Fachri Zuliandi NIMH3410401


(3)

ABSTRAK

FACHRI ZULIANDI. Analisis UsahaPengolahan Gula KelapaSkala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.Dibimbing oleh HARMINI.

Gula kelapa merupakan jenis gula yang dihasilkan melalui penderesan nira pohon kelapa (bunga kelapa) yang belum mekar,diolahagarkadar airnya berkurang dengan cara dimasak dan dicetak dalam bentuk padat.Tujuan penelitian ini adalahadalah mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi.Kegiatan pengolahan nira menjadi gula kelapa ini sangat menguntungkan dilihat dari keuntungan yang diperoleh pengolah untuk satu kali proses produksi sebesar Rp 607.585,72 dengan total biaya Rp. 742.414,28 serta penerimaan sebesar Rp 1.350.000. Sedangkan profitabilitas usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng adalah sebesar 0,82 serta memiliki nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 1,82.

Kata kunci: Gula Kelapa, Nira

ABSTRACT

FACHRI ZULIANDI. The Economic Analysis of Household’s Coconut Palm Sugar Processing, Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java, Supervised by HARMINI.

Coconut palm sugar is a type of sugar that produced by tapping the sap of coconut palm flowers that have yet to bloom. The saps are boiled down until it ready for molding in solid form. The objective of this study is to analyze the revenue, cost, profit, and profitability of the household’s coconut palm sugar processing at the Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java. The result shows that for each production process each household expense production cost around Rp 742,414.28, and obtains revenue over Rp 1,350,000 in the average. Thus, each household for each production process gains profit as much as Rp 607,585,72. The profitability and the efficiency of household’s coconut palm sugar processing reach 0.82 and 1.82 respectively.


(4)

ANALISIS USAHA

PENGOLAHANGULA KELAPA SKALA RUMAH TANGGA

DI DESA UJUNG GENTENG, KABUPATEN SUKABUMI,

JAWA BARAT

FACHRI ZULIANDI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(5)

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Nama : Fachri Zuliandi

NIM : H34104012

Disetujui oleh

Ir. Harmini, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(6)

Nama Fachri Zuliandi NIM H34104012

Disetujui oleh

Ir. Harmini,MS Pembimbing

Diketahui oIeh

MS

TanggaI Lulus :

0

4

v'lR

2014


(7)

-PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 sampai februari 2014 ini adalah gula kelapa, dengan judul Analisis Usaha PengolahanGula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Harmini MS selaku pembimbing, serta Dr Ir Anna Fariyanti MS dan Ir Juniar Atmakusuma MS yang telah banyak member saran.Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Herni beserta staf dari Kantor Desa Ujung Genteng dan Bapak Cecep selaku pengolah usaha gula kelapa yang banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR X

DAFTAR LAMPIRAN XI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat 5

Ruang Lingkup 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Tinjauan Tentang Kelapa 6

Tinjauan Tentang Nira 8

Tinjauan Tentang Gula Kelapa 9

Bentuk Usaha yang Dijalankan 12

Penelitian Terdahulu 14

KERANGKA PEMIKIRAN 17

Kerangka Pemikiran Teoritis 17

Kerangka Pemikiran Operasional 20

METODE PENELITIAN 24

Lokasi dan Waktu 24

Metode Penentuan Sampel 24

Data dan Instrumentasi 24

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan Data 25

Definisi Operasional 26

KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 28

Letak Geografis, Iklim dan Batas Wilayah 28

Sebaran Jumlah Penduduk 28

Struktur Organisasi Desa Ujung Genteng 30

Profil Perekonomian Desa Ujung Genteng 31

Sejarah Usaha Rumah Tangga Gula Kelapa 31

Karakteristik Responden Pengrajin Gula Kelapa 33

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN GULA KELAPA 36

Karakteristik Usaha Rumah Tangga Gula Kelapa 36

Biaya yang tidak Diperhitungkan 40

Proses Kegiatan Produksi Gula Kelapa 40

Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan 41


(9)

Kesimpulan 46

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 49

DAFTAR TABEL

1 Trendpergerakan harga gula kelapa di kabupaten sukabumi, 2009-2012 2 2 Pertumbuhan permintaan gula (tebu) untuk kebutuhan rumah tangga di

indonesia, tahun 2011-2013 3 3 Pertumbuhan produksi gula (tebu) di indonesia, tahun 2011-2013 3 4 Standar mutu gula kelapa berdasarkan SNI 9 5 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan kelompok

umur tahun 2011 28 6 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan tingkat

pendidikan tahun 2011 29 7 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan mata

pencaharian tahun 2011 29 8 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

berdasarkan usia di desa ujung genteng tahun 2012 33 9 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumahtangga

dari tingkat pendidikan di desa ujung genteng tahun 2012 34 10 Sebaran responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga

berdasarkan lama usaha di desa ujung genteng 2012 35 11 Rata-rata biaya pembuatan gula kelapa desa ujung genteng, kecamatan

ciracap, kabupaten sukabumi dalam 1 kali produksi (2 minggu) 37 12 Biaya tetap pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (2 minggu) 41 13 Rata-rata biaya penyusutan peralatan dalam satu proses produksi

(2 minggu) pengrajin gula kelapa di desa ujung genteng 42 14 Biaya variabel pengolahan gula kelapa satu kali produksi (2minggu) 43 15 Biaya produksi pengolahan gula kelapa satu kali produksi (dua minggu) 43 16 Penerimaan dan keuntungan per produksi pengolahan gula kelapa 44 17 Nilai profitabilitas pada usaha gula kelapa di desa ujung genteng 44 18 Nilai R/C rasio pada pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa

ujung genteng 45

DAFTAR GAMBAR

1 Negara produsen kelapa terbesar di dunia (2004-2008) 7 2 Perkembangan luas areal kelapa di indonesia menurut status 7


(10)

3 Kerangka kajian dan model analisis industri pengolahan gula kelapa di

desa ujung genteng, kabupaten sukabumi, jawa barat 23

4 Struktur organisasi desa ujung genteng 30

5 Alur distribusi (pemasaran) gula kelapa di desa ujung genteng 39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas wilayah kecamatan di kabupaten sukabumi, tahun 2012 50

2 Perusahaan industri formal untuk industri hasil pertanian menurut jenis industri di kabupaten sukabumi tahun 2013 51

3 PDRB kabupaten sukabumi atas dasar harga konstan 2000, menurut lapangan usaha tahun 2009-2012 (jutaan rupiah) 52

4 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian 53

5 Pengolahan gula kelapa 55


(11)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Sukabumi yang terletak di ProvinsiJawa Barat, Indonesia merupakansalah satu kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Jawa Barat. Perkembanganpenduduk di Kabupaten Sukabumi hingga tahun 2013 sebesar 2.408.338jiwa atau687.686 KK dengan mayoritas pekerjaan masyarakatnya di sektor pertanianseperti petani, nelayan, pegawai pemerintahan dan swasta serta pengrajin gulakelapa (BPS Kabupaten Sukabumi, 2013).Berdasarkan hasil pencacahanlengkap SensusPertanian 2013, jumlah usahapertanian di Kabupaten Sukabumi sebanyak291.754 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 62dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 10 dikelolaoleh selain rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum (BPS KabupatenSukabumi, 2013)

Desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap sebagai salah satu desa yang terletak di daerah pantai pulau Jawa dikenal sebagai salah satu kawasan sentra produksi gula kelapa dan produksi gula kelapanya sudah terkenal di Indonesia khususnya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Herni, 2012).Selain dimanfaatkan untuk pembuatan gula kelapa, tanaman kelapa di desa Ujung Genteng juga dimanfaatkan untuk diambil buahnya.Tanaman kelapa yang dimanfaatkan untuk pembuatan gula kelapa sering disebut dengan kelapa deres.Kecamatan Ciracap sendiri pada tahun 2012dengan luas wilayah kecamatan sebesar 16.056,10 ha atau 3,89% dari luas keseluruhan Kabupaten Sukabumi yang terbagi menjadi 6desa, yaitu: Cikangkung, Mekarsari, Pangumbahan, Pasirpanjang, Purwasedar, dan Ujung Genteng (BPN, 2009).Luas wilayah Kabupaten Sukabumi per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada tahun 2012 sektor industri pengolahan merupakan kontribusi terbesar ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan, hotel serta restoran yang ada di Kabupaten Sukabumi. Dari sejumlah industri pengolahan kecil non formal yang ada, sentra gula kelapa memiliki sebanyak 4.149 perusahaan dengan total investasi Rp 17.500.000 dan menyerap 20.000 tenaga kerja (Lampiran 2).Kinerja perekonomian Kabupaten Sukabumidigambarkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut sektor usaha. Kontribusi PDRB sektor atas dasar harga berlaku terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi tahun 2012 dapat dilihat pada Lampiran 3.

Bidang usaha yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sukabumi yaitu bidang pertanian, perdagangan, hotel danrestoran sertaindustri pengolahan. Pemanfaatan potensi merupakan suatu strategi dan alternatif yang tepat untuk menjawab tantangan dalam rangka mewujudkan serta mengembangkan industri pergulaan di sektor perkebunan dan pengolahan, khususnya produksi gula kelapa dengan lingkup pengolahan skala rumah tangga dalam rangka menciptakan produk substitusi gula tebu dan juga bernilai ekonomi (Pusdatin, 2011).

