dengan bakul akan dapat memajukan hubungan serta usaha pada masing- masing pihak yang bersangkutan.
Seorang depot dalam hubungan dengan komunitas nelayan sebenarnya juga mengenal para nelayan yang biasa menangkap ikan di laut dan jenis ikan
yang diperoleh, namun karena ketentuan umum yang telah berlaku adalah seorang nelayan menjual ikan kepada pedagang ikan baru kemudian pedagang ikan
menjual kepada depot maka depot itu sendiri tidak mau menerima langsung ikan dari nelayan. Begitu pula para nelayan, mereka tidak berani untuk menjual ikan
secara langsung kepada seorang depot. Hal tersebut seperti pernyataan Bapak Mj seorang depot ikan di wilayah Sentolo Kawat sebagai berikut :
”Saya sebenarnya mengenal nelayan-nelayan di sini yang ikannya sesuai atau tidak dengan yang saya butuhkan, mereka juga tetangga saya, tapi ya...mereka
tidak berani menjual ke saya... Ya...kan tidak enak sudah ada langganannya masing-masing. Saya langsung urusan dengan bakul-bakul, yang menjual ikan
dalam jumlah besar...” diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia
Adanya hal yang mengatur secara tidak langsung perihal pemasaran hasil laut di kawasan ini telah menumbuhkan suatu ketentuan umum. Ketentuan yang
telah berlaku di wilayah tersebut membuat seorang depot, pedagang kecil, maupun nelayan sudah saling mengerti kondisi maupun hal-hal yang dapat atau
tidak dapat mereka lakukan. Masing-masing peran dalam pemasaran ikan mendapat manfaat yang sesuai dengan adanya saling pengertian yang berkembang
di wilayah tersebut.
6.1.1.6 Asset Sosial berbentuk Hubungan Sosial Nelayan dengan Pengasin
Hubungan yang terjalin antara nelayan dengan pengasin adalah hubungan antara produsen dengan penyedia input.
Nelayan sebagai pemasok ikan maupun udang, sedangkan pengasin yang mengolahnya menjadi ikan asin maupun
rebon. Seorang pengasin biasanya memi liki beberapa langganan nelayan sendiri yang selalu menjual hasil tangkapannya kepada pengasin.
Pengasin yang terdapat di Sentolo Kawat terbagi dalam tiga tingkatan yaitu pengasin sekaligus pengepul, pengasin musiman, serta penjemur
musiman. Pengasin sekaligus pengepul menerima bahan baku ikan mentah dari
para nelayan untuk diolah serta menerima ikan asinrebon dari pengasin lainnya. Sedangkan pengasin musiman hanya mengasinkan ikanmenjemur rebon hanya
pada musim ikan dan penjemur musiman hanya bertugas menjemurkan rebon yang di dapat dari seorang juragan pengepul dengan membeli rebon basah
kemudian dijemur dan dijual kembali kepada juragan tempat penjemur tersebut mengambil rebon basah. Biasanya untuk setiap penjemuran, seorang penjemur
mendapatkan selisih pembelian dan penjualan atau keuntungan sebesar 100.000 rupiah untuk setiap empat blong atau empat kwintal. Keuntungan tersebut dibagi
dua dengan teman menjemurnya. Bila terjadi kegagalan dalam menjemur misalnya kurang kering atau berbau busuk karena cuaca, maka biasanya setelah
dijual akan mengalami kerugian sekitar 10.000 rupiah atau lebih seperti yang pernah dialami oleh Ibu Rn seorang penjemur musiman dan rekannya. Bapak Ise
seorang pengasin dan pengepul yang berhubungan langsung dengan nelayan di Sentolo Kawat memiliki sekitar 30 orang yang menjadi nelayan langganannya.
Hasil laut yang di jual kepada pengasin harus sesuai dengan keinginan pihak pengasin. Selain rebon, jenis ikan yang diterima pengasin yaitu teri, layur, tiga
waja, siting, bilis, tanjan, cikong, dan petek.
Dalam asset sosial berbentuk hubungan antara pengasin dan nelayan, hubungan ini dimanfaatkan pada masa normal dan kritis.
Biasanya pengasin
memberikan modal kepada nelayan langganannya dalam bentuk uang yang digunakan untuk keperluan pembelian bahan bakar, alat penangkapan jaring,
serta bekal makan. Biasanya pengasin juga memberi pinjaman untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidup para nelayan yang membutuhkan. Seorang nelayan
biasanya meminjam uang kepada pengasin, dengan konsekue nsi nelayan tersebut menjual hasil tangkapan kepada pengasin langganannya tersebut.
Kondisi perekonomian seorang pengasin juga tergantung dari sedikit banyaknya bahan baku ikan yang tersedia, yaitu tergantung pada musim ikan atau
musim paceklik. Seorang pengasin biasa menimbun ikan dengan garam yang berkualitas bagus dimana produk tersebut akan bertahan ditimbun hingga satu
bulan lamanya. Bapak Ise mengatakan bahwa menurunnya pembelian terhadap ikan asin adalah seitar sepuluh hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. Untuk
memperlancar usaha pengasinan ikan serta dapat memberikan hutang kepada nelayan sebagai bentuk bantuan kebutuhan hidup maupun modal melaut, seorang
pengasin harus memperlancar pemasaran hasil produksi. Bapak Ise memasarkan produknya hingga ke Jakarta dan Sumatra apabila kondisi barang di wilayah
Pantura sedang kosong. Lain halnya dengan Ibu TL yang hanya mendapatkan ikan dari beberapa
kapal nelayan. Ibu TL merupakan pengasin menengah yang menjual hasilnya kepada pengepul seperti Bapak Ise dan pada pasar lokal di kecamatan maupun
kota-kota dekat. Bila benar-benar kesulitan memasarkan, pengasin menengah hanya bergantung pada pengasin pengepul dengan menjual ikannya pada
pengepul tersebut yang tentunya dengan harga yang lebih rendah dibandingkan bila ia jual sendiri pada pembeli lainnya. Sehingga para pengasin juga mengalami
penstrataan yang sama seperti halnya nelayan dengan status yang berbeda dan pendapatan yang berbeda pula. Kedua jenis mata pencaharian tersebut juga sama -
sama hidup tergantung pada sumber daya alam laut saja.
6.1.2 Asset Sosial berbentuk Hubungan Sosial Berbasis Pertetanggaan