32
Indikator Berpikir kritis
Sub-indikator Berpikir kritis Penjelasan
mengontrol variabel; b mencari bukti dan counterevidence,
termasuk statistik
yang signifikan;
c mencari
kemungkinan penjelasan;
3 Kriteria, empat pertama yang penting, kelima
menjadi diinginkan a kesimpulan yang diusulkan akan menjelaskan atau membantu
menjelaskan barang bukti b Kesimpulan yang diusulkan adalah konsisten dengan semua fakta
yang diketahui c alternatif Kompetitif penjelasan
tidak konsisten
dengan fakta-fakta d Sebuah usaha yang tulus yang kompeten telah dilakukan untuk
menemukan pendukung dan menentang data, dan hipotesis alternatif e kesimpulan yang
diusulkan
tampaknya masuk
akal dan
sederhana, pas ke dalam gambaran yang lebih luas.
8. Membuat dan menimbang
nilai keputusan. a.
Latar belakang fakta. b.
Konsekuensi dari penerimaan atau penolakan keputusan.
c. Penerapan utama aplikasi dari penerimaan
prinsip-prinsip d.
Menimbang berbagai alternatif. e.
Menyesuaikan, menimbang dan memutuskan.
D. Advance
clarification memberikan
penjelasan lanjut
9. Mendefinisikan term dan
menimbang definisi. a.
Bentuk definisi: sinonim, klasifikasi, rentang, ungkapan yang setara, operasional, contoh dan
bukan contoh. b.
Strategi definisi fungsi: melaporkan
arti, menetapkan arti, mengungkapkan posisi pada
kriteria masalah c.
Isi. dari definisi d.
Mengidentifikasi dan menghandel ekuivokasi 10.
Atribut asumsi
tidak disebutkan
suatu Kemampuan yang dimiliki
di bawah kedua dasar klarifikasi
2b dan
inferensi 7b 1f a.
Merendahkan rasa
dubiousness atau
kepalsuan: biasanya tetapi tidak selalu dikaitkan pada tingkat tertentu dengan berbagai jenis.
b. Tipe: 1 Persangkaan diperlukan untuk praduga
masuk akal, 2 Dibutuhkan asumsi dibutuhkan oleh penalaran berada di terkuat, tetapi tidak
logis diperlukan; 3 Penggunaan asumsi dinilai dengan kriteria hipotesis-pengujian
E. Supposition and
integration memperkirakan
dan menggabungkan
11. Mempertimbangkan dan menalar dari premis, nalar, asumsi, posisi dan preposisi lain dengan mereka tidak setuju atau ragu-ragu tanpa memberikan ketidaksetujuan atau
ragu-ragu dengan pemikiran mereka 12. Mengintegrasikan disposisi dan kemampuan lain dalam pembuatan dan pembelaan
sebuah kesimpulan.
Selain indikator berpikir kritis dari Ennis, Johnson 2007: 192-201 menyebutkan ada delapan langkah untuk menjadi pemikir kritis, yaitu 1 apa
33
sebenarnya isu,
masalah, keputusan,
atau kegiatan
yang sedang
dipertimbangkan?, 2 apa sudut pandangnya?, 3 apa alasan yang diajukan?, 4 asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?, 5 apakah bahasanya jelas?,6 apakah
alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan?, 7 kesimpulan apa yang ditawarkan?, 8 apakah Implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah
diambil. Berdasarkan Kedelapan langkah dari Johnson tersebut, proses berpikir kritis untuk memecahkan masalah dapat disingkat menjadi 4 pertanyaan, yaitu:
1 apa masalahnya, 2 apa yang dicari, 3 bagaimana solusinya, dan 4 apa kesimpulannya.
Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan soal uraian, peneliti menggunakan 3 aspek dari 5 aspek yang telah dijabarkan dan
menggabungkan dengan 4 langkah dari Johnson dalam menjawab soal uraian apa yang diketahui, apa yang dicari, bagaimana solusinya, dan kesimpulan.
Berikut ini adalah penjelasan ketiga aspek dalam penelitianini. 1.