Pemerintah daerah harus dapat mengembangkan potensi alam yang ada di daerahnya khususnya bidang perkebunan dan pengolahan. Tanaman kelapa bisa menjadi faktor kunci penting mengingat tanaman ini dapat tumbuh subur di tanah kawasan pesisir pantai desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten


(12)

Sukabumi, didukung oleh industri pengolahan gula kelapa telah banyak tumbuh dan berkembang yang telah menjadi penghasilan utama bagi industri rumah tangga desa Ujung Genteng. Positifnya trend pergerakan harga jual gula kelapa sehingga membuat para pengrajin gula kelapa di Kabupaten Sukabumi khususnya yang termasukdi desa Ujung Genteng memproduksi gula kelapa. Tabel 1 merupakan trend pergerakan harga gula kelapa di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dari tahun 2009-2012

Tabel 1Trend pergerakan harga gula kelapa di Kabupaten Sukabumi, 2009-2012

Tahun Semester I (Rp) Semester II (Rp)

2009 2010 2011 2012

Rp 7.000 Rp 6.500 Rp 7.200 Rp 9.000

Rp 8.000 Rp 8.500 Rp 8.500 Rp 12.000 Sumber: Kemendag, 2012 (Diolah)

Bagi pengrajin gula kelapa pekerjaan pembuatan gula kelapa mayoritas dilakukan sebagai pekerjaan utama, upaya ini mereka tempuh karena minimnya penghasilan jika mereka tetap pada pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai nelayan dan petani serta sulitnya akses terhadap lapangan pekerjaan karena minimnya pengalaman pendidikan yang dimiliki dan juga peran pemerintah yang kurang sedangkan potensi tanaman kelapa sangat besar meskipun kepemilikan lahan dikuasai oleh pihak swasta (Perkebunan Cigebang) dengan luas lahan yang ditanami tanaman kelapa kurang lebih 449 ha. Bagi masyarakat tidak menjadi kendala untuk mereka dalam memproduksi gula kelapa tersebut mengingat penerimaan yang diterima jauh lebih besar dari pekerjaan sebelumnya.

Pengembangan industri rumah tangga gula kelapa di desa Ujung Genteng, menunjukkan bahwa pengrajin melakukan kegiatan usahanya dengan skala rumah tangga dimana penggunaan tenaga kerjanya sebagian besar tenaga kerja dalam keluarga dengan jumlah tenaga kerja kurang dari lima orang. Walaupun dilakukan dengan skala rumah tangga dan masih bersifat tradisional, namun kegiatan pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng Sukabumi masih dapat bertahan hingga saat ini di tengah persaingan dengan sesama industri sejenis dari daerah lain.

Sejak dulu gula kelapa dikenal dan disukai di berbagai kalangan di Indonesia, memiliki cita rasa yang khas, berkhasiat tinggi, dapat dinikmati dalam berbagai rasa dan bentuk olahan serta diversifikasi pangan. Secara teknis untuk memproses gula kelapa ini diperoleh melalui penyadapan nira dari bunga kelapa yang belum mekar setelah melalui pengurangan kadar air dengan cara pemasakan dan pencetakan dalam bentuk padat. Di Indonesia, sentra produksi gula kelapa terdapat di beberapa kota, seperti Ciamis, Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap.

Menurut Dewan Gula Indonesia((1990), dalam Rachmat (1991), menyatakan bahwa dari produksi gula merah di Indonesia 53 persen dari gula kelapa, 26 persen gula merah dari tebu, 18 persen gula merah dari aren, dan 3 persen sisanya dari bahan lain seperti siwalan dan lain-lain. Rahatmawati (1997) juga menambahkan produksi dari gula aren dan siwalan diperkirakan akan semakin menurun karena jumlah pohon yang terus menurun serta usia tanaman yang semakin tua. Selain itu untuk gula merah dari tebu juga terkendala dalam


(13)

memperoleh bahan baku serta terbatasnya kapasitas olahan. Dengan demikian peluang bagi gula merah yang dihasilkan dari gula kelapaguna memenuhi kebutuhan pemanis nasional cukup.

Tabel 2 Pertumbuhan permintaan gula (tebu) untuk kebutuhan rumah tangga di indonesia, tahun 2011-2013

Tahun Permintaan Gula (Ton) Pertumbuhan (%/tahun)

2011 2.700.000 -

2012 2.970.000 9.09%

2013 3.000.000 1,00%

Sumber: Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), 2014 (Diolah)

Pertumbuhan terhadap permintaan gula (tebu) setiap tahunnya terus meningkat sedangkan kapasitas produksi gula (tebu) nasional cenderung berlawanan dari permintaannya.Akibat kondisi defisitnya gula (tebu) memaksa pemerintah untuk melakukan impor demi mencukupi kebutuhan gula (tebu) nasional.Dari total 56 pabrik gula nasional hingga tahun 2013 yang berasal dari BUMN maupun swasta masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan gula nasional yang tidak hanya demi kebutuhan rumah tangga tetapi juga untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

Tabel 3Pertumbuhan produksi gula (tebu) di indonesia, tahun 2011-2013

Tahun Produksi Gula (Ton) Pertumbuhan (%/tahun)

2011 2.100.000 -

2012 2.550.000 17,65%

2013 2.660.000 4,13%

Sumber: Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), 2014 (Diolah)

Dengan perkiraan kebutuhan gula per kapita 12 kg/tahun, maka total kebutuhan gula nasional per tahun di negara berpenduduk kurang lebih 250 juta jiwa ini sebesar 3 juta ton. Kondisi ini membuat pemerintah dihadapkan pada dua pilihan untuk melakukan impor atau melakukan diversifikasidengan mencari alternatif sumber-sumber gula alami non tebu, salah satunya adalah gula dari jenis palmae (gula kelapa/brown sugar).Program diversifikasi gula nasional yang berbasis gula palmae seperti gula kelapa (brown sugar) sangat strategis peranannya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pemerintah, industri pengolahan dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu) dan gula sintetis yang sebagian besar diimpor.Disamping jumlah bahan baku gula kelapa yang melimpah dan murah, teknologi yang digunakan dalam membuat gula kelapa juga tidak membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi ( low cost and low tech ). Hal ini berbeda dengan teknologi yang digunakan untuk pembuatan gula (tebu), oleh karena itu program diversifiksi gula yang berbasis pada tanaman kelapa (palmae) sangatlah tepat dan strategis untuk dikembangkan di sentra-sentra tanaman kelapa dan penghasil gula kelapa seluruh wilayah Indonesia.


(14)

Fakta inilah yang mendorong untuk mengetahui secara lanjut mengenai usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga melalui suatu analisis usaha di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi.Selanjutnya, pentingnya penanganan yang lebih serius oleh pihak terkait agar keberadaan pengolahan gula kelapa skala rumah tangga ini dapat meningkatkan kesejahteraan para pengrajin pembuat gula kelapa dengan tetap tidak merugikan masyarakat sebagai konsumen.

1.2 Perumusan Masalah

Wilayah yang ada di Kabupaten Sukabumi meliputi 47 Kecamatan, 4 kelurahan, 363 desa, 3.046 RW, dan 11.653 RT. Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi adalah Kecamatan Ciracap dengan desa Ujung Gentengnya yang cukup dikenal di Indonesia, tidak hanya dari sisi pariwisata pantai dan hasiltangkapan ikannya namun juga usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga yang telah ada secara turun temurun dan masih bertahan hingga saat ini. Tumbuh dan kembangnya usaha pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng berdasarkan hasil penelitian dikarenakan terdapatnya sumber daya berupa perkebunan kelapa milik perkebunan swasta Cigebang yang dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk mengusahakan sumber daya yang ada berupa nira dari tanaman kelapa untuk diolahmenjadi gula kelapa.Selain itu, untuk membandingkan dengan produk sejenisnya yaitu gula (tebu) dimana kondisinya dari tahun ke tahun cenderung defisit yang harus memaksa pemerintah untuk melakukan impor serta alternatif lain berupa pemanfaatan sumber-sumber gula alami selain dari tanaman tebu melalui program diversifikasi produk salah satunya gula dari jenis palmae (brown sugar). Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilihlah lokasi desa Ujung Genteng di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat disamping belum adanya peneliti-peneliti lain yang mengangkat judul dengan lokasi dan produk/komoditi yang sama.

Pelaku produksi pengolahan yang menghasilkan gula kelapa berusaha untuk mengalokasikan segala sumber daya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya agar diperoleh keuntungan yang besar.Namun dalam mencapai keuntungan yang besar belum tentu mengartikan bahwa usaha pengolahan gula kelapa sudah efisien untuk diusahakan karena memungkinkan juga dikeluarkannya biaya yang besar dalam memperoleh keuntungan yang besar tersebut. Ditambah lagi pelaku usaha gula kelapa yang ada di desa Ujung Genteng Sukabumi dalam usaha untuk memperoleh keuntungan tersebut akan menghadapi risiko selama proses produksi hingga pemasaran.

Analisis usaha pada usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi sangat penting dilakukan bagi pelaku usaha pengolahan gula kelapa dalam melaksanakan usahanya demi peningkatan keuntungan serta pengembangan usaha. Pada kenyataannya, seringkali pengolah gula kelapa kurang memperhatikan manajemen usaha yang berkaitan dengan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas usaha yang mereka jalankan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah analisis usaha untuk menganalisis biaya, penerimaan,keuntungan dan profitabilitas dari usaha pengolahan gula kelapadengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi ini sehingga pengolah dapat melihat perkembangan dari usaha yang dijalankan.


(15)

Walaupun usaha pengolahan gula kelapa yang dijalankan harus bergandengan dengan perusahaan swasta tidak menyurutkan semangat para pengolah gula kelapa mengingat kegiatan usaha yang dijalankan dengan sistem kerjasama yang saling memakmurkan satu sama lain dan keuntungan yang diterima oleh pengolah gula kelapa sudah cukup untuk mengembangkan usahanya minimal memenuhi kebutuhan keluarga yang terlibat dalam produksi pengolahan.

