Belanja Siluman Kerangka Pemikiran Operasional

a. Sistem Keluhan dan Saran

Perusahaan yang berfokus pada pelanggannya akan memberikan kemudahan bagi pelanggannya dalam memberikan keluhan dan saran. Adapun cara yang digunakan perusahaan dapat berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Beberapa usaha lebih banyak memanfaatkan kotak saran sebagai sarana menampung keluhan dan pemberian saran. Adapula usaha yang memanfaatkan formulir tertulis, e-mail, web pages, customer care dan lainnya sebagai sarana komunikasi dua arah. Bagi perusahaan informasi yang diperoleh merupakan gagasan penting dalam menyelesaikan dan memperbaiki kualitas produk maupun kualitas pelayanan.

b. Survei Kepuasan Pelanggan

Perusahaan-perusahaan yang responsif akan sering melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggannya secara langsung dengan melakukan survei berkala jika perusahaan tidak menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Perusahan akan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan-pelanggan terakhirnya sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka merasa sangat puas, puas, biasa saja, kurang puas, atau sangat tidak puas terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan juga meminta pendapat pelanggan tentang kinerja para pesaing mereka. Selain mengukur tingkat kepuasan maka dapat berguna mengukur keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang, mengukur kemungkinan atau kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek ke pihak lain.

c. Belanja Siluman

Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial yang akan melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang dialami saat membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman ini bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji staf penjualan apakah dapat menangani situasi dengan baik.

d. Analisis Pelanggan yang Hilang

Apabila perusahaan mendapati bahwa ada pelanggan yang berhenti melakukan pembelian maka perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok tersebut untuk mempelajari sebabnya. Bukan hanya penting melakukan wawancara terhadap pelanggan yang mulai berhenti membeli tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan, jika meningkat maka menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya. Menurut Rangkuti 2002, kepuasan pelanggan dapat diukur dengan beberapa cara berikut ini:

1. Traditional Approach

Berdasarkan pendekatan ini, konsumen diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati umumnya menggunakan skala likert, yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 sangat tidak puas sampai 5 sangat puas. Selanjutnya konsumen diminta memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan. Skala Likert merupakan salah satu varian pendekatan semantic differential dan bentuknya lebih langsung, responden diminta untuk memilih jawaban “sangat tidak setuju” 1 sampai “sangat setuju” 5. Masalah yang cenderung muncul dari pendekatan ini adalah: a. Hasil penelitian belum mencerminkan nilai kepuasan secara keseluruhan. Apabila pada waktu menilai secara keseluruhan hasil rata-ratanya kebenaran relatif rendah maka pada waktu dibandingkan dengan nilai kepuasan masing-masing indikator hasilnya pasti akan berada di atas nilai rata-rata standar. Jadi semuanya akan dianggap puas, demikian sebaliknya. b. Survei kepuasan konsumen pada umumnya jarang sekali dapat mewakili populasi apalagi dengan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar. Misalnya menentukan siapa saja pengguna pasta gigi merek tertentu akan sangat sulit. c. Penilaian tingkat kepentingan sering kali membingungkan responden misalnya, “penting untuk apa?”. Dengan demikian, apabila tujuan riset adalah untuk memahami kepuasan pelanggan maka fokus utamanya adalah penjelasan tentang pentingnya indikator kepuasan terhadap tingkat kepentingan konsumen d. Penilaian hasil kepuasan pelanggan umumnya hanya menggambarkan tentang nilai puas dan tidak puas, jelek atau baik yang hanya bersifat kualitatif. Misalnya untuk pertanyaan “Apakah anda ingin menggunakan produk ini lagi?” atau “Apakah anda ingin menggunakan jasa ini kembali?” jarang sekali ditanyakan. e. Skala Likert umumnya bersifat ordinal sehingga apabila langsung menghitung rata-ratanya, intepretasi yang dihasilkan dapat mengalami kekeliruan. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan teknik suksesif, yaitu mentransfer nilai yang diperoleh dari skala Likert ke dalam bentuk interval, setelah itu menghitung nilai rata-ratanya. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan melakukan modifikasi skala Likert yaitu hanya dengan memberikan nilai-nilai ekstrem kepada responden sehingga dapat diperoleh nilai yang bersifat mendekati kriteria yang diinginkan.

2. Analisis secara Deskriptif

Seringkali analisis kepuasan pelanggan hanya berhenti pada pelanggan puas atau tidak puas yaitu dengan mengunakan analisis statistik secara deskriptif. Analisis kepuasan pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan membandingkan hasil kepuasan tahun lalu dengan tahun ini sehingga kecenderungan perkembangannya trend dapat ditentukan.

3. Pendekatan secara Terstruktur Structure Approach

Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik paling popular adalah semantic differential dengan menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian juga dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas dengan produk atau fasilitas lainnya dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk pendekatan terstruktur adalah Analisis Importance dan Performance Matrix

3.1.5 Loyalitas Konsumen

Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau dipakai akan melakukan pembelian ulang produk tersebut. Pembelian ulang yang terus menerus dilakukan terhadap produk dan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen. Menurut Sumarwan 2002, loyalitas konsumen diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu produkjasa di mana konsumsn tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk membeli ulang produkjasa yang sama pada saat sekarang maupun masa datang. Keinginan yang kuat tersebut dibuktikan dengan selalu membeli merek yang sama dan tingkat kepuasan konsumen akan mempengaruhi derajat loyalitas mereka. Mowen dan Minor 1998, diacu dalam Sumarwan 2002 mengidentifikasi pelanggan yang setia terhadap suatu merek ternyata terdapat satu variabel yang dapat memprediksi kesetiaan mereknya, variabel ini adalah kesetiaan toko. Para konsumen yang setia terhadap toko-toko tertentu cenderung juga setia terhadap merek-merek tertentu di toko tersebut. Hal ini dikarenakan merek produk tersebut merupakan satu-satunya yang ada di toko tersebut. Menurut Durianto, et al 2004, kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal kepada suatu merek. Sementara itu, loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk. Menurut Hermawan 2002, loyalitas konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu loyalitas toko store loyalty dan loyalitas merek brand loyalty . Loyalitas toko dapat didefenisikan sebagai sikap setia para konsumen terhadap toko-toko tertentu yang cenderung juga setia terhadap merek-merek tertentu di toko tersebut. Hal ini dikarenakan merek produk tersebut merupakan satu-satunya yang ada di toko tersebut. Loyalitas merek dapat didefenisikan sebagai sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten dilakukan terhadap merek tersebut sepanjang waktu. Terdapat dua pendekatan yang dapat dipakai dalam mempelajari loyalitas merek. Pertama adalah instrumental conditioning, yang memandang pembelian konsisten sepanjang waktu sebagai loyalitas merek. Jadi, pengukuran bahwa seorang konsumen loyal atau tidak dilihat dari frekuensi atau kekonsistenan perilaku pembelian terhadap satu merek. Pendekatan kedua adalah pendekatan kognitif, yang menyatakan bahwa loyalitas merupakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian terus menerus. Pendekatan ini lebih memandang bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari proses psikologis decision making. Konsumen seringkali membeli merek tertentu dikarenakan harganya yang murah, dan ketika terjadi peningkatan harga maka konsumen tersebut cenderung beralih ke merek lain. Pendekatan terakhir adalah pendekatan behavioural yang menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh perilaku dan karena itu perilaku pembelian berulang adalah loyalitas. Ada empat cara mengukur loyalitas konsumen Hermawan, 2002, yaitu:

1. Pengukuran perilaku

Pengukuran ini termasuk pendekatan instrumental conditioning yang memandang bahwa pembelian konsisten sepanjang waktu dapat menunjukkan loyalitas merek. Loyalitas diukur berdasarkan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.

2. Pengukuran switching cost

Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, sebab umumnya biaya untuk beralih merek sangat mahal dan beresiko besar sehingga tingkat perpindahan konsumen akan rendah.

3. Pengukuran kepuasan

Walaupun kepuasan tidak menjamin loyalitas namun, ada kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah maka tidak cukup alasan bagi konsumen untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali terdapat faktor-faktor penarik yang kuat.

4. Pengukuran kesukaan terhadap suatu merek

Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat, atau bersahabat dengan merek yang membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Hal ini dapat menyulitkan pesaing untuk menarik pelanggan yang telah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut. Pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap merek meningkat maka kerentanan kelompok pelanggan dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Pelanggan yang loyal umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut meskipun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk lebih unggul Durianto 2001 diacu dalam Elizabet 2008. Loyalitas merek juga memiliki beberapa tingkatan. Masing-masing tingkatan menunjukkan tantangan yang harus dihadapi sekaligus sebagai aset yang dapat dimanfaatkan Durianto 2004.

1. SwitcherPrice Buyer berpindah-pindah

Pelanggan yang berada pada tingkatan ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkatan paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek lain yang mengindikasikan bahwa individu tersebut sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang terlihat adalah keinginan membeli dikarenakan harga produk merek yang murah.

2. Habitual Buyer pembeli yang bersifat kebiasaan

Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas terhadap merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Kesimpulannya konsumen pada tingkatan ini membeli produk hanya berdasarkan kebiasaan selama ini.

3. Satisfied Buyer pembeli yang merasa puas dengan biaya peralihan

Pada tingkatan ini, pembeli merek termasuk ke dalam kategori puas apabila merek mengkonsumsi merek tersebut, meskipun merasa puas, mungkin saja mereka dapat memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang, dan risiko kinerja yang melekat degnan tindakan merek berganti merek. Untuk menarik minat pembeli dalam kategori ini maka pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar.

4. Liking the brand menyukai merek

Pembeli yang termasuk dalam kategori ini merupakan pembeli yang sungguh- sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional terhadap merek, rasa suka pembeli ini bias saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan symbol rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya. Baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya maupun yang disebabkan oleh perceiced quality yang tinggi.

5. Commited Buyer pembeli yang komitmen

Pada tahapan ini, pelanggan adalah pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna merek dan merek tersebut dianggap sangat penting bagi mereka karena dipandang sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut. Durianto 2004, juga menyatakan bahwa tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasar yang berbeda dan mewakili tipe asset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Berikut disajikan gambar piramida brand loyalty . Gambar 3. Piramida Loyalitas Merek yang Rendah Sumber: Durianto 2004 Piramida brand loyalty pada gambar di atas mengartikan bahwa loyalitas merek tersebut masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kualitas brand loyalty nya, luas piramidanya semakin kecil, yang berarti bahwa kuantitas konsumennya semakin kecil juga. Produk brand loyalty yang baik adalah gambar piramida yang berbentuk terbalik. Keterangan: A = persen commited buyer B = persen liking the brand C = persen satisfied buyer D = persen habitual buyer E = persen switcherprice buyer A B D E C Gambar 4. Piramida Loyalitas Merek yang Tinggi Sumber: Durianto 2004 Piramida brand loyalty pada gambar di atas mengartikan bahwa loyalitas merek tersebut tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kualitas brand loyalty nya, luas piramidanya semakin besar, yang berarti bahwa kuantitas konsumennya semakin besar juga. Menurut Durianto 2004, terdapat lima faktor yang menyebabkan konsumen menjadi loyal terhadap merek yang digunakannnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Nilai merek brand value yaitu persepsi konsumen yang membandingkan biaya atau harga yang harus ditanggung dan manfaat yang dapat diterimanya b. Karakteristik pelanggan customer characteristic yaitu karakter konsumen dalam menggunakan merek. Hal ini dikarenakan sikap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari individu lainnya. c. Hambatan pindah switching barrier yaitu hambatan-hambatan atau biaya yang harus ditanggung konsumen bila ia hendak berpindah dari satu merek ke merek lain. d. Kepuasan pelanggan customer satisfaction yaitu hal yang berkaitan dengan pengalaman pelanggan ketika melakukan kontak terhadap merek yang digunakan. Faktor ini menjadi sangat penting, namun, kepuasan pelanggan saja tidak cukup menyebabkan seorang pelanggan tetap setia terhadap suatu merek. Keterangan: A = persen commited buyer B = persen liking the brand C = persen satisfied buyer D = persen habitual buyer E = persen switcherprice buyer A B D E C e. Lingkungan yang kompetitif competitive environment yaitu hal yang berkaitan dengan sejauh mana kompetisi yang terjadi antara merek dalam satu kategori produk. Pengukuran perilaku tersebut dapat memperhitungkan pola pembelian aktual. Bentuk pengukuran menurut Durianto et.al. 2004 terdiri dari tiga hal yaitu: Repurchase rates tingkat pembelian ulang yaitu jumlah konsumen yang membeli merek yang sama pada setiap kesempatan pembelian, Percent of purchase persentase pembelian, yaitu jumlah konsumsi untuk setiap merek yang dibeli dari beberapa pembelian terakhir, dan numbers of brands purchase jumlah merek yang dibeli, yaitu jumlah konsumen dari suatu produk yang hanya membeli satu, dua, tiga merek, dan seterusnya.

3.1.6 Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen dapat didefenisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Menurut Kotler 2001, preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai produk yang ada. Teori preferensi ini digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Preferensi konsumen ini juga erat hubungannya dengan penetapan pilihan dan hubungan preferensi ini biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar yaitu:

1. Kelengkapan

Jika A dab B merupakn dua kondisi maka setiap orang selalu harus bisa menspesifikasikan apakah: a. A lebih disukai daripada B b. B lebih disukai daripada A c. A dan B sama-sama disukai

2. Transivitas Transivity

Jika seseorang mengatakan bahwa ia lebih menyukai A daripada B, dan lebih menyukai B daripada C maka ia harus lebih menyukai A daripada C.

3. Kontinuitas Continuity

Jika seseorang mengatakan A lebih disukai daripada B maka situasi yang mirip dengan A harus disukai daripada B. Ketiga proposisi di atas diasumsikan tiap orang dapat membuat atau menyusun rangking semua kondisi atau situasi mulai dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai Nicholson 1999, diacu dalam Januarti 2005. Penilaian terhadap produk menggambarkan sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk.

3.1.7 Atribut Produk

Menurut Engel et.al 1994, atribut produk merupakan karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan di mana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya. Pelaku pemasaran perlu mengerti alasan pada sikap ini, terutama pada atribut yang diinginkan konsumen seperti pada tipe ciri dan tipe manfaat. Atribut pada tipe ciri dapat berupa ukuran, atau karakteristik suatu produk rasa, harga, dan warna. Sementara manfaat dapat berupa kesenangan yang berhubungan dengan panca indra atau manfaat non material seperti kesehatan. Kotler 2001 menyatakan bahwa atribut produk adalah mutu ciri keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan, dan model produk produk yang melaksanakan fungsinya meliputi keawetan, keandalan, ketepatan, kemudahan dipergunakan dan diperbaiki serta atribut lain. Oleh sebab itu, preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat dalam suatu produk. Atribut fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama untuk mempengaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan sikap konsumen dan mencerminkan perilaku konsumen dalam membelanjakan atau mengkonsumsi produk.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Martabak Air Mancur merupakan salah satu jenis usaha makanan selingan di kota Bogor yang menganut konsep cepat saji dengan menyajikan menu utama berupa martabak baik martabak manis maupun martabak telur. Sebagai salah satu tempat makan yang sudah cukup dikenal masyarakat baik dalam kota maupun luar kota Bogor, Martabak Air Mancur harus mampu memahami konsumen agar tetap menjatuhkan pilihannya terhadap produk ini. Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis atribut- atribut Martabak Air Mancur sehingga diperoleh informasi seberapa puas konsumen terhadap atribut produk tersebut dan akankah konsumen melakukan pembelian ulang. Pembelian ulang yang dilakukan konsumen tergantung dari tingkat kepuasan dan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk martabak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis mengenai preferensi konsumen terhadap atribut produk martabak khususnya martabak telur. Penelitian ini dilakukan melalui survei lapangan kepada konsumen Martabak Air Mancur. Tingkat kepuasan konsumen dianalisis dengan menggunakan Customer Satisfaction Index CSI yaitu dengan melakukan pembobotan terhadap tingkat kepentingan dan kepuasan atribut produk Martabak Air Mancur sehingga diperoleh indeks kepuasan konsumen secara keseluruhan maupun per atributnya. Analisis kepuasan konsumen meneliti beberapa atribut yaitu atribut produk, harga, orang, proses, tempat, dan bukti fisik. Tingkat loyalitas dianalisis berdasarkan lima tingkatan loyalitas merek yaitu SwitcherPrice Buyer, Habitual Buyer, Satisfied Buyer, Liking The Brand, dan Committed Buyer. Sementara itu, untuk menganalisis kemungkinan perpindahan ke merek lain maka digunakan Brand Switching Pattern Matrix . Kedua alat ini dianalisis melalui analisis deskriptif descriptif analysis. Analisis preferensi konsumen terhadap produk Martabak Telur Air Mancur digunakan Analisis Konjoint. Analisis-analisis tersebut diharapkan dapat memberikan informasi sehingga dapat digunakan untuk merumuskan alternatif strategi pemasaran yang kemudian dapat diimplikasikan untuk meningkatkan volume dan pangsa pasar Martabak Air Mancur. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada kerangka pemikiran penelitian secara skematik pada Gambar 5. Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Customer Satisfaction Index CSI Analisis Konjoint Piramida Loyalitas Brand Switching Pattern Matrix Analisis Deskriptif Umpan Balik Informasi Tingkat Kepuasan Konsumen Informasi Tingkat Loyalitas Konsumen Informasi Preferensi Konsumen - Semakin Bertambahnya Usaha Martabak Sejenis di Sekitar Lokasi Martabak Air Mancur - Persaingan Antar Pengusaha Martabak Semakin Ketat Martabak Air Mancur Analisis Kepuasan Konsumen - Produk - Harga - Orang - Proses - Tempat - Promosi - Bukti Fisik Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Produk Martabak Telur - Varian Isi - Ukuran - Tekstur - Warna Kulit Analisis Loyalitas Konsumen IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian