56 liburan mendorong tingkat kunjungan wisatawan domestik ke Jawa Barat,
khususnya Kota Bandung paling besar dalam pembentukan inflasi di Jawa Barat. Tujuan kunjungan sebagian besar wisatawan tersebut adalah wisata
kuliner berbelanja makanan dan fashion berbelanja di factory outlet serta wisata alam. Hal tersebut meningkatkan permintaan semu semu, karena
banyak didorong oleh permintaan masyarakat luar Bandung terhadap beberapa jenis barang dan jasa, seperti makanan jadi, sandang, dan jasa
transportasi. Faktor lain yang cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan inflasi
di Jawa Barat adalah faktor ekspektasi pelaku ekonomi, baik produsen, pedagang, maupun konsumen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bank
Indonesia Bandung bekerja sama dengan ISEI Cabang Bandung, ekspektasi inflasi membentuk 50-75 inflasi di Jawa Barat. Isurumor yang berkembang di
masyarakat cukup berpengaruh membentuk perilaku atau respon masyarakat terhadap harga. Pengalaman menunjukkan bahwa jika beredar informasi tentang
rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM menaikkan harga BBM dan gaji pegawai pada beberapa bulan yang akan datang, produsen dan pedagang
menaikkan harga barang lebih awal sebelum kebijakan diberlakukan. Sebagai contoh kejadian kenaikan harga jual eceran rokok pada bulan Maret 2006,
padahal kenaikan tersebut diresmikan pemerintah baru pada bulan April 2006. Sementara itu, dampak ekspektasi terhadap perilaku konsumen justru
menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Contohnya pada saat beredarnya isu kelangkaan suatu barang, seperti minyak tanah pada tahun 2007 terkait dengan
program konversi minyak tanah ke gas, masyarakat beramai-ramai memborong barang tersebut karena khawatir tidak dapat memperoleh barang tersebut sama
sekali pada saatnya nanti. Sehingga pada akhirnya justru perilaku konsumen itu yang menyebabkan terjadinya kelangkaan dan naiknya harga barang.
5.3.2 Pengeluaran Pembangunan Pemerintah
Pengeluaran pembangunan dalam penelitian ini memiliki efek posistif dan secara nyata mempengaruhi tingkat disparitas pendapatan. Pengaruh signifikan
tersebut menunjukan bahwa pengeluaran Pemda merupakan pencipta kestabilan dan implementasi instrumen kebijakan fiskal. Pengeluaran pembangunan
pemerintah menjadi pendorong pembangunan kabupatenkota dan mempunyai efek pada peningkatan penanaman modal swasta di kabupatenkota yang
57 bersangkutan dan terpenuhinya pasokan kebutuhan pokok masyarakat. Dengan
adanya penstabil otomatis maka dapat mengurangi konjungtur perekonomian. Demikian halnya dengan kondisi disparitas pendapatan yang terjadi pada
perekonomian antar kabupatenkota di Jawa Barat, di mana dengan pengeluaran pembangunan akan berpengaruh menciptakan kestabilan melalui kegiatan yang
diperuntukkan menciptakan infrastruktur dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, seperti: pembangunanpemeliharaan jalan, jembatan, rumah sakit,
Puskesmas, dan sekolahan, guna memberikan akses dan dukungan peningkatan perekonomian.
Pengeluaran pembangunan pemerintah mempunyai peran yang penting dalam pembangunan perekonomian. Pengeluaran yang tidak efisien tidak akan
memperbaiki produktivitas perekonomian suatu kabupatenkota. Secara persentase rerata proporsi pengeluaran pembangunan pemerintah daerah
terhadap PDRB kabupatenkota di Jawa Barat selama periode 1995-2006 menunjukan angka yang bervariasi dan kontribusi yang relatif masih rendah
terhadap PDRB. Gambar 13 memperlihatkan rata-rata proporsi pengeluaran pembangunan pemerintah daerah kabupatenkota periode 1995-2006. Proporsi
pengeluaran tersebut adalah terhadap PDRB masing-masing kabupatenkota. Terlihat bahwa proporsi pengeluaran pembangunan pemerintah daerah masih
relatif kecil, yaitu mempunyai rerata antara 0,22 Kota Cimahi sampai dengan 1,75 Kota Sukabumi serta rata-rata keseluruhan sebesar 0,78.
Sumber: Statistika Keuangan Pemda KabKota, BPS.Diolah
Gambar 13 Rata-rata Proporsi Pengeluaran Pembangunan terhadap PDRB Pemda KabKota di Jawa Barat Periode 1995-2006.
58 Kondisi APBD saat ini menunjukan masih lemahnya komitmen dan
kemampuan kabupatenkota
dalam menggerakkan
sektor-sektor yang
menyentuh kebutuhan dan pengembangan ekonomi rakyat. Belum banyak sumber daya yang dimiliki kabupatenkota untuk menciptakan program-program
yang dapat menggerakkan perekonomian rakyat tanpa menunggu program- program Pemerintah Pusat. Kabupatenkota di Jawa Barat rata-rata
mengalokasikan anggarannya 69 untuk belanja rutin. Dalam belanja rutin dominan digunakan untuk belanja pegawai yang berkaitan dengan upaya
pelayanan jasa publik yang tidak secara langsung memberikan pengaruh pada kinerja perekonomian rakyat. Belanja pembangunan menghadapi masalah
kurangnya alokasi sehingga belum maksimal mendorong upaya memacu pertumbuhan ekonomi.
Kelompok belanja pembangunan menurut bidang antara tahun 2001-2006, menunjukkan bahwa proporsi alokasi KabupatenKota yang paling menonjol
adalah pada bidang suprastruktur, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang bertujuan untuk pembangunan, pengembangan dan bersifat investasi. Bidang
suprastruktur terkait dengan ketersediaan peraturan-peraturan yang menjadi pedoman dalam melaksanakan proses pembangunan. Gambar 14 menunjukan
rata-rata persentase alokasi belanja pembangunan di Jawa Barat tahun 2001- 2006.
Gambar 14 Rata-rata Persentase Belanja Pembangunan Menurut Kelompok Bidang dari Total Alokasi Belanja
Pembangunan di Jawa Barat 2001-2006 .
59 Dari data dalam periode kajian, dalam anggaran pembangunan
pemerintah daerah kabupatenkota terdapat alokasi belanja aparatur pemerintah dan pengawasan rata-rata sebesar 15 dari total belanja pembangunan
pemerintah kabupatenkota.
Belanja pembangunan
ini berdasarkan
penggunaanya adalah untuk membiayai kegiatan administrasi didalam pemerintahan sendiri dan tidak menyentuh kepada belanja yang bersifat
penciptaan infrastruktur daerah, penyerapan tenaga kerja padat karya dan pengembangan sektor-sektor lapangan usaha. Untuk itu perlu diupayakan agar
Pemerintah Daerah kabupatenkota dapat merealokasi anggaran pembangunan dari bidang di luar pendidikan dan kesehatan ke sektor pembangunan
infrastruktur dalam rangka memperbaiki akses bagi masyarakat hingga akhirnya berkontribusi positif meningkatkan pendapatan kabupatenkota. Realokasi
anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur akan menciptakan anggaran yang ‘pro-poor’, salah satunya dapat ditempuh
dengan merealokasi belanja aparatur pemerintah dan pengawasan.
5.3.3 Investasi Swasta