Dari uraian tersebut maka secara spesifik perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi

1.3 Tujuan

Dari perumusan masalah yang ada dapat diambil langkah/upaya apakah kajian bisnis ini dapat berguna nantinya bagi kemajuan industri gula kelapa di desa Ujung Genteng yang diharapkan nantinya, berupa:

1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat/berguna demi :

1. Pengolah gula kelapa dan tengkulak, sebagai masukan dalam menyusun kembali strategi-strategi produksi dan penjualan terhadap produk gula kelapa

2. Penulis, sebagai sarana untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan berkaitan dengan industri gula kelapa serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Program Sarjana Agribisnis Alih Jenis Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

3. Bagi Pemerintah Daerah desa Ujung Genteng, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan juga bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik di masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha pengolahan skala rumah tangga.

4. Acuan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan analisis usaha dari produk olahan gula kelapa

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada analisis usaha dari produk olahan tanaman kelapa berupa nira menjadi gula kelapa di desa Ujung Genteng Sukabumi.Untuk menganalisis secara analisis usaha tersebut, digunakan perhitungan struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas. Analisis usaha dalam skala rumah


(16)

tangga ini dilakukan di lokasi desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengingat potensi tanaman kelapa yang besar di lokasi tersebut milik perkebunan Cigebang dengan luas kurang lebih 449 ha dan semakin bertambahnya masyarakat yang menjadi pengrajin gula kelapa hingga ±120 pelaku produksi/pengolah khususnya dari kecamatan Surade melalui pembinaan yang dilakukan sebelumnya oleh pemilik perkebunan serta aparatur pemerintah setempat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Tentang Kelapa

Kelapa adalah tanaman tropis dan banyak tumbuh di hampir seluruh wilayah di Indonesia terutama di daerah-daerah yang memiliki pesisir pantai sebagai lahan produktifnya.Karena begitu ragamnya manfaat dari kelapa ini, maka tidaklah mengherankan jika kelapa mendapat julukan sebagai pohon kehidupan (the tree of life)karena setiap bagian dari tanaman kelapa keseluruhannya dapat dimanfaatkan demi kemaslahatan masyarakat, diantaranya: bagian daun dapat dibuat hiasan janur, keranjang sampah, sapu lidi, ketupat, wadah tempat buah. Bagian pucuk daun dapat dijadikan makanan asinan, bagian buah dapat bermanfaat sebagai santan, bagian air buah dapat diolah menjadi minyak goreng, gula merah dan obat alternatif. Bagian batang dapat dijadikan sebagai furniture dan peralatan rumah tangga lainnya, bagian lidi untuk sapu lidi dan penjepit pincut makanan, bagian pangkal dapat dibuat untuk menghasilkan ragi, kipas, sandal, tas tangan, dan topi, serta bagian batok untuk dijadikan arang untuk pembakaran (Anonim, 2007). Keuntungan ekonomis membudidayakan sudah sama-sama diketahui karena memiliki banyak manfaat dan bernilai jual tinggi.Hal itu berarti dapat mendatangkan keuntungan apabila dikelola dengan cara-cara profesional.

Daya saing produk kelapa pada saat ini terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, di mana nilai tambah dalam negeri yang dapat tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya.Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik untuk usaha kecil, usaha menengah maupun usaha besar.Pada gilirannya industri hilir menjadi lokomotif industri hulu (Anonim, 2009).

2.1.1 Budidaya dan Produksi Kelapa

Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan 5.276.000 ton (82 persen) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12 negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan.Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar, Jatim, Jambi, Aceh, Sumut, Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel, Maluku tetapi produksinya masih dibawah Filipina (2.472.000) ton dengan areal 3.112.000 ha yaitu sebesar 2.346.000 ton (Suhardiono, L, 1993).


(17)

Tanaman kelapa sebenarnya merupakan komoditas pertanian kedua yang terpenting setelah padi karena kelapa dianggap sebagai tanaman serbaguna.Dengan ini seharusnya Indonesia bisa menguasai produk berbahan dasar kelapa ini, karenamanfaatnya yang multiguna baik untuk pangan, sandang maupun papan. Semua produk dan bahan baku kelapa sebenarnya sangat berpotensi besar, baik di pasar lokal maupun Internasional.Tanaman kelapa menghendaki intensitas sinar matahari yang tinggi dengan jumlah penyinaran tidak kurang dari 2000 jam per tahun. Kelapa dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Syarat-syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa adalah struktur baik, peresapan air dan tata udara baik, permukaan air tanah letaknya cukup dalam (minimal 1 meter dari permukaan tanah) dan keadaan air tanah hendaknya dalam keadaan bergerak (tidak menggenang) dengan pH tanah optimal 6.0 – 8.0 (Setyamidjaja, 1984).

Gambar 1.Negara Produsen Kelapa Terbesar di Dunia, (rata-rata 2004-2008) Sumber: Pusdatin, 2010

Areal pertanaman kelapa tersebar di seluruh Indonesia dengan luas 3.860.000 ha pada tahun 2007. Didominasi oleh perkebunan rakyat seluas 3.791.000 ha (98,21persen), perkebunan besar negara seluas 6.000 ha (0,15persen) dan perkebunan swasta seluas 63.000 ha (1,63persen) (Anonymous, 2008).

Gambar 2. Perkembangan Luas Areal Kelapa di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, 1970-2009 (Pusdatin, 2010)

Populasi tanaman kelapa di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, pohon kelapa tumbuh sekitar 3 juta hektar di Indonesia atau 31persen dari total pohon


(18)

kelapa dunia kelapa yang terdiri dari 55 persen ditanam secara monokultur (tunggal) dan 45persen di tanam dengan campuran tanaman lain (Darwis, 1986). Produktivitas tanaman kelapa rata-rata dalam kurun waktu 2004-2009 sebesar 1,13 ton/ha dengan laju pertumbuhan sebesar 1,22 persen. Tercatat pada tahun 2009 produksi kelapa di Indonesia mencapai nilai sebesar 3.250.000 ton atau meningkat dari tahun sebelumnya (Gambar 2).

2.1.2 Konsumsi Kelapa

Konsumsi kelapa di Indonesia dihitung dalam bentuk kelapa butiran dan minyak kelapa. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), pada periode tahun 1981-2008 terjadi penurunan yang signifikan dari konsumsi kelapa baik dalam bentuk kelapa butiran maupun dalam bentuk minyak kelapa. Selama periode tersebut konsumsi kelapa butiran mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,96persen per tahun.

Jika tahun 1981 konsumsi kelapa butiran mencapai 16 butir perkapita, maka pada tahun 2007 turun menjadi 10 butir perkapita. Konsumsi kelapa butiran terendah terjadi pada tahun 1999 sebesar 9 butir perkapita. Sementara itu konsumsi minyak kelapa per kapita juga turun dari 4,00 liter pada tahun 1981 menjadi 2,24 liter pada tahun 2008. Rata-rata penurunan konsumsi minyak kelapa mencapai 3,19persen per tahun. Penurunan konsumsi minyak kelapa ini dimungkinkan dengan berkembangnya kebun kelapa sawit sehingga perusahaan yang menghasilkan produk seperti minyak goreng lebih banyak menggunakan bahan baku dari kelapa sawit (Pusdatin, 2010). Adapun penggunaan dari kelapa tersebut sebagian besar sebagai bahan makanan (97,44persen), sedangkan sisanya digunakandalam industri pengolahan (1,86persen) dan tercecer (0,70persen).

2.2 Tinjauan Tentang Nira

Gula kelapa dihasilkan dari nira yang merupakan cairan manis yang mengandung gula pada konsentrasi 7,5-20,0 persen yang terdapat di dalam bunga tanaman kelapa yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan teknik penyadapan atau penderesan. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan nira kelapa untuk pembuatan gula merah dan gula semut, selain itu dapat digunakan sebagai minuman segar baik dari niranya langsung maupun nira yang dibuat dalam bentuk sirup (Dyanti, 2002). Biasanya satu buah mayang bisa disadap dalam kurun waktu 10-35 hari.Hasil penyadapan yang diperoleh darisetiap mayang sekitar 0.5-1 liter nira atausekitar 2-4 liter nira perpohon setiap harinya (Santoso,1993)

Penyadapan nira biasanya dilakukan dua kali sehari di waktu pagi dan sore hari.Wadahyang digunakan untuk menampung nira yaituberupa bumbung yang biasanya terbuat daribambu, dan ada juga yang menggunakan tempatbekas oli/minyak curah/jerigen yang terbuat dari plastik dengan tujuan untuk memperingan beban penyadap pada waktunaik atau memanjat pohon kelapa sertabahannya yang tidak mudah bocor. Untukpembuatan gula kelapa agar lebih efisien maka bumbung atau wadah penampung nira tersebut didalamnnya diberi suatucampuran kapur sirih dan irisan kulit manggis atau tatal nangka (laru).Campuran laru ini untuk mencegah nira menjadi asam. Jika rasanya asam


(19)

akan berpengaruh terhadap kualitas gula kelapa yang akan dihasilkan, terutama sukar mengalami pengentalan cairan atau tidak dapat dicetak menjadi gula kelapa.Sebaliknya jika laru yangditambahkan berlebihan dapat menyebabkan rasagula kelapa kurang enak dan menyebabkan produksi gula kelapa rendahkualitasnya.

2.3Tinjauan Tentang Gula Kelapa 2.3.1 Karakteristik Gula Kelapa

Gula kelapa merupakan jenis gula yang dihasilkan/diperoleh melalui penyadapan nira pohon kelapa (bunga kelapa) yang belum mekar setelah melalui pengurangan kadar air dengan cara pemasakan dan pencetakan dalam bentuk padat. Gula kelapa atau dalam nama perdagangan dikenal sebagaigula jawa atau gula merah biasanya dijualdalam bentuk setengah mangkok atausetengah elips. Bentuk demikian diperoleh dari cetakan yang biasa digunakan berupasetengah tempurung (batok) kelapa, dan ada pula yang berupa cetakan dari bambu, sehingga bentuknya menyerupai tabung.

Dilihat dari susunan gizinya, gula kelapa merupakan salah satu unsur dari 9 bahan pokok yang cukup kaya akan karbohidrat,protein serta mineral lainnya.Untuk mendapatkan produk gula kelapa sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) harus memiliki kriteria sebagai berikut (Tabel 4).

Tabel 4Standar mutu gula kelapa berdasarkan SNI N

o

Uraian SNI-01-3743-1995

1 Penampakan

 Bentuk

 Warna

 Rasa/Aroma

Padatan nrmal, seragam Kuning kecoklatan sampai coklat

Khas

2 Air Maksimal 10%

3 Abu Maksimal 2%

4 Gula pereduksi Maksimal 10%

5 Jumlah gula sebagai sakarosa Minimal 77%

6 Bagian yang tak larut dalam air Maksimal 1%

7 Pemanis buatan sakarin,siklamatserta garam-garamnya

Tidak ditemukan

8 Cemaran logam

 Timbal (Pb)

 Tembaga (Cu)

 Seng (Zn)

 Raksa (Hg)

 Timah (Sn)

Maksimal 2,00 mg/kg Maksimal 10,00 mg/kg Maksimal 40,00 mg/kg Maksimal 0,03 mg/kg Maksimal 40,00 mg/kg 9 Arsen


(20)

Mengingat penggunaan gula kelapa berbeda dan dapat menjadi pengganti (substitusi) gula pasir (putih) serta gula lainnya, seandainya dipaksapun produk turunan yang dihasilkan dari jenis gula kelapa ini bisa kehilangan aroma dan rasanya yang khas.

2.3.2 Jenis-Jenis Gula Kelapa

Saat ini terdapattiga macam produk gula kelapa/jawa yang biasanya banyak dibutuhkan oleh konsumen antara lain :

a. Gula cetak/Coconut Palm Sugar

Gula jawa cetak dihasilkan dari Nira Kelapa (Cocos Nucifera Lin) yaitu cairan bening yang terdapat di dalam mayang kelapa yang pucuknya belum membuka kemudian ditoreh (dalam bahasa jawa dideres) oleh para petani penderes. Selanjutnya dimasak oleh para keluarga petani penderes dengan sangat sederhana, lalu dicetak dengan cetakan bambu kemudian dijual kepada para pedagang kecil (Bakul), dari bakul inilah produk gula jawa dijual kepada Pengepul kemudian kepada Bandar yang memasok dan menjual langsung ke pabrik-pabrik Kecap dalam jumlah yang sangat besar

Untuk dapat memproduksi gula kelapa cetak dibutuhkan alat-alat sederhana seperti; pongkor (tempat menaruh nira), wajan untuk merebus, pengaduk dari kayu, tungku, kayu bakar, bubung (dari bambu). Adapun urutan pengerjaan gula kelapa adalah: Menderes/menyadap untuk memperoleh nira, rata-rata untuk setiap produksi dibutuhkan 10 pohon kelapa. Kemudian air nira yang telah diambil dari pohon tersebut dituangkan kesebuah wajan besar dan dimasak, pekerjaan tersebut dikenal dengan mengidel untuk pengerjaan ini membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam. Setelah selesai mengidel maka gula siap dicetak dengan cara menuangkan gula cair kedalam bubung, ditunggu sampai dingin kemudian baru cetakan dibuka.

b. Gula bubuk/Gula Semut/Palm Suiker

Gula semut dapat dikatakan produk turunan dari gula kelapa. Jika dibandingkan dengan gula kelapa biasa, bisa dikatakan gula semut memiliki bentuk yang lebih praktis dan lebih awet. Pada umumnya, gula kelapa hanya mampu bertahan sekitar sebulan bila disimpan dalam suhu ruangan. Namun, jika disimpan lebih lama lagi, biasanya gula akan cair dan berbau tidak sedap. Sementara untuk gula semut, usia simpannya bisa mencapai lebih dari satu tahun. Dari sisi kandungan gizi, gula semut dapat disebut ”juaranya”. Dibandingkan dengan gula pasir biasa, gula yang berwarna coklat muda ini lebih banyak memiliki kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, dan zat besi (Yoga Putra, 2008).

Pembuatan gula kelapa secara tradisional umumnya hanya sampai pada pencetakan saja. Dari gula ini bisa diproses menjadi gula kristal. Tahapannya sama, pertamapengambilan nira. Untuk setiap 5 liter nira kelapa, ditambahkan kapur sirih 0,5 gr atau setengah sendok teh. Kedua, pembersihan nira. Nira hasil sadapan, jangan terlalu lama ditempat terbuka. Selanjutnya, nira disaring dan secepatnya dimasak pada suhu 60°C (untuk gula jawa). Saat dimasak, ditambahkan air kapur sekitar 6,5 pH selama 5-10 menit. Kemudian nira yang sudah dimasak diangkat dan dibiarkan selama 10-25 menit agar kotoran mengendap. Busa yang terbentuk selama pengendapan dibuang dengan saringan bambu atau kawat yang halus. Ketiga, perebusan. Nira yang sudah bersih direbus


(21)

kembali sambil diaduk-aduk yang kuat. Apabila nira sudah agak kental, api dikecilkan sampai akhirnya betul-betul masak. Keempat, pencetakan. Untuk pembuatan gula semut, nira dimasak sampai suhu 120°C.

Pemasakan diakhiri apabila tetesan nira pada air dingin berbentuk benang yang tidak terputus. Nira yang sudah masak dimasukkan ke dalam tempat yang berbentuk silinder dari kayu dan drum bekas. Tempat tersebut dilengkapi dengan poros putaran berupa garu (sisir) dari logam atau kayu. Poros tersebut diputar dengan tenaga manusia. Pemutaran harus dilakukan dengan cepat ketika keadaan nira masih panas. Setelah gula menjadi remah pemutaran diperlambat (Sujono dkk).

c. Gula cair/Liquid Palm Sugar

Pakan lebah

Pemanfaatan nira kelapa dapat menjadi alternatif pakan lebah yang selama ini menjadi kendala dalam pengembangan produksi usaha budidaya lebah madu. Pemberian nira sebagai sumber energi sebagai sumber protein lebah diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi lebah pekerja dan ketersediaan bahan penyusun utama madu sehingga berdampak pada peningkatan jumlah produksi madu (Erwan, 2003).

Dalam mencari makanan, lebah madu mengumpulkan cairan manis yang berasal dari berbagai nira tanaman. Dilaporkan oleh Crane (1980) bahwa lebah memperoleh makanannya pada cairan yang keluar dari berbagai tanaman palem yang disadap, disamping mengambil cairan yang berasal dari batang tebu yang telah dipotong.

d. Bioetanol

Bioetanol dapat dibuat dari nira kelapa. Hasil sadapan nira kelapa setelah melalui proses fermentasi dapat diolah menjadi bioetanol, dan bioetanol ini dapat digunakan sebagai pengganti bensin setelah mengalami proses pemurnian, cara pembuatannya yang mudah sehingga dapat dibuat di pedalaman atau tempat-tempat terpencil di daerah. Selain itu bioetanol atau yang lebih dikenal dengan nama alkohol merupakan produk yang di butuhkan dalam industri kimia, makanan, rokok, kedokteran, kosmetika dan lain-lain(Yunus, 2008).

2.3.3 Proses Pengolahan Gula Kelapa

Proses pengolahan gula kelapa pada prinsipnya adalah proses penguapan atau pemekatan nira. Tahap-tahap proses pembuatan gula kelapa tersebut meliputi:

a. Proses pengambilan nira kelapa

1. Pohon bisa disadap apabila telah menghasilkan dua atau tiga tandan bunga (mayang).

2. Bagian ujung mayang yang telah seminggu, diikat, diiris sedikit demi sedikit, kemudian diikat dilengkungkan kearah bawah, hasil irisan tersebut akan mengeluarkan tetesan nira yang dimasukkan dalam bumbung (wadah) yang diikat pada mayang tersebut. Mayang ini terus menghasilkan nira sampai kurang lebih 30 hari.

3. Dalam bumbung bambu diberi laru yaitu suatu campuran yang terdiri atas kapur sirih, penggunaan laru dimaksudkan agar nira tidak masam karena


(22)

kapur sirih berfungsi untuk menghambat fermentasi nira yang disebabkan oleh mikroorganisme.

4. Penyadapan dilakukan 2 kali pagi dan sore hari, penyadapan pada pagi hari hasilnya diambil sore hari sedangkan penyadapan sore hari diambil pagi.

b. Proses pembuatan gula kelapa

1. Nira yang telah diperoleh dari hasil sadapan disaring terlebih dahulu agar terbebas dari kotoran.

2. Nira hasil saringan secepatnya dimasukkan dalam wajan/panci kemudian dipanaskan sampai 110° C sambil dilakukan pengadukan. Dalam proses pemasakan ini, saat mendidih kotoran halus akan mengapung bersama busa nira. Kotoran tersebut dibuang, agar busa nira yang meluap tidak bertambah banyak maka dimasukkan 1 sendok minyak kelapa atau biasanya dimasukkan sedikit parutan kelapa hingga nira tidak meluap. 3. Bila nira sudah pekat dan mulai berubah warna berarti nira sudah masak. 4. Nira yang sudah masak diangkat dari tungku dan tetap dilakukan

pengadukan hingga pekatan nira mulai mendingin.

5. Pekatan nira yang mulai mendingin dimasukkan dalam cetakan yang sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan air, dan selanjutnya didiamkan hingga mengeras dan menjadi gula jawa.