Memberikan penjelasan dasar
Elementary clarification
. Dalam aspek ini, sub-indikator yang digunakan untuk menyelesaikan soal
matematika adalah fokus tentang apa masalahnya, apa yang diketahui dan apa yang merupakan inti persoalan sebelum ia memutuskan untuk memilih
strategi atau prosedur yang tepat. 2.
Menentukan dasar pengambilan keputusan
The basis for the decision
. Dalam aspek ini, siswa harus menuliskan pertanyaan yang diberikan
berdasarkan apa yang diketahui aspek A dan memberikan langkah- langkah penyelesaian soal.
34
3. Menarik kesimpulan
Inference
. Dalam aspek ini, siswa menuliskan kesimpulan berdasarkan langkah-
langkah dalam pemecahan soal.
D. Kerangka Pikir
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di SD, yang terdapat pada nomer 2 adalah menggunakan kemampuan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Kegiatan
menalar membutuhkan kemampuan berpikir yang baik. Dalam mempelajari matematika, siswa belajar berpikir untuk memahami konsep-konsep
matematika dan menggunakan konsep-konsep tersebut secara tepat. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk
menganalisa, mengevaluasi informasi yang dihasilkan melalui observasi, pengalaman dan refleksi dengan mencari alasan. Membiasakan berpikir kritis
bagi pelajar perlu dilakukan agar mereka dapat mencermati berbagai persoalan yang setiap saat akan hadir dalam kehidupannya. Kemampuan untuk berpikir
kritis juga menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, yaitu untuk menalar dan memecahkan masalah.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini
ditunjukkan ketika siswa menyelesaikan soal matematika, masih banyak siswa yang kesulitan dalam menyelesaikannya. Selain itu, pembelajaran matematika
belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif, salah satunya yaitu:
35
model pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu, peneliti menggunakan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa. Pengaitan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa membuat belajar menjadi bermakna. Pembelajaran bermakna memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keahlian berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini, pembelajaran kontekstual digunakan sebagai salah
satu model pembelajaran untuk mendeskripsikan proses belajar siswa dalam berpikir kritis. Untuk indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian
adalah memberikan penjelasan dasar, menentukan dasar pengambilan keputusan, dan menarik kesimpulan. Berdasarkan uraian diatas dapat
digambarkan pola kerangka berpikir sebagai berikut.
Gambar 1. Pola Kerangka Pikir Tujuan pendidikan matematika SD
pada nomer 2, yaitu: menggunakan penalaran pada pola dan sifat...
Kemampuan bernalar= berpikir kritis Penting untuk memecahkan persoalan
Dalam pembelajaran guru menggunakan model pembelajarn kontekstual
Melalui penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran Matematika
Berdasarkan observasi di SD N Margoyasan identifikasi:
1 permaslahan
matematika rendahnya kemampuan berpikir kritis dalam
memecahkan masalah,
2 guru
belum menggunakan
model pembelajaran
yang inovatif, yaitu model pembelajaran CTL
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
36
E.
Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Azizah Turohmah yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Penerapan Pendekatan
Open Ended” yang dilakukan pada tahun 2014 di SD IT Al-Syukro pada materi bilangan bulat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 60,86 pada siklus I menjadi 65,5 pada siklus
II. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti akan menggunakan model pembelajaran lain, yaitu model pembelajaran kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika SD. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Diah Kusumaningsih yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X-C
SMA N 11 Yogyakarta melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning CTL
pada Materi Perbandingan Trigonometri
” yang dilakukan pada tahun 2011 di SMA N 11 Yogyakarta pada materi perbandingan trigonometri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 56 pada siklus I menjadi 85 pada siklus II.
Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti akan menggunakan jenjang pendidikan lain, yaitu jenjang sekolah dasar dalam menerapkan model
pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika SD.
37
F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kontekstual ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematika pada siswa kelas IV A SD N Margoyasan. G.
Definisi Operasional
1. Berpikir kritis matematika adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi
untuk menganalisa, mengevaluasi informasi yang dihasilkan melalui observasi, pengalaman dan refleksi dengan mencari alasan dalam
memecahkan soal matematika. 2.
Model pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Adapun komponen dari model pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar pemodelan,
refleksi, dan penilaian otentik.