Kelompok Daerah Kaya dan Miskin Provinsi Jawa Barat

44 sama dengan kelompok wilayah lainnya. Bila aglomerasi dapat tumbuh di masing-masing kabupatenkota dan kelompok maka akan banyak kabupatenkota yang dapat berperan sebagai pusat pertumbuhan dan menarik kabupatenkota di sekitarnya daerah penyangga menuju pertumbuhan yang lebih tinggi, sehingga mengurangi masalah kesenjangan pendapatan yang tajam antar kabupatenkota dan antar kelompok.

5.1.2 Kelompok Daerah Kaya dan Miskin Provinsi Jawa Barat

Untuk mempertajam penelitian atas bagaimana disparitas pendapatan antar kabupatenkota di Jawa Barat, selain dikelompokan berdasarkan lokasi wilayah, juga dilakukan penelitian berdasarkan kelompok Daerah Kaya dan Miskin. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 7 Koefisien Theil Kelompok Daerah Kaya-Miskin di Jawa Barat Tahun 1995-2006 Tahun Antar Kaya-Miskin Dalam Kaya-Miskin Total Indeks Kaya Miskin Indeks 1995 0,261 97,84 0,002 0,84 0,004 1,32 0,266 100 1996 0,279 98,88 0,002 0,71 0,001 0,41 0,282 100 1997 0,279 98,87 0,002 0,74 0,001 0,39 0,282 100 1998 0,280 98,49 0,003 1,20 0,001 0,31 0,284 100 1999 0,281 98,49 0,003 1,19 0,001 0,31 0,285 100 2000 0,300 98,85 0,003 0,90 0,001 0,26 0,304 100 2001 0,300 98,86 0,003 0,88 0,001 0,26 0,303 100 2002 0,337 99,01 0,003 0,77 0,001 0,22 0,340 100 2003 0,354 98,98 0,003 0,73 0,001 0,30 0,358 100 2004 0,354 98,98 0,002 0,69 0,001 0,33 0,358 100 2005 0,353 99,08 0,002 0,59 0,001 0,33 0,357 100 2006 0,356 99,24 0,002 0,43 0,001 0,33 0,359 100 Rata-Rata 0,311 98,80 0,002 0,81 0,001 0,40 0,315 100 Persentase koefisien antara kelompok daerah kaya-miskin terhadap total disparitas Jawa Barat dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006 adalah relatif tinggi, yaitu berkisar antara 97,84 sampai dengan 99,24 dengan rata-rata 98,80 dari total indeks Theil. Sedangkan sisanya sebesar 1,21 merupakan agregat dalam kelompok daerah kaya dan miskin. Hal ini menunjukan persamaan dengan hasil analisis sebelumnya pada pembagian kelompok berdasarkan Bakorwil dimana disparitas yang tinggi justru terjadi antar kelompok. Ini menunjukan bahwa kesenjangan lebih dominan pada perbedaan tingkat 45 ekonomi antar kelompok kabupatenkota, sedangkan kesenjangan yang terjadi di dalam kelompok lebih rendah. Kabupatenkota yang kaya mempunyai rata-rata koefisien within lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kabupatenkota miskin yaitu sebesar 0,81 dari total indeks dibandingkan dengan 0,40 dari total indeks. Tren pergerakan kesenjangan dalam kelompok kaya dan miskin dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 8 Tren Indeks Kesenjangan dalam Kelompok Berdasarkan Kelompok Daerah Kaya Miskin Jawa Barat Tahun 1995–2006. Gambar 8 memperlihatkan kontribusi masing-masing koefisien Dalam Kelompok dari pengelompokan Jawa Barat menjadi kelompok kabupatenkota kaya dan kelompok kabupatenkota miskin. Kesenjangan di dalam kelompok kabupatenkota kaya meningkat pada masa krisis ekonomi dan cenderung turun pada tahun-tahun berikutnya. Pada kelompok kabupatenkota miskin, awalnya kesenjangan pendapatan tinggi kemudian menurun. Walaupun terjadi fluktuasi, namun cenderung stabil pada tahun-tahun berikutnya. Tingginya kesenjangan antar kabupatenkota kaya dengan kabupatenkota adalah karena peluang ekonomi dan fasilitas infrastruktur yang terdapat di suatu kabupatenkota kaya telah menarik lebih banyak aktivitas ekonomi. Sehingga, menjadikan kabupatenkota tersebut lebih berkembang dan mempunyai pendapatan yang tinggi dibandingkan dengan kabupatenkota yang tergolong memiliki fasilitas infrastruktur dan regulasi yang kurang mendukung. Selain perekonomian yang maju, faktor jumlah penduduk yang terbatas membuat kabupatenkota menjadi menonjol. 