Penelitian Mengenai Ketimpangan Regional dan Krisis Ekonomi

17

2.8.2 Penelitian Mengenai Ketimpangan Regional dan Krisis Ekonomi

Dalam penelitiannya yang berjudul “Regional of Inequality in Indonesia and The Initial Impact of The Economic Crisis”, Akita dan Alisyahbana 2002 mengukur ketimpangan dengan menggunakan indeks entropi Theil berdasarkan pada district-level GDP dan data populasi pada periode 1993-1998. Total kesenjangan pendapatan regional meningkat secara signifikan pada periode 1993-1997 yaitu dari 0,262-0,287. Selama itu pula Indonesia mencapai angka pertumbuhan rata-rata pertahun lebih dari 7. Sehingga, kesenjangan dalam propinsi memainkan peran yang semakin penting di dalam penentuan total kesenjangan pendapatan regional, atau mencapai kira-kira setengah dari seluruh kesenjangan pendapatan regional pada tahun 1997. Kesenjangan antar propinsi dan antar daerah memberi konstribusi secara berturut-turut sebesar 43,1 dan 7,2. Akan tetapi akan sangat menyesatkan jika meningkatnya atau berkurangnya kesenjangan regional hanya didasarkan pada data propinsi, khususnya pada saat ekonomi berkembang dengan sangat cepat dan mengalami perubahan struktural yang signifikan. Dilihat dari segi GDP per kapita, krisis ekonomi menyebabkan ekonomi Indonesia kembali ke level di tahun 1995. Tetapi dampaknya sangat berbeda antara propinsi dan kabupaten, namun demikian total kesenjangan pendapatan regional, seperti diukur menggunakan data tingkat kabupaten, turun ke 0,266 pada tahun 1998 yang sesuai dengan level pada tahun 1993-1994. Daerah Jawa-Bali memainkan peran yang menyolok dalam penurunan ini. DKI Jakarta merupakan provinsi yang terkena implikasi terparah di Indonesia. Dikarenakan adanya ketergantungan pada sektor-sektor penghasil non-migas, keuangan dan konstruksi, yang berdampak tidak menguntungkan terhadap adanya krisis. GDP per kapita DKI Jakarta turun sampai hampir 20, kembali pada tingkat terendah pada tahun 1993. Ekonomi propinsi-propinsi Jawa lainnya juga menyusut secara signifikan, tetapi dampaknya tidak separah di Jakarta. Sebagai akibatnya, jurang pemisah GDP per kapita antara DKI Jakarta dan provinsi-provinsi Jawa-Bali lainnya menjadi menyempit. Selain pulau Jawa-Bali, Sumatra juga mengalami penurunan GDP per kapita sebesar 7 sebagai akibat adanya krisis. Akan tetapi krisis ekonomi tidak begitu berpengaruh yang sangat kuat terhadap Kalimantan dan Sulawesi. Dampak krisis ekonomi muncul secara tidak proposional dalam area-area 18 perkotaan di Jawa-Bali. Di DKI Jakarta dan Jawa Barat, serta kabupaten- kabupaten Jabotabek sangat terpengaruh, dengan pengecualian Jakarta Pusat, semuanya mencatat penurunan 20 atau lebih dalam GDP per kapita. Akibatnya kesenjangan dalam propinsi untuk propinsi Jawa Barat mengalami penurunan. Begitu juga di Jawa Tengah dan di Jawa Timur, hal ini disebabkan karena penurunan yang sangat tinggi GDP per kapita di kota-kota utama propinsi. 19

III. METODE KAJIAN