3 Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan dengan sesama siswa dalam susasana
gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan
meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
4 Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan
teratur. 5 Meningkatkan penerimaan.
6 Meningkatkan hubungan positif. 7 Motivasi Instrinsik makin besar.
8 Percaya diri yang tinggi. 9 Perilaku dalam tugas lebih.
10 Sikap yang baik terhadap guru dan sekolah 11 Siswa bertanggung jawab dengan belajarnya
12 Siswa mengartikan “apa yang guru bicarakan” kepada “apa
yang dikatakan siswa” untuk peer mereka
13 Siswa meningkat dalam “kolaborasi kognitif”. Mereka
mengorganisasi pikirannya untuk dijelaskan ide pada teman-
teman sekelas mereka.
b. Keterbatasan strategi pembelajaran kooperatif adalah
19
:
1 Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap
kurang memiliki kemampuan. 2 Jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan
dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami
tidak pernah dicapai oleh siswa.
19
Wina Sanjaya, Op.Cit, h.250
4. Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam perkembangannya, pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tipe. Tiap tipe mempunyai perbedaan dalam hakekat
pembelajaran, bentuk kerjasama, peranan dan komunikasi antar peserta didik, serta peranan guru. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah
Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot Aronson, Slavin, dan Kagan.
Pembelajaran tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.
20
Blaney, Stephan, Resenfield, Aronson, dan Sikes menyatakan bahwa penerapan strategi Jigsaw akan mencipta peserta didik menyenangi teman-
teman antara satu dan lainnya.
21
Pembelajaran tipe Jigsaw dikenal juga dengan pembelajaran kooperatif para ahli. Menurut Arends hubungan
antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:
22
Kelompok Asal
Kelompok Ahli Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
20
Isjoni, Cooperativ Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok Jakarta: Alfhabeta, 2013, h. 54
21
Blaney, dkk dalam Martinis Yamin, Strategi Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP Press Group,2013, h. 91
22
Martinis Yamin, Ibid, h. 93
Kunci strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi
yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian.
23
Stephen, sikes dan Snapp, mengemukakan langkah-langkah pembelajaran koperatif tipe Jigsaw sebagai berikut
24
: a. Siswa dikelompokkan ke dalam 1 sampai 5 anggota tim;
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda; c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan;
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagiansubbab yang sama bertemu dalam kelompok baru
kelompok ahli untuk mendiskusikan subbab mereka; e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan seksama; f.
Tiap tim asal mempresentasikan hasil diskusi; g. Guru memberikan evaluasi
h. Penutup. Jhonson dan Jhonson melakukan penelitian tentang pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan
anak.
25
Pengaruh positif tersebut adalah: a. Meningkatkan hasil belajar;
b. Meningkatkan daya ingat;
23
Robert E Slavin. Cooperativ Learning. Teori, Riset, Dan Praktik Bandung: Nusa Media.2009, h. 237
24
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Depok: Rajagrafindo Persada,2013, h.220
25
Rusman, Ibid, h.219
c. Dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi; d. Mendorong tumbuhnya motovasi intrinsik kesadaran individu;
e. Meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen; f. Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah;
g. Meningkatkan sikap positif terhadap guru; h. Meningkatkan harga diri anak;
i. Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif;dan j. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong-royong.
5. Hasil Belajar
Proses kegiatan belajar mengajar tidak lepas dari hasil belajar. Hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif
maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar
26
. Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya
27
. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, digunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin
Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
28
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diukur hanya dalam ranah kognitif, yaitu pada aspek pengetahuan
C1, pemahaman C2, aplikasi C3, dan analisis C4.
26
Kunandar, Penilaian Autentik Suatu Pendekatan Praktis Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, h. 62
27
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009, h. 22
28
Nana, Ibid, h.22