LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN
pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura Sunjata, 2013:75. Namun, tidak semua masyarakat Jawa memahami tradisi nglarung.
Peneliti melakukan wawancara kepada anak-anak di daerah Prambanan, Sleman, Pekalongan, dan Purworejo usia 9-11 tahun. Peneliti memilih daerah
pertanian Prambanan dan Purworejo serta pesisir pantai Pekalongan dengan alasan untuk mengetahui data awal mengenai pemahaman anak di daerah
pertanian dan pesisir pantai tentang tradisi nglarung. Berdasarkan wawancara kepada tujuh anak di daerah Prambanan, Sleman, seorang di Purworejo, dan
seornag di Pekalongan, peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka tidak memahami tentang tradisi nglarung. Seharusnya tradisi nglarung dapat dipahami
oleh anak-anak karena mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.
Karakter kebangsaan adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran maupun pemahaman terhadap rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang
Pemerintah Republik Indonesia, 2010:7. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung sesuai dengan karakter individu yang dijiwai sila-sila Pancasila,
yaitu karakter yang bersumber dari olah hati, olah pikir, olah raga kinestetik, serta olah rasa dan karsa. Karakter yang bersumber dari olah hati memiliki nilai
ketuhanan ketaqwaan bertaqwa. Tujuan tradisi nglarung, yaitu mengucap syukur kepada Tuhan. Nglarung
biasanya dilakukan oleh warga yang berada di pesisir pantai, yaitu para nelayan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Para nelayan bersama dengan pemimpin upacara atau sesepuh orang yang dituakan mendoakan sesaji sebelum dilarung.
Olah pikir terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung, yaitu ketika nelayan berkreasi membuat tempat sesaji dan menghias perahu, kemudian
merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan kreatif dan reflektif. Olah raga kinestetik tercermin dari nelayan
bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah
laut. Olah rasa dan karsa tercermin dalam nilai gotong royong nelayan ketika memasang tenda di tepi pantai. Nilai etos kerja diwujudkan oleh nelayan ketika
menyiapkan kelengkapan sesaji, segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.
Pada bulan November 2015, peneliti melakukan penyebaran kuesioner kepada 17 anak usia 9-11 tahun di SD Kanisius Gowongan. Peneliti mendapatkan
data: 1 24 anak tidak mengetahui bahwa para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan merebutkan sesaji. 2 29 tidak mengetahui bahwa setelah
membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai. Kemudian 3 81 anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang
tradisi nglarung. Berdasarkan masalah tersebut peneliti sebagai calon guru SD terdorong
untuk menyusun buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung yang dikemas dalam bentuk buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Prototipe berupa
buku cerita bergambar terdiri dari cover berjudul “Ayo Mengenal Tradisi
Nglarung ”. Isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar mudah
memahami isi keseluruhan dari buku. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita tersebut diperkuat dengan 9 gambar kegiatan
tradisi nglarung. Prototipe ini juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi nglarung dan pendidikan karakter kebangsaan serta biografi
penulis. Peneliti memilih buku cerita bergambar karena sesuai dengan salah satu
tujuan buku cerita anak yaitu dapat mengembangkan imajinasi anak Raines, 2002:vii. Melalui buku cerita bergambar anak lebih termotivasi dan lebih tertarik
untuk membaca dan mengetahui isi cerita bergambar. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Sari 2010:28, pada usia 9-11 tahun anak mulai mengepresikan
imajinasi melalui contoh-contoh yang konkret. Peneliti menyusun buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung untuk
anak 9-11 tahun sesuai dengan perkembangan psikologi anak menurut Piaget dalam Santrock 2011:27 tahap ini termasuk tahap operasional konkret 7-11
tahun yaitu anak-anak dapat melakukan operasi psikomotorik yang melibatkan objek-objek dan juga bernalar logis dan diterapkan dengan contoh-contoh konkret.
Buku cerita bergambar tersebut juga dapat digunakan sebagai media oleh anak- anak untuk melatih psikomotoriknya.
Prototipe buku cerita bergambar yang disusun sesuai dengan tugas perkembangan usia 9-11 tahun yaitu pertama, belajar ketampilan dasar dalam
membaca, menulis, dan berhitung. Melalui buku cerita bergambar tentang tadisi nglarung anak-anak dilatih keterampilan membaca cerita yang berisi rangkaian
tradisi nglarung. Buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dirangkai dengan kalimat yang mudah dipahami oleh anak-anak. Kedua, belajar
mengembangkan konsep sehari-hari yang diajarkan di sekolah dengan menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep tersebut
meliputi kaidah-kaidah atau ajaran-ajaran agama moral, ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan budaya. Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita
bergambar yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tadisi nglarung sebagai salah satu budaya Jawa yang masih ada sampai sekarang, melalui buku cerita
bergambar tentang tradisi nglarung anak-anak dilatih untuk mengembangkan konsep budaya tradisi tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung
nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. Berdasarkan
uraian tersebut,
peneliti sebagai
calon guru
SD mengembangkan buku cerita bergambar untuk membantu pemahaman anak
tentang tradidi nglarung. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Pengembangan
Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”