(Issoesetiyo dan Sudarto, 2001).

Gula kelapa banyak digunakan sebagai bumbu masak karena memiliki aroma dan rasa yang khas caramel palmae.Disamping itu, guka kelapa juga digunakan untuk pemanis minuman, bahan pembuat kecap, bahan pembuat dodol, dan pembuat kue serta bahan penambah cita rasa pada makanan.Gula jawa memiliki banyak manfaat kesehatan dibandingkan gula tebu/gula putih. Selain memberikan rasa manis (tapi rendah kalori), gula jawa mengandung garam mineral, kaya nutrisi, dan bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk, typhus, lepra, dan sebagainya (Santoso, 1995). Hingga saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara membuat gula kelapa. Namun ada sekelompok masyarakat di wilayah-wilayah tertentu yang masih dengan setia menggeluti usaha pembuatan gula kelapa ini, baik sebagai usaha sampingan maupun sebagai sumber mata pencaharian (Radino, 2009).

2.4Bentuk Usaha yang Dijalankan

Sejak dulu usaha gula kelapa di Indonesia hanya dilakukan secara tradisional dengan skala rumah tangga yang merupakan usaha secara turun-temurun.Industri rumah tangga lebih sering dijumpai di wilayah pedesaan dan tergolong dalam skala kecil dan menengah.Bagi masyarakat pedesaan, industri rumah tangga jauh memberikan ruang ekonomi serta manfaat sosial yang berarti demi kesejahteraan keluarga.

Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu:

a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil


(23)

d. Jumlah tenaga kerja ≥ 100 orang untuk industri besar. (Badan Pusat Statistik, 1999).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(Anonim, 2009).

Industri rumah tangga pada umumnya memusatkan kegiatan di sebuah rumah keluarga tertentu dan para karyawannya berdomisili di tempat yang tak jauh dari rumah produksi tersebut. Secara geografis dan psikologis hubungan mereka sangat dekat (pemilik usaha dan karyawan) sehingga memungkinkan kemudahan dalam menjalin komunikasi (Anonim, 2009). Gula kelapa yang berada di pasaran sampai saat ini merupakan produk industri kecil dan industri rumah tangga yang banyak dikerjakan oleh masyarakat pedesaan dengan golongan menengah kebawah. Proses pembuatan gula kelapa masih menggunakan cara produksi serta peralatan yang sangat sederhana (Issoesetiyo dan Sudarto, 2001).

Menurut BPS (1987) dalam Suratiyah (1991), usaha industri rumah tangga yang terkait dalam bidang pengolahan merupakan usaha yang tidak berbentuk badan hukum dan dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang anggota rumah tangga yang mempunyai tenaga kerja sebanyak empat orang atau kurang, dengan kegiatan mengubah bahan dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi atau dari yang kurang nilainya menjadi yang lebih tinggi nilainya dengan tujuan untuk diperdagangkan atau ditukar dengan barang lain yang sejenis atau berbagai jenis dan ada satu orang anggota keluarga yang menanggung risiko.

Manfaat yang dirasakan pun dapat dikatakan cukup mendorong roda perekonomian keluarga.Pertama, dapat menciptakan lapangan usaha keluarga dengan modal yang lebih murah sesuai keterampilan yang dikuasai.Kedua, industri rumah tangga juga mempunyai posisi sebagai mitra usaha bagi perusahaan Kedua, industri rumah tangga juga mempunyai kedudukan sebagai mitra usahabagi perusahaan dengan skala yang lebih besar dan sejenis karena ada sebagian industri rumahtangga yang menghasilkan produk-produk sederhana atau setengah jadi untukdilanjutkan lagi oleh perusahaanbesar.Ketiga, bahwa industri rumah tangga terkadang dapat menghasilkan produk yang tidak dapat diproduksi oleh perusahaan besar, sehinggaindustri rumah tangga dapat dianggap sebagai anak angkat perusahaan besar dalampemasaran (Irsan Ashari Saleh, 1986)

Secara umum peranan industri rumah tangga dalam ranah Nasional dan lokal terwujud dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan nilai tambah dan distribusi pendapatan terutama pada kelompok masyarakat miskin.Keberadaan industri rumah tangga penting dalam pembangunan suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang belum didayagunakan secara optimal dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja.

Pengembangan agroindustri khususnya industri rumah tangga diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan suatu wilayah. Perekonomian Indonesia


(24)

sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin berada pada sektor ini, khususnya pertanian (Yorin, 2009).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian sebelumnya memberikan gambaran yang berbeda-beda dalam setiap pola pengambilan data, metode analisis data dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang meneliti mengenai kajian finansial dan nilai tambah dari berbagai produk dari sektor agribisnis atau dapat dilihat pada lampiran 2:

Widjojoko, Mulyani dan Wijayanti (2006) dalam penelitian mereka yang berjudul kajian finansial dan nilai tambah gula semut (granular sugar) di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas menjelaskan usaha agroindustri gula semut sudah dilakukan secara efisien yang ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari 1,00 yaitu 1,15. Nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00/bulan dari total biaya produksi sebesar Rp731.808,19/bulan memberikan keuntungan pada pengrajin gula semut Rp117.520,48/bulannya. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan Analisis R/C rasio dan analisis nilai tambah Hayami. Analisis R/C ratio sebesar 1,15 sehingga usaha gula semut ini dapat dikatakan berjalan dengan efisien, karena penerimaan pengrajin lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan dengan nilai titik impas pada tingkat 6,94 kg/bulannya dengan harga jual Rp5.000,00/kg. Sedangkan Analisis Nilai Tambah dengan nilai masukan bahan baku utama berupa nira selama satu bulan produksi sebesar 810.720 kg, luaran yang dihasilkan berupa gula semut sebesar 168,9 kg. Nilai konversi antara luaran dan bahan baku utama adalah 0,208 yang menggambarkan tingkat efisiensi untuk penggunaan bahan baku nira dalam menghasilkan produk gula semut. Hasil akhirnya diperoleh nilai tambah sebesar Rp590,00 per kg bahan baku utama nira.

Masrah dalam Analisis Pendapatan Pengolahan Gula Aren pada Industri Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser pada tahun (2009) dengan hasil produksi yang dicapai setiap bulan sebesar 383,80bungkus dengan harga jual Rp7.000,00 sehingga diperoleh pendapatan bersih setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk produksi menghasilkan nilai sebesar Rp793.123.52. Sedangkan dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengolahan gula aren selama 1 bulan periode produksi di Desa Semuntai tersebut menunjukkan bahwa nilai R/C rasio yang diperoleh pengrajin rata-rata sebesar1,4.Usaha pengolahan gula aren lebih besar dari >1 menunjukkan bahwa usaha layak untuk diusahakan. Kemudian berdasarkan analisis Break Event Point (BEP) diperoleh hasil bahwa usaha pengolahan gula aren di Desa Semuntai adalah untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan kotor (TR) sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64.

Irene Kartika Eka Wijayanti, Dyah Ethika N., dan Indah Widyarini (2007) dalam prospek pengembangan agroindustri minuman lidah buaya di Kabupaten Purworejo, Jawa TengahAnalisis biaya dan pendapatan, analisis R/C rasio, analisis titik impas, serta analisis nilai tambah Hayami. Diperoleh nilai R/C rasio sebesar 1,28 atau >1, rerata penerimaan (Rp96.000.000,00) dan rerata biaya


(25)

(Rp74.578.000,00) sehingga keuntungannya positif (Rp21.421.120,00). Jumlah produksi aktual (5.000 kardus) telah melebihi titik impas sebesar (1.382,65 kardus) dan (Rp26.457.377) serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00.

Martono, Budiningsih dan Watemin dalam analisis kelayakan ekonomi Agroindustri gula kelapa di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja (2007) dengan menggunakan analisis biaya dan pendapatan dan analisis R/C rasio dimana terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai R/C = 1,003 untuk pengrajin pemilik dengan biaya produksi Rp466.771,00 (menguntungkan), R/C = 0,679 untuk pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40 (tidak menguntungkan) dan R/C = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan biaya produksi Rp489.165,70 (tidak menguntungkan).

Hartati dan Mulyani dalam penelitiannya mengenai profil dan prospek bisnis minyak dara (Virgin Coconut Oil/VCO) di Kabupaten Cilacap (2009) dengan analisis efisiensi usaha menghitung nilai R/C rasio, BEP dan ROI serta analisis nilai tambah. Diperoleh nilai R/C rasionya sebesar 1,318 artinya usaha agroindustri VCO mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI (Return of Investment) = 31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya sebesar Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77. BEP (Break Even Point) sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan aktual Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap menguntungkan.

Maninggar Praditya dalam penelitian mengenai analisis usaha industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri (2010), hasil penelitiannya menunjukkan biaya total rata-rata industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen gula jawa sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75%. Besarnya nilai koefisien variasi (CV) 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah tangga di KabupatenWonogiri yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15.

Alamsyah dalam penelitiannya yang berjudul analisis nilai tambah dan pendapatan usaha industri rumah tangga “Kemplang” berbahan baku utama sagu dan ikan (2007) dengan analisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang dilanjutkan dengan analisis nilai tambah, diperoleh pendapatan usaha kemplang sebesar Rp979.535,88 per bulan. Dimana harga pokok kemplang yang terdiri dari dua jenis ikan, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85 per kg. BEP mix dicapai ketika penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun nilai tambah kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang ikan kakap sebesar Rp6.795,83 per kg dengan nilai R/C rasio 1,09.

Berdasarkan penelitian yang sudah berjalan tersebut, dengan penelitian yang akan dijalankan ini tetap akan membantu dalam menemukan sekiranya ada variabel-variabel dalam produksi maupun manajemen yang masih perlu ditingkatkan untuk produk gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana peneliti dalam


(26)

menganalisis usaha terhadap gula kelapa di Desa Ujung Genteng Sukabumi menggunakan analisis usaha dengan memperhitungkan struktur biaya, peneriman, keuntungan dan profitabilitas.Perbedaannya hanya terletak pada lokasi tempat yang diteliti yaitu desa Ujung Genteng di Kabupaten Sukabumi dan produk yang diteliti yaitu gula merah kelapa.

Jika benar terdapat variabel-variabel yang perlu dikaji kembali maka akan diupayakan untuk memberikan suatu solusi yang membangun kepada pengrajin yang terlibat dalam perputaran kegiatan bisnis yang menghasilkan produk gula kelapa ini nantinya. Dalam penelitian ini selanjutnya adalah akan melihat variabel-variabel seperti tenaga kerja, klasifikasi tanaman kelapa yang disadap (muda-tua), kegiatan pengolahan hingga pencetakan yang menghasilkan gula kelapa dalam bentuk padat, hingga perilaku pemasaran yang dilakukan petani (pengolah) gula kelapa sehingga gula kelapa yang dipasarkan diterima oleh pasar dengan kualitas yang baik.

Dibantu dengan melalui kuesioner dan sejumlah wawancara kepada beberapa sampel yang layak untuk dikaji akan lebih membantu dalam menemukan keunggulan hingga permasalahan yang mungkin saja masih belum bisa ditangani oleh pelaku bisnis gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Kemudian nantinya akan menghasilkan sebuah skripsi penelitian yang dapat berguna tidak hanya bagi pelaku bisnis gula kelapa namun juga bagi kemaslahatan masyarakat.


(27)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teori dan alat analisis yaitu: Analisis Usaha. Analisis usaha untuk melihat struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas serta perhitungan R/C rasio untuk melihat apakah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan pada usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

3.1.1 Konsep Pengolahan Produk

Pengolahan merupakan kegiatan untuk mengolah bahan-bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Pengolahan produk khususnya produk pertanian menjadi produk-produk berdaya guna tinggi untuk diperdagangkan akan memberikan banyak arti ditinjau dari segi ekonomi menurut (Soekartawi, 2001) antara lain:

a. Meningkatkan nilai tambah

Adanya pengolahan produk pertanian dapat meningkatkan nilai tambah, yaitu meningkatkan nilai (value) komoditas pertanian yang diolah dan meningkatkan keuntungan pengusaha yang melakukan pengolahan komoditas tersebut.

b. Meningkatkan kualitas hasil

Nilai barang akan menjadi lebih tinggi jika dengan kualitas hasil yang lebih baik. Kualitas hasil yang lebih tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang digunakan dan perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

c. Meningkatkan pendapatan

Petani penghasil bahan baku yang digunakan dalam industri pengolahan produk juga akan mengalami peningkatan pendapatan.

d. Menyediakan lapangan kerja

Proses pengolahan produk-produk pertanian menjadi produk lain tentunya tidak terlepas dari adanya keikutsertaan dan campur tangan tenaga manusia sehingga proses ini akan membuka peluang bagi tersedianya lapangan kerja baru.

e. Memperluas jaringan distribusi

Pengolahan produk-produk pertanian akan menciptakan dan meningkatkan diversifikasi produk sehingga keragaman produk ini akan meperluas jaringan distribusi.

3.1.2 Pengadaan Bahan Baku

Kegiatan produksi selalu terkait dengan pengadaan bahan baku. Bahan bakumerupakan salah satu hal terpenting dalam melakukan suatu proses produksi, begitu jugahalnya dengan proses produksi gula kelapa sebagai salah satu hasil produksipengolahan nira kelapa. Pengadaan bahan baku yang efisien melibatkan lima faktoryang saling terkait, yaitu :


(28)

1. Kualitas, mencakup pengawasan dan penentuan mutu dari bahan baku nira kelapa.

2. Kuantitas, meliputi jumlah kebutuhan dan tingkat ketersediaan bahan baku Nira serta bahan-bahan lainnya.

3. Waktu, karena produk pertanian mudah rusak dan tidak tahan lama.

4. Biaya, mencakup harga biaya persediaan bahan baku lainnya, peralatan, perlengkapandan lainnya.

5. Organisasi, meliputi struktur, kekuatan dan integrasi vertikal yang ada di wilayah produksi.

3.1.3. Konsep Analisis Usaha a. Struktur Biaya

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung (Soekartawi, 2001). Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak tetap dalam jangka pendek mengakibatkan munculnya dua kategori biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.Adapun biaya-biaya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya produksi yang timbul karena penggunaan faktor produksi yang tetap, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai faktor produksi juga tetap tidak berubah walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah-ubah.Menurut Arsyad (1991), biaya tetap (fixed cost) adalah biaya-biaya yang tidak tergantung pada tingkat output yang akan dihasilkan. Termasuk dalam biaya tetap adalah pembelian peralatan, biaya penyusutan, sedangkan menurut Sudarsono (1986), biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan, artinya ketika proses produksi untuk sementara dihentikan biaya tetap ini harus tetap dibayar dalam jumlah yang sama.

Dengan rumus menurut Soekartawi (2006), yaitu sebagai berikut:

TFC = XiPxi 1

Keterangan:

TFC = Biaya Tetap Total

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap

Pxi = Harga input

n = Banyaknya input

Dimana nilai penyusutan menurut menurut Rosyidi (1999), yaitu sebagai berikut:

= − Keterangan:


(29)

Pb = Nilai awal dari peralatan Ps = Nilai sisa dari peralatan

t = Perkiraan umur penggunaan peralatan

2. Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen sebagai akibat penggunaan faktor produksi variabel, sehingga biaya ini jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan kuantitas produk yang dihasilkan.Biaya variabel atau variable cost berubah-ubah sesuai dengan perubahan output yang dihasilkan (Arsyad, 1991). Jadi biaya variabel ini merupakan fungsi dari tingkat output. Termasuk dalam biaya variabel ini adalah pengeluaran bahan baku utama (bahan mentah), bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, bahan bakar minyak, biaya perawatan serta semua biaya input-input lainnya yang berubah-ubah sesuai tingkat output. Sedangkan menurut Sudarsono (1986), biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan sehingga makin besar kuantitas produk makin besar pula jumlah biaya variabel.

= � 1

TFC = Biaya Variabel Total

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel

Pxi = Harga input

n = Banyaknya input

3. Biaya Total (Total Cost)

Menurut Rahardja dan Mandala (1999), biaya total (total cost) merupakan biaya tetap ditambah dengan biaya variabel atau keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

= +

Dimana:

TC = Biaya Total TFC = Biaya Tetap Total TVC = Biaya Variabel Total

b. Analisis Penerimaan

1. Penghitungan penerimaan usaha

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut, dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan mengalami penurunan ketika produksi berlebihan.

= Keterangan:

TR = Total Penerimaan

Q = Jumlah produksi (output) Pq = Harga ouput


(30)

c. Analisis Keuntungan dan Profitabilitas 1. Penghitungan keuntungan usaha

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan semua biaya produksi yang telah dikeluarkan artinya keuntungan (profit) merupakan tujuan utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan sehingga dengan diperolehnya keuntungan maka suatu usaha yang dijalankan terus berkesinambungan. Menurut Soekartawi (2006), secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

� = − Keterangan:

π = Keuntungan

TR = Penerimaan Total TC = Biaya Total

2. Penghitungan Profitabilitas

Profitabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja usaha. Profitabitas merupakan perbandingan antara keuntungan dari penjualan dengan biaya total yang dinyatakan dengan persentase. Besar kecilnya keuntungan merupakan selisih dari penjualan dikurangi dengan biaya usaha (Riyanto, 1999). Sedangkan menurut Adi (2007), profitability ratio adalah alat untuk mengukur keuntungan yang dicapai oleh pengusaha. Adapun rasio profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Profitabilitas = � � 100% Keterangan :

π (Profit) = keuntungan

TC (Total Cost) = biaya total

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah : Profitabilitas > 0 berarti usaha yang dijalankan menguntungkan Profitabilitas ≤ 0 berarti usaha yang dijalankan tidak menguntungkan

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Produksi merupakan suatu kegiatan dimana beberapa barang atau jasa yang disebut input diubah menjadi barang-barang lain yang disebut output. Proses produksi dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi merupakan proses pengolahan nira kelapa menjadi gula kelapa.