46 Dari hasil analisis di atas, maka perbedaan pencapaian pembangunan ekonomi tiap-tiap kabupatenkota di Jawa Barat dapat dikelompokan menjadi empat kuadran berdasarkan PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonominya selama 1995-2006. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB perkapita sebagai sumbu horizontal, dapat dilakukan pengelompokan yang menurut Kuncoro 2004 adalah sebagai berikut: i Kuadran I : PDRB per kapita rendah, tetapi pertumbuhan ekonomi tinggi, disebut kabupatenkota yang berkembang cepat. ii Kuadran II : PDRB per kapita tinggi, dan pertumbuhan ekonomi tinggi, disebut kabupatenkota yang cepat maju dan cepat tumbuh. iii Kuadran III : PDRB per kapita tinggi, tetapi pertumbuhan ekonomi rendah, disebut kabupatenkota yang maju tapi tertekan. iv Kuadran IV : PDRB per kapita rendah, dan pertumbuhan ekonomi rendah, disebut kabupatenkota yang relatif tertinggal. Pengelompokan tersebut akan memperlihatkan pola perkembangan perekonomian kabupatenkota di Jawa Barat. Untuk melihat pergeseran pola perekonomian kabupatenkota, berikut ini ditampilkan gambar perbandingan pola perekonomian pada awal penelitian yaitu tahun 1997 dan perkembangannya pada tahun 2006. Gambar 9 Pola Perekonomian KabupatenKota di Jabar berdasarkan PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1997. K K a a b b K K o o t t a a B B e e r r k k e e m m b b a a n n g g 47 Gambar 10 Pola Perekonomian KabupatenKota di Jabar berdasarkan PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2006. Dari gambar di atas menunjukan selama proses pembangunan ekonomi terdapat beberapa kabupatenkota yang mengalami kemajuan, walupun ada yang tetap pada kondisi sebelumnya bahkan adapula yang bergeser menjadi kabupatenkota yang tertinggal di banding kabupatenkota lainnya. Secara singkat kabupatenkota yang mengalami pergeseran ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 8 Pergeseran Pola Perekonomian KabupatenKota di Jabar perbandingan Tahun 1997 dengan 2006 No KabupatenKota 1997 2006 1 Kab Cianjur tertekan tertinggal 2 Kab Bandung maju berkembang 3 Kab Cirebon tertinggal berkembang 4 Kab Majalengka berkembang tertinggal 5 Kab Indramayu tertinggal berkembang 6 Kab Purwakarta tertinggal tertekan 7 Kab Karawang berkembang maju 8 Kota Sukabumi tertekan berkembang Fakta tersebut menunjukan pencapaian perekonomian antar kabupatenkota sebagai hasil proses pembangunan terjadi perbedaan. Perbedaan tersebut dilihat dari sudut pandang pencapaian PDRB memperlihatkan adanya kesenjangan pendapatan antar kabupatenkota. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing kabupatenkota, adanya pemekaran wilayah, dan perbedaan kemampuan tiap kabupatenkota K K a a b b K K o o t t a a B B e e r r k k e e m m b b a a n n g g K K a a b b K K o o t t a a M M a a j j u u d d a a n n T T u u m m b b u u h h K K a a b b K K o o t t a a M M a a j j u u t t a a p p i i t t e e r r t t e e k k a a n n K K a a b b K K o o t t a a r r e e l l a a t t i i f f t t e e r r t t i i n n g g g g a a l l 48 dalam memaksimalkan sumber daya yang dimiliki sehingga mempengaruhi kontribusi PDRB. Kebijakan pembangunan pemerintah daerah pun turut mempengaruhi kearah mana fokus perekonomian akan dicapai, apakah mengutamakan pertumbuhan melalui peningkatan pendapatan secara terus- menerus atau pemerataan perekonomian bagi masyarakatnya. Salah satu tolok ukurnya dapat dilihat dari alokasi jenis pengeluaran pembangunan pemerintah daerah. Secara umum di Provinsi Jawa Barat telah terjadi pemusatan-pemusatan aktivitas ekonomi di beberapa kabupatenkota sebagaimana hasil analisis indeks theil sebelumnya. Dalam rangka proses konvergensi suatu kabupatenkota, maka perlu diketahui kabupatenkota terdekat mana yang mempunyai pendapatan dan pertumbuhan yang tinggi dan relatif stabil dari tahun ke tahun. Untuk itu berdasarkan rata-rata PDRB perkapita dan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 2003-2006 pemetaan kabupatenkota dapat dikelompokan dalam gambar berikut ini. Gambar 11 Pola Perekonomian KabupatenKota di Jabar Tahun 2003-2006. Dari gambar 11 kiranya Pemerintah Daerah dapat memetakan langkah untuk dapat menjadi kabupatenkota pendukung dari kabupatenkota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yaitu kabupatenkota kelompok yang berkembang pesat, cepat maju dan cepat tumbuh. Pada Bakorwil Purwakarta, Kab Sukabumi K K a a b b K K o o t t a a B B e e r r k k e e m m b b a a n n g g K K a a b b K K o o t t a a M M a a j j u u T T u u m m b b u u h h K K a a b b K K o o t t a a R R e e l l a a t t i i f f T T e e r r t t i i n n g g g g a a l l K K a a b b K K o o t t a a M M a a j j u u T T a a p p i i T T e e r r t t e e k k a a n n 49 Kabupaten Purwakarta mempunyai pola ekonomi yang maju tapi tertekan. Kabupaten Purwakarta di kelilingi oleh KabupatenKota yang mempunyai pola ekonomi yang berkembang, cepat maju dan cepat tumbuh seperti Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Subang. Pemda Kabupaten Purwakarta dapat mengarahkan alternatif proses konvergensi perekonomiannya pada keempat kabupatenkota tersebut untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dengan terus membuka kesempatan kerja melalui pembukaan investasi baru. Keistimewaan pada kelompok Bakorwil ini adalah hampir semua kabupatenkota telah mempunyai pendapatan yang tinggi karena lokasinya sebagai penyangga DKI Jakarta. Kabupaten Sukabumi dan Cianjur termasuk daerah yang relatif tertinggal dalam hal pertumbuhan ekonomi dan pendapatannya dibanding dengan KabupatenKota Bogor, Kota Sukabumi, dan Kota Depok yang termasuk dalam kelompok Bakorwil Bogor. Untuk itu kebijakan Pemda dan Bakorwil ini diarahkan menuju Kota Bogor, Sukabumi, Depok, dan Kabupaten Bogor. Pemerintah Daerah yang tergabung dalam Bakorwil Cirebon dan Priangan seyogyanya dapat menjadikan Kota Cirebon dan KabupatenKota Bandung sebagai Barometer dalam rangka mengejar ketertinggalannya. Dimana Kabupaten dan Kota Bandung serta Kota Cirebon mempunyai pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang tinggi dan menjadi pusat aktivitas perekonomian dalam kedua Bakorwil tersebut.

5.2. Model Estimasi Tingkat Disparitas Pendapatan antar KabupatenKota