Aspek Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen

2. Uji Homogenitas Setelah kedua kelompok sampel pada penelitian ini dinyatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians kedua kelompok dengan menggunakan uji Fisher. Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Kriteria pengujian yang digunakan kedua kelompok dikatakan homogen apabila ≤ diukur ada taraf signifikansi dan taraf kepercayaan tertentu. Dari hasil perhitungan untuk kelas eksperimen diperoleh varians = 225,51 dan untuk kelas kontrol diperoleh varians = 228,08, sehingga diperoleh nilai = 1,01. dari tabel distribusi F dengan taraf signifikansi α = 5 dan dk pembilang = 38 dk penyebut = 36, diperoleh F tabel = 1,72 . Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelas Jumlah Sampel Kesimpulan Eksperimen 39 1,01 1,72 Varians kedua kelompok homogeny Kontrol 37 Karena F hitung F tabel 0,01 1,72 maka H diterima, artinya kedua kelompok sampel memiliki varians yang sama. Dengan demikian, telah diperoleh bahwa data berdistribusi normal dan homogen sehingga uji hipotesis yang dilakukan menggunakan uji-t.

C. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan uji prasyarat analisis yang menunjukkan bahwa sampel berdistribusi normal dan homogen, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t. Dari hasil perhitungan diperoleh t hitung = 2,36 dan t tabel = 1,67 pada taraf signifikan α = 5 dan derajat kebebasan dk = 74. Hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel berikut ini : Hasil perhitungan uji-t pada tabel di atas terlihat bahwa t hitung lebih besar dari t tabel 2,36 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa H ditolak dan H 1 diterima dengan taraf signifikansi 5 . Berdasarkan hasil perhitungan uji-t tersebut maka dapat dibuat sketsa kurvanya sebagai berikut : Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan gambar di atas, dapat terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel . Terlihat jelas bahwa t hitung berada pada daerah penolakan H daerah kritis. Hal ini berarti bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Kelas dk t hitung α = 0,05 t tabel α = 0,05 Kesimpulan Eksperimen 74 2,36 1,67 Tolak H Kontrol

1.99 2.36 Tabel 4.7

Hasil Uji-t Setelah dilakukan uji hipotesis, maka diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif dengan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran konvensional dengan taraf signifikansi 5. Hal itu dapat terlihat dari perolehan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kedua kelas. Pada kelas eksperimen yang memperoleh nilai rata-rata post test siswa sebesar 62,88, median sebesar 64,58, dan modus sebesar 67,05. Sedangkan kemampuan komunikasi matematik pada kelas kontrol yang memperoleh nilai rata-rata post test siswa sebesar 54,74, median sebesar 53,00, dan modus sebesar 49,83. Berdasarkan perbedaan rata-rata kemampuan komunikasi matematik antara kedua kelas tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif lebih tinggi daripada pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional.

D. Pembahasan

Pengaruh metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif PMK dapat dilihat dari perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen yang memperoleh nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 33 serta nilai rata-rata post test siswa sebesar 62,88. Sedangkan kemampuan komunikasi matematik pada kelas kontrol yang memperoleh nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 27 serta nilai rata-rata post test siswa sebesar 54,74. Adanya kelas kontrol sebagai pembanding memperkuat bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif lebih efektif. Hasil pengujian hipotesis diperoleh bahwa H ditolak dan H 1 diterima, artinya rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan