1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam, termasuk sektor
pertanian.Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2008 sektor
perkebunan memberikan sumbangan penerimaan negara lebih dari US 18,85 milyar yang melibatkan petani sebanyak, 19,43 juta kepala keluarga terlibat di
sektor on farm, jumlah tersebut belum diperhitungkan penyerapan tenaga kerja pada sektor hilir maupun jasa penunjangnya untuk komoditas utama perkebunan.
Selain sebagai komoditi ekspor, komoditi perkebunan juga berperan dalam mendukung penyediaan bahan baku industri dalam negeri, seperti industri ban,
sarung tangan, minyak goreng, rokok, minuman, tekstil, cokelat, dan sebagainya.
1
Nilai ekspor komoditas subsektor perkebunan yang selalu jauh lebih tinggi dari nilai impor merupakan andalan sektor pertanian untuk menutupi devisa
yang dikeluarkan untuk biaya impor komoditas pertanian lainnya, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun peternakan Ditjen PPHP 2005, diacu dalam Siregar
2008. Nilai penerimaan devisa dari subsektor perkebunan dapat dilihat pada Tabel 1.
Selama periode 1995-2005, komoditas kopi menempati posisi keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kakao dalam penerimaan devisa negara rata-rata
dari subsektor perkebunan yaitu sebesar 8,46 persen atau senilai 403,45 juta USD. Pada tahun 1995-1999, kopi memberi kontribusi lebih besar terhadap penerimaan
devisa dibandