Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
sikap logis, kritis dan sistematis dalam menemukan fakta-fakta dan konsep- konsep dari IPA itu sendiri. Dengan adanya pelajaran IPA ini diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
2
IPA merupakan ilmu pasti yang harus diuji kebenarannya. Di dalam pembelajarannya,
IPA seharusnya
dilaksanakan dengan
menggunakan pembelajaran yang melibatkan peserta didik. Dengan melibatkan peserta didik
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir logis dan sistematis serta memberi pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Sehingga
tercapailah tujuan pelajaran IPA yang diharapkan serta tercapai pula keberhasilan belajarnya. Oleh karena itu, pengajaran IPA di sekolah dasar perlu diajarkan
dengan menekankan pemberian pengalaman langsung melalui penggunaan keterampilan proses dan sikap ilmiah yang tentunya harus didukung dengan
berbagai sarana dan prasarana serta metode yang bervariasi. Kenyataan di sekolah pengajaran IPA masih belum menggunakan
metode yang bervariasi karena minimnya peralatan dan terlalu sering menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja. Pada umumnya materi
pembelajaran IPA membutuhkan suatu pembuktian agar siswa tahu bagaimana proses konsep IPA itu ditemukan. Hal inilah yang menyebabkan hasil
pembelajaran IPA masih belum maksimal. Seharusnya di dalam pembelajaran, siswa harus melakukan sebuah percobaan secara langsung agar ia bisa
menemukan sendiri tentang pengetahuan dari teori-teori IPA. Namun, karena ketidaktersediaan peralatan yang ada di sekolahlah yang menyebabkan siswa tidak
melakukan percobaan. Akibatnya guru menyampaikan pembelajaran lebih banyak menggunakan pendekatan ekspositoris yakni siswa hanya dijejali dengan konsep-
2
Poppy Kamalia Devi, Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA untuk
Guru SMP, Modul diakses dari http:www.p4tkipa.netmodulTahun2010BERMUTUMGMPKeterampilan20Proses
20dalam20Pembelajaran20IPA.pdf
pada tanggal 01 Februari 2013 pukul 15.34 WIB, hlm. 2
konsep tanpa praktikum. Padahal, ada beberapa KD IPA di sekolah dasar yang membutuhkan penalaran dan pembuktian konsepteori dari IPA itu sendiri.
Kenyataan lain yang ditemukan dalam pembelajaran IPA di sekolah adalah pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan
kurang kreatif. Apalagi proses pembelajaran saat ini dituntut harus aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Selain itu, pembelajaran IPA di kelas belum bersifat
konstruktif yakni pembelajaran masih berupa teoritis sehingga pembelajaran IPA bersifat abstrak dan siswa sulit memahaminya. Hal itu juga yang menyebabkan
pembelajaran menjadi tidak menarik dan membosankan. Pembelajaran IPA seharusnya bersifat konkrit, sehingga membutuhkan suatu pembuktian.
Pembuktian dalam IPA dapat dilakukan dengan menggunakan media, pendemonstrasian, dan pengeksperimenan.
Selain itu juga, masalah yang terjadi dalam pembelajaran IPA di kelas adalah guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri
atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai objek, keadaan atau
proses tertentu. Ini menandakan bahwa dalam pembelajaran IPA siswa tidak mencoba belajar melalui pengalaman dengan melakukan pengamatan. Padahal
pada pembelajaran IPA siswa dihadapkan pada peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga pembelajaran yang diberikan harus
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya dapat lebih dipertanggung jawabkan. Dengan demikian permasalahan yang terjadi dan
dihadapi pada dunia pendidikan ini khususnya pelajaran IPA adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang diberikan belum
sepenuhnya maksimal. Akibatnya hasil belajar IPA siswa rendah. Salah satu metode yang tepat dalam mengatasi ini permasalahan-
permasalahan di atas adalah metode eksperimen verifikasi. Metode eksperimen verifikasi adalah cara belajar yang melibatkan peserta didik untuk melakukan
percobaan secara sederhana. Dengan metode ini peserta didik mengalami dan membuktikan sendiri hasil percobaannya itu karena pada umumnya materi
pembelajaran IPA membutuhkan pembuktian dan pengalaman nyata bagi siswa
dalam mempelajarinya. Selain itu, metode eksperimen verifikasi mampu memberikan kondisi belajar yang tepat untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dan kreatifitas siswa secara optimal. Ini berarti bahwa metode ini lebih mendorong siswa untuk secara bebas dan kreatif, siswa juga menjadi aktif bukan
pasif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan karakteristik dari metode eksperimen tersebut, maka salah
satu konsep yang cocok untuk diterapkan dengan menggunakan metode eksperimen verifikasi adalah konsep benda dan sifatnya di kelas 5. Di SD konsep
benda dan sifatnya terbagi menjadi dua yaitu berdasarkan wujudnya dan berdasarkan sifatnya. Konsep benda dan sifatnya ini ada di setiap jenjang kelas
namun di setiap jenjang kelas tersebut memiliki standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berbeda-beda. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
itulah yang harus dicapai oleh guru dalam menyampaikan mata pelajaran IPA. Konsep benda dan sifatnya yang menekankan pada wujud benda salah satunya
ada di kelas 4, di mana standar kompetensinya adalah memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda kemudian kompetensi dasarnya adalah siswa
mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas kemudian mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair, padat, dan gas. Berdasarkan pengamatan peneliti
di sekolah, peneliti tidak menemukan kesulitan siswa dalam memahami konsep tersebut. Berbeda dengan kelas 5, konsep benda dan sifatnya ini menekankan pada
sifat benda di mana standar kompetensinya adalah memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai hasil suatu
proses kemudian kompetensi dasarnya adalah mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan penyusunnya misalnya benang, kain, kertas serta
menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap. Berdasarkan pengamatan peneliti di sekolah, peneliti menemukan
kesulitan siswa dalam memahami konsep tersebut sehingga peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di kelas 5 yaitu dengan menggunakan metode
eksperimen verifikasi. Dengan penggunaan metode eksperimen verifikasi ini diharapkan siswa
mampu menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan yang dihadapi
dengan melakukan percobaan sendiri. Selain itu siswa dapat terlatih dalam berpikir ilmiah. Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari
konsep yang dipelajari, sehingga pembelajaran pun menjadi lebih menarik dan siswa memiliki pengalaman yang lebih bermakna.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Metode Eksperimen Verifikasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Konsep Benda dan Sifatnya
”.