Nilai dari seluruhinput produksi yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk dalam industri gula kelapa disebut biaya. Analisis biaya digunakan oleh produsen/pengolah gula kelapa dalam mengambil suatu keputusan.Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak tetap dalam jangka pendek mengakibatkan biaya dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.Dalam komponen biaya tetap adalah biaya bunga modal investasi dan biaya penyusutan peralatan.Sedangkan biaya variabel adalah biaya bahan baku (bahan mentah), biaya bahan penolong, biaya bahan bakar, biaya


(31)

tenaga kerja, biaya pengemasan dan biaya transportasi. Penjumlahan antara total biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC) menghasilkan biaya total (TC). Secara matematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:

= +

Dimana:

TC = Biaya Total industri gula kelapa TFC = Biaya Tetap Total industri gula kelapa TVC = Biaya Variabel Total industri gula kelapa

Para pengolah/pengrajin gula kelapa memperoleh sejumlah uang yang didapatkan dari proses produksi pembuatan gula kelapa. Nilai total penerimaan diperoleh dari hasil perkalian antara total produksi gula kelapa dan harga setiap kilogram gula kelapa, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

= Keterangan:

TR = Total Penerimaan industri gula kelapa Q = Jumlah gula kelapa yang diproduksi (output) Pq = Harga gula kelapa

Pengolah/pengrajin gula kelapa dalam melakukan produksi akan senantiasa berusaha mengkombinasikan faktor-faktor produksinya untuk memperoleh keuntungan yang maksimum. keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan pada industri gula kelapa. secara matematis keuntungan dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng dapat dirumuskan sebagai berikut:

� = − Keterangan:

π = Keuntungan usaha industri gula kelapa TR = Penerimaan Total usaha industri gula kelapa TC = Biaya Total usaha industri gula kelapa

Nilai profitabilitas dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan total biaya yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Profitabilitas = � � 100% Keterangan :

π (Profit) = keuntungan industri gula kelapa

TC (Total Cost) = biaya total industri gula kelapa

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :

Profitabilitas > 0 berarti industri gula kelapa skala rumah tangga yang dijalankan di desa Ujung Genteng menguntungkan

Profitabilitas ≤ 0 berarti industri gula kelapa skala rumah tangga yang dijalankan di desa Ujung Genteng tidak menguntungkan

Mengingat kondisi awal bahwa desa Ujung Genteng memiliki potensi yang luar biasa di bidang pertanian khususnya dari sektor agroindustri dalam


(32)

pembuatan gula merah berbahan dasar kelapa, dari pemikiran demikian maka esensi dasar pengkajian ini adalah “Mengetahui struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas yang terjadi di pengrajin gula kelapa di desa Ujung Genteng dalam mendayagunakan potensinya yaitu produk gula merah di daerah tersebut selain dilihat dari sisi kesehatan serta keunggulan pariwisata pantai dan penangkaran penyunya. Untuk tujuan tersebut maka dibangun kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar berikut:


(33)

Keterangan :

= Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini

... = Variabel-variabel yang berpengaruh dalam penelitian ini tetapi tidak diamati

Gambar 3. Kerangka kajian dan model analisis industri pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Usaha Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di desa Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Masukan (Input):

 Peralatan produksi

 Bahan Baku (nira kelapa)

 Bahan penolong (kapur sirih, laru dan tatal nangka)

 Bahan bakar (kayu bakar)

 Tenaga kerja

Biaya Tetap

 Penyusutan peralatan

Biaya Variabel

 Bahan baku

 Bahan penolong

 Bahan bakar

 Tenaga kerja

Penerimaan Biaya Total

Analisis Usaha:

 Keuntungan

 Profitabilitas

Produksi Output


(34)

4 METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian mengambil lokasi di desa Ujung Genteng yang terletak di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang merupakan salah satu sentra produksi (penghasil) gula kelapa di Kabupaten Sukabumi. Waktu penelitian di lapang dilakukan pada pertengahan bulan Juni 2012 pada waktu produktif para pengrajin disana yaitu satu hari selama 8 jam kerja dan satu kali proses produksi selama 6-7 hari (satu minggu).Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dari para pengrajin gula kelapa serta data dari instansi-instansi terkait lainnya.Desa Ujung Genteng dipilih karena merupakan salah satu sentra penghasil gula kelapa terbesar di Kabupaten Sukabumi dimana sebelumnya belum terdapat penelitian yang mengangkat topik produksi gula kelapa di desa Ujung Genteng khususnya mengenai kajian finansial dan nilai tambah.

4.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan adalah dengan metode deskriptif analis. Menurut Sumhudi (1991), metode deskriptif analisis merupakan suatu metode yang bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu fenomena sosial dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat didalamnya. Penelitian deskriptif yang digunakan adalah dengan metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dalam jangka waktu yang bersamaan dari suatu populasi dengan menggunakan daftar pertanyaan berbentuk questionnaire sebagai alat pengumpulan data (Nazir, 2003).

Penentuan sampel dalam menganalisis usaha skala rumah tanggadari produksi gula kelapa di desa Ujung Genteng dipilihberdasarkan lokasi terdekatdan mudah dijangkau, sehingga dapat menemukan sampel dengan waktu dan biaya yang lebih efisien. Pada saat penelitian berlangsung jumlah populasi dari pengrajin gula kelapa sendiri berdasarkan wawancara langsung dengan pengrajin, kepala desa serta masyarakat desa Ujung Genteng sebanyak 15 pengrajin gula kelapa dari ± 120 pengrajin gula kelapa yang ada di desa Ujung Genteng yang tersebar di beberapa RT.Sehingga dengan demikian satu sampel saja sebenarnya sudah mewakili ke ± 120 pengrajin, namun untuk menguatkan sumber data yang akan diperoleh maka peneliti mengambil beberapa sampel dalam responden pengrajin gula kelapa tersebut.

4.3 Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui serangkaian wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan langsung di lapangan (direct observation) beserta penyebaran kuesioner dalam lampiran 3dengan pengrajin gula kelapa dan pihak pengolah/pengrajin yang telah menjadi plot sampel penelitian. Data yang dikumpulkan merupakan data kegiatan produksi minimal selama satu minggu


(35)

kegiatan produksi berlangsung. Alasan yang menjadi pokok mendasar teknik pengambilan data seperti ini mengingat waktu pelaksanaan (kegiatan) produksi gula kelapa diantara pengrajin yang satu dengan yang lain itu tidak sama dan belum dapat dipastikan apakah seorang pengrajin akan melaksanakan kegiatan produksinya setiap hari. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor desa Ujung Genteng, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Data dan informasi Pertanian (Pusdatin), lembaga terkait lainnya serta situs (web) yang dapat menggambarkan situasi terkini dari perkembangan industri gula kelapa di Indonesia khususnya untuk desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode surveylapang di desa Ujung Genteng melalui kuesioner yang ditanyakan kepada pengrajin gula kelapa diperoleh data berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengrajin (15 responden) dalam menghasilkan produk gula kelapa dan kepada pihak pengelola/investor melalui perwakilannya untuk menanyakan sumber permodalan dan kemitraan yang dibina dengan pengrajin.Selanjutnya melalui kantor desa untuk mendapatkan data-data pendukung yang terkait dengan desa Ujung Genteng khususnya para pengrajin gula kelapa. Data pendukung diperoleh melalui pencatatan langsung saat wawancara dengan kepala desa dan juga berdasarkan catatan tertulis yang ada di setiap dinding kantor desa karena tidak diperolehnya sumber data melalui softcopy dari komputer di kantor desa tersebut.

4.5 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data merupakan bagian yang terpenting dalam setiap penelitian, dengan mengolah data yang diteliti sehingga membuat data tersebut menjadi lebih mudah dipahami agar nantinya dapat memecahkan masalah yang ada sekaligus dapat mencapat tujuan penelitian yang dirancang.Dalam mengolah data yang telah diperoleh, peneliti memilih untuk mengkaji penelitian tersebut dengan kajian finansial untuk melihat struktur biaya, berapa besar penerimaan dan keuntungan serta perhitungan R/C Rasio, dan Break Even Point.Selanjutnya juga akan dianalisis dengan nilai tambah Hayami mengingat analisis ini sangat cocok untuk digunakan dalam menganalisis tentang industri rumah tangga pengolahan gula kelapa di desa Ujung.

4.5.1 Analisis Data

Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, digunakan perhitungan:

Untuk mengetahui biaya produksi (total biaya) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel dalam proses pengolahan gula kelapa digunakan rumus:

TC = FC + VC Dimana:


(36)

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) atau total biaya tetap industri gula kelapa, meliputi biaya penyusutan peralatan dan biaya biaya bunga modal investasi (Rupiah)

VC = Variable Cost (Biaya Variabel) atau total biaya biaya variabel industri gula kelapa, meliputi biaya bahan baku, bahan penolong, biaya bahan bakar, dan biaya tenaga kerja.

a. Analisis Penerimaan

Untuk menganalisis penerimaan yang merupakan hasil kali antara harga jual gula kelapa dengan total produksi gula kelapa digunakan rumus:

TR = Q x Pq Dimana:

TR = Total Revenueatau penerimaan total industri gula kelapa (Rupiah) Q = Jumlah produksi gula kelapa (kg)

Pq = Harga tiap satuan produksi gula kelapa (Rupiah)

b. Analisis Keuntungan dan Profitabilitas

Untuk menganalisis keuntungan dimana merupakan selisih antara total penerimaan pada usaha pengolahan gula kelapa dalam satu kali proses produksi dengan total biay produksi dalam satu proses produksi digunakan rumus:

π = TR – TC Dimana:

π = Keuntungan industri gula kelapa (Rupiah) TR = Total Penerimaan industri gula kelapa (Rupiah) TC = Total Biaya industri gula kelapa (Rupiah)

Untuk menganalisis profitabilitas industri gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng yaitu dengan membandingkan antara keuntungan industri gula kelapa yang diperoleh dengan total biaya yang telah dikeluarkan dan dikalikan 100% yang dirumuskan sebagai berikut:

Profitabilitas = � � 100% Keterangan :

π (Profit) = keuntungan industri gula kelapa (Rupiah)

TC (Total Cost) = biaya total industri gula kelapa (Rupiah) Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :

Profitabilitas > 0 berarti industri gula kelapa yang dijalankan menguntungkan Profitabilitas ≤ 0 berarti industri gula kelapa yang dijalankan tidak menguntungkan

4.6 Definisi Operasional

Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:


(37)

1. Analisis usaha adalah analisis terhadap kelangsungan sebuah usaha yang ditinjau dari berbagai hal yang meliputi perhitungan biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, besarnya risiko serta efisiensi usaha.

2. Industri gula kelapa adalah kegiatan pengolahan nira yang merupakan bahan baku utama menjadi gula kelapa lalu menjualnya.

3. Industri rumah tangga adalah industri dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksinya antara 1 sampai 4 orang.

4. Responden adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang data penelitian yang sedang diteliti. Responden dalam penelitian ini adalah pengolah/pengrajin gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng yang berstatus pemilik pengolah.

5. Biaya total adalah seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi gula kelapa yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

6. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi gula kelapa yang besarnya tidak dipengaruhi jumlah produksi gula kelapa yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya tetap dalam penelitian ini meliputi :

a. Biaya penyusutan peralatan

Biaya penyusutan merupakan pengurangan nilai barang-barang modal karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi/karena faktor waktu, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, jerigen, pisau sadap, wajan, saringan, cetakan, plastik, dan tenggok. Biaya penyusutan peralatan dalam penelitian ini dihitung menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) dengan rumus sebagai berikut :

Penyusutan = �� �� −�� �� ℎ�

7. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi gula jawa yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap jumlah produksi gula jawa yang dihasilkan, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya variabel dalam penelitian ini meliputi :

a. Biaya bahan baku (nira kelapa)

b. Biaya bahan penolong (kapur sirih dan tatal nangka)

c. Biaya bahan bakar (kayu bakar)

d. Biaya pengemasan (daun jati kering)

e. Biaya transportasi

f. Biaya tenaga kerja

8. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi gula kelapa dengan harga per satuan produk gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).


(1)

Lampiran 3. PDRB Kabupaten Sukabumi Atas Dasar Harga Konstan 2000,

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2012 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012

1. PERTANIAN

a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan Bukan Migas c. Penggalian

3. INDUSTRI PENGOLAHAN

a. Industri Migas b. Industri Bukan Migas

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

a. Listrik b. Gas Kota c. Air Bersih

5. KONSTRUKSI

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel

c. Restoran

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

a. Pengangkutan b. Komunikasi

8. KEU. REAL ESTAT, & JASA PERUSAHAAN

a. Bank

b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Real Estat

d. Jasa Perusahaan

9. JASA-JASA

a. Pemerintahan Umum b. Swasta

1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 2. Jasa Hiburan & Rekreasi 3. Jasa Perorangan & Rumah tangga

2.946.901.27 1.721.476.32 497.274.86 519.749.39 65.757.44 142.643.26 401.368.82 140.144.40 307.80 260.916.61 1.485.539.75 0.00 1.485.539.75 99.134.06 93.723.19 0.00 5.410.88 184.855.23 1.591.444.29 1.149.765.26 10.631.72 431.047.31 458.845.77 425.907.32 32.938.45 316.692.99 38.921.36 5.110.75 224.415.75 48.245.13 823.276.86 470.026.75 353.250.12 37.421.10 6.465.10 309.363.92 3.038.562.97 1.788.958.20 503.391.34 535.030.02 66.507.45 144.675.96 406.468.08 143.951.88 316.38 262.199.82 1.546.224.79 0.00 1.546.224.79 104.459.66 98.878.88 0.00 5.580.78 200.834.47 1.692.472.31 1.239.906.86 11.267.01 441.298.44 475.728.61 439.768.05 35.960.56 328.097.05 42.395.19 5.375.69 230.601.86 49.724.31 848.886.13 479.145.26 369.740.87 38.826.28 6.465.10 324.146.25 3.049.992.48 1.788.242.62 503.391.34 539.952.30 66.633.81 150.564.27 414.768.71 145.981.60 320.71 268.466.40 1.622.278.71 0.00 1.622.278.71 108.831.33 102.962.58 0.00 5.868.75 222.062.67 1.821.127.25 1.342.695.14 11.582.49 466.849.62 509.070.50 468.765.90 56 40.304.60 354.357.06 47.007.79 5.806.82 248.496.56 53.045.89 890.534.38 488.536.50 401.997.88 41.408.23 7.432.31 353.157.34 3.055.546.83 1.785.023.78 505.205.00 543.569.98 66.727.10 155.020.97 422.209.26 147.324.63 324.05 274.560.59 1.708.132.69 0.00 1.708.132.69 113.586.84 107.410.56 0.00 6.176.27 247.511.05 1.977.981.19 1.469.311.29 11.895.22 496.774.68 544.572.32 500.067.98 44.504.34 382.656.01 51.647.46 6.262.07 268.401.13 56.345.34 931.075.83 492.640.21 438.435.62 44.298.52 8.206.76 385.930.34

PDRB DENGAN MIGAS PDRB TANPA MIGAS

8.308.059.04 8.167.914.64 8.641.734.07 8.497.782.19 8.993.023.09 8.847.041.49 9.383.272.03 9.235.947.40

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2013


(2)

Lampiran 4. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian

Nama Judul Alat Analisis Kesimpulan

Tatang Widjojoko, Altri Mulyani dan Irene Kartika Eka Wijayanti (2006)

Kajian finansial dan nilai tambah gula semut (granular sugar) di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas

Analisis R/C rasio dan analisis nilai tambah Hayami

Nilai R/C rasio yaitu 1,15, nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00/bulan dari total biaya produksi sebesar Rp731.808,19/bulan serta keuntungan sebesar Rp117.520,48/bulan dengan titik impas pada tingkat 6,94 kg/bulannya dengan harga jual Rp5.000,00/kg. Sedangkan analisis nilai tambah dari nira selama satu bulan produksi diperoleh nilai tambah sebesar Rp590,00 per kg bahan baku utama nira dari selisih nilai luaran dengan harga bahan baku utama dan sumbangan masukan lain.

Ummi Masrah

(2009)

Analisis Pendapatan Pengolahan Gula Aren pada Industri Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser

Analisis kelayakan usaha dengan R/C rasio dan BEP

Diperoleh hasil produksi 383,80bungkus/bulan dengan harga jual Rp7.000,00 dan pendapatan bersih sebesar Rp793.123.52. Nilai R/C rasio yang sebesar 1,4. berdasarkan analisis Break Event Point (BEP) diperoleh hasil untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan kotor (TR) sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64. Irene Kartika Eka

Wijayanti, Dyah Ethika N., dan Indah Widyarini (2007)

Prospek pengembangan agroindustri minuman lidah buaya di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah

Analisis biaya dan pendapatan, analisis R/C rasio, analisis titik impas, serta analisis nilai tambah Hayami

Diperoleh nilai R/C rasio sebesar 1,28 atau >1, rerata penerimaan (Rp96.000.000,00) dan rerata biaya (Rp74.578.000,00) sehingga keuntungannya positif (Rp21.421.120,00). Jumlah produksi aktual (5.000 kardus) telah melebihi titik impas sebesar (1.382,65 kardus) dan (Rp26.457.377) serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00. Anton Martono,

Sulistyani

Budiningsih dan Watemin (2007)

Analisis kelayakan ekonomi Agroindustri gula kelapa di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja

Analisis biaya dan pendapatan dan analisis R/C rasio

Terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai R/C = 1,003 untuk pengrajin pemilik dengan biaya produksi Rp466.771,00 (menguntungkan), R/C = 0,679 untuk pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40 (tidak menguntungkan) dan R/C = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan


(3)

biaya produksi Rp489.165,70 (tidak menguntungkan). Hartati dan Mulyani

(2009)

analisis efisiensi usaha mengenai profil dan prospek bisnis minyak dara (Virgin Coconut Oil/VCO) di Kabupaten Cilacap

Analisis efisiensi usaha, BEP dan ROI serta analisis nilai tambah

Diperoleh nilai R/C rasionya sebesar 1,318 artinya usaha agroindustri VCO mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI (Return of Investment) = 31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya sebesar Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77. BEP (Break Even Point) sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan aktual Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap menguntungkan.

Maninggar Praditya (2010)

analisis usaha industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri

Analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan profitablitas, analisis risiko dan R/C rasio

Biaya total rata adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75%. Besarnya nilai koefisien variasi (CV) industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri sebesar 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15.

Idham Alamsyah (2007)

Analisis nilai tambah dan pendapatan usaha industri rumah tangga “Kemplang” berbahan baku utama sagu dan ikan

Analisis biaya produksi, Penerimaan dan pendapatan yang dilanjutkan dengan analisis nilai tambah Hayami

Diperoleh pendapatan usaha sebesar Rp979.535,88/bulan. Dimana harga pokok, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85 per kg. BEP mix dicapai saat penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun nilai tambah kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang ikan kakap sebesar Rp6.795,83 per kg dengan nilai R/C rasio 1,09.


(4)

Lampiran 5.Pengolahan gula kelapa

Foto 1.Pohon kelapa yang siap untuk disadap (diambil niranya).

Foto 2.Jirigen untuk menampung nira yang diletakkan di pohon kelapa selama 6-7 hari.

Foto 3.Nira hasil sadapan yang siap untuk dimasak.

Foto 4.Kayu Bakar untuk bahan bakar memasak nira menjadi gula kelapa.

Foto 1. Kegiatan pemasakan nira hingga mendidih selama 7-8 jam

Foto 2. Salah seorang pengrajin yang sedang mengawasi proses masaknya gula kelapa

Foto 7.Gula kelapa yang sudah kering dan siap untuk dijual.

Foto 8.Kondisi bangunan tempat produksi gula kelapa sekaligus tempat tinggal pengrajin gula kelapa.


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Januari 1989.Penulis adalah

anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli Sofyan dan

Ibunda Isnaniah.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama yang diselesaikan

pada tahun 2004 di SLTPN 34 Medan.Pendidikan lanjutan menengah atas di

MAN 1 Medan diselesaikan pada tahun 2007 dan pendidikan diploma

tigadiselesaikan pada tahun 2010 di Program Keahlian Manajemen Agribisnis

Program Diploma III Institut Pertanian Bogor.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Program Sarjana Alih Jenis, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

regular pada tahun 2010.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai tim Sportakuler

Fakultas Ekonomi dan Manajemen 2010 cabang Atletik.