37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.3 Tahap Pemurnian Gelatin
Pada tahap ini, proses penyaringan ekstrak gelatin menghasilkan filtrat gelatin yang jernih. Kemudian dilakukan proses pendinginan pada filtrat gelatin.
proses ini menghasilkan filtrat gelatin menjadi bentuk gel. Menurut Martianingsih Atmaja 2009, proses pendinginan filtrat gelatin di dalam
lemari pendingin dilakukan untuk memadatkan struktur gel gelatin. Pendinginan akan membentuk gel yang thermoreversibel. Pendinginan mengakibatkan
transisi struktur gulungan yang acak menjadi struktur heliks yang baru dan akan memperkuat kekuatan gel gelatin yang dihasilkan. Struktur helik yang baru
terbentuk tersebut tidak sama dengan struktur asli kolagen, karena terbatasnya jumlah tripel helik yang terbentuk kembali.
Tahap terakhir adalah proses pengeringan. Pada proses ini, gelatin yang semula dalam fasa gel mencair akibat pemanasan, hingga akhirnya
menghasilkan gelatin kering berbentuk lembaran film tipis seperti pada gambar 4.1 a. Gelatin yang diperoleh mempunyai sifat higroskopis dan melunak jika
diletakkan dalam kondisi terbuka. Menurut Karlina 2009, suhu pengeringan tidak dibuat terlalu tinggi untuk menghindari denaturasi rantai polipeptida.
4.2 Rendemen Gelatin
Nilai rendemen yang diperoleh adalah 6,29±0,9. Rendemen merupakan persentase gelatin yang dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin yang
dihasilkan dengan berat bahan baku kulit sapi yang telah dibersihkan dan dipotong-potong Munda, 2013. Nilai rendemen merupakan indikator untuk
mengetahui efektivitas metode yang diterapkan pada penelitian, khususnya terkait proses produksi menghasilkan suatu produk Ramadani, 2014. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui hasil ekstraksi gelatin sampel dari kulit sapi menggunakan hidrolisis asam asetat.
Rendahnya rendemen disebabkan karena suhu dan waktu pemanasan pada saat ekstraksi yang dilakukan belum optimal, karena Setiawati 2009
menyatakan bahwa konversi kolagen menjadi gelatin dapat dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan. Selain itu, Menurut Nurilmala 2006, rendahnya
rendemen yang dihasilkan disebabkan karena sedikitnya jumlah ion hidrogen yang menghidrolisis kolagen dari rantai tripel heliks menjadi rantai tunggal.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendapat ini juga diperkuat oleh Lombu 2015 bahwa jika lama atau waktu hidrolisis tidak dilakukan dengan tepat, maka akan menyebabkan rendemen
menjadi rendah. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan optimasi suhu dan waktu pemanasan pada saat ekstraksi, juga optimasi terhadap
waktu lama proses hidrolisis serta konsentrasi asam asetat yang digunakan pada saat hidrolisis untuk dapat menghasilkan rendemen yang optimal.
4.3 Karakteristik Gelatin
Analisis yang dilakukan terhadap gelatin sampel kulit sapi adalah analisis sifat fisika kimia gelatin meliputi organoleptik, pH, kejernihan, viskositas, sifat
busa, emulsifikasi, daya serap air dan lemak, serta analisis komposisi kimia meliputi kadar air, kadar abu dan kandungan hidroksiprolin. Gelatin standar sapi
komersial yang berasal dari kulit sapi digunakan sebagai pembanding, karena belum ada standar nilai acuan untuk beberapa parameter fungsional gelatin.
Gelatin sapi komersial ini merupakan campuran heterogen protein yang berasal dari kolagen dan larut dalam air dengan massa molekul rata-rata yang tinggi.
Gelatin komersial merupakan gelatin tipe B proses basa yang berasal dari kulit sapi. Selain itu, gelatin sapi komersial larut dalam panas daripada di air dingin.
Praktis tidak larut dalam pelarut organik seperti alkohol, kloroform, karbon disulfida, karbon tetraklorida, eter, benzena, aseton, dan minyak. Jumlah bloom
ditentukan dengan Gelometer Bloom, merupakan indikasi dari kekuatan gel yang terbentuk dari larutan konsentrasi yang sudah diketahui. Gelatin sapi
komersial ini memiliki kekuatan gel sebesar 225. Berikut adalah rangkuman hasil karakteristik pada gelatin sampel kulit sapi yang diperoleh menggunakan
hidrolisis asam asetat: