100
siklus I sebesar 21 dari 52 menjadi 73. Pada tes siklus 1 ke siklus II naik sebesar 7 dari 73 menjadi 80.
c. Aspek C, yaitu menarik kesimpulan mengalami peningkatan pada tes
prates berada pada kriteria rendah, siklus I pada kriteria sedang, siklus II pada kriteria tinggi. Kenaikan prates ke siklus I sebesar 19 dari 50
menjadi 69, sedangkan siklus I ke siklus II sebesar 20 dari 69 menjadi 89. Pada siklus II sebanyak 89 siswa dapat menarik
kesimpulan dengan benar. Selain persentase tiap aspek kemampuan berpikir kritis siswa, peneliti juga
menggunakan persentase Kriteria Ketuntasan Minimal KKM sebesar 75 dengan syarat 70 dari seluruh siswa memenuhi KKM. Berikut ini adalah
tabel persentase ketuntasan siswa kelas IV A SD N Margoyasan. Tabel 11. Persentase Ketuntasan Siswa.
Siswa tuntas Tidak tuntas
Tidak hadir
Persentase Pertes
1 14
2 7
Tes Siklus1 11
6 65
Tes Siklus 2 14
2 1
88 Berikut ini adalah diagram batang persentase kemampuan berpikir kritis.
101
Gambar 19. Diagram Batang Persentase Ketuntasan Siswa Berdasarkan tabel 11 dan gambar 19 di atas menunjukkan persentase
ketuntasan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV A SD N Margoyasan. Uraian deskripsi mengenai persentase menunjukkan adanya
kenaikan persentase jumlah siswa yang mengalami ketuntasan belajar dari prates ke siklus I sebesar 58 dari 7 menjadi 65 dan siklus I ke siklus
II kenaikannya sebesar 23 dari 65 menjadi 88. Perhitungan persentase berdasarkan perbandingan siswa yang tuntas dengan jumlah
siswa yang mengikuti tes.
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis masih berfokus pada hasil tes siswa. Penggunaan penilaian otentik belum dilaksanakan secara maksimal oleh peneliti karena
penelitian ini terfokus pada kemampuan berpikir kritis kognitif dalam
20 40
60 80
100
Prates Siklus 1
Siklus 2
Persentase Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika
102
menyelesaikan soal uraian sehingga peneliti hanya menyusun instrumen
penilaian tes.
2. Komponen bertanya dan mengungkapkan pendapat dalam pembelajaran
kontekstual juga belum maksimal karena keterbatasan guru dan peneliti dalam mendorong rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan kepercayaan
diri siswa.
3. Peneliti tidak bisa membimbing dan membantu 3 siswa yang masih belum
tuntas dalam belajar matematika karena 88 siswa telah memenuhi KKM, maka peneliti berhenti pada siklus II.
103
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran kontekstual
Contextual Teaching and Learnin
g pada pembelajaran matematika mencakupi tujuh kompenen, yaitu:
a konstruktivisme
Constructivism
peneliti membangun
pengetahuan awal siswa dengan menggunakan benda konkret, b inkuiri
inquiry
Kegiatan penemuan konsep materi matematika melalui langkah- langkah sistematis yang disusun dalam LKS, c bertanya
questioning
kegiatan bertanya berlangsung antara guru dan siswa, siswa dengan siswa lain dalam satu kelompok dan siswa dengan peneliti dalam mengerjakan
LKS dan soal, d masyarakat belajar
learning community
komponen ini terjadi melalui interaksi dan kerjasama antarsiswa dalam satu kelompok
dan antarkelompok dalam mengerjakan LKS, e pemodelan
modeling
kegiatan pemodelan menggunakan benda konket, siswa, dan guru., f refleksi
reflection
kegiatan refleksi dilakukan dengan cara menuliskan materi yang telah dipelajari dan perasaan ketika belajar matematika pada
buku refleksi, g Penilaian otentik
Authentic Assessment
dilakukan selama proses pembelajaran dan hasil tes.
2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat melalui persentase
rata-rata skor kemampuan berpikir kritis yang dicapai siswa. Adapun
104
peningkatan skor kemampuan berpikir kritis berada dalam kriteria sedang pada prates menjadi tinggi pada siklus II. Berdasarkan hasil analisis prates
sampai akhir siklus II rata-rata skor kemampuan berpikir kritis yang dicapai siswa yaitu dari prates ke siklus I naik sebesar 17 dari 60
menjadi 77 dan pada siklus I ke siklus II naik 3 dari 77 menjadi 80. Persentase ketuntasan siswa dalam kemampuan berpikir kritis telah
memenuhi 88 siswa memenuhi KKM. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV A Negeri
Margoyasan dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran kontekstual
ContextualTeaching and Learning
CTL. B.
Saran
Adapun saran peneliti sebagai tindak lanjut terkait dengan penelitian yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1.
Bagi guru
a. Pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual
Contextual Teaching and Learning
CTL dapat diterapkan pada materi pelajaran lain yang mengaitkan materi dengan pengalaman siswa.
b. Guru membimbing dan membantu siswa yang belum tuntas belajar
matematika sampai tuntas. c.
Menggunakan pertanyaan terbuka untuk membiasakan berpikir kritis dan menggali berbagai ide dan pendapat siswa dalam belajar.
2. Siswa harus terlibat aktif dalam belajar dan memperhatikan instruksi guru
dengan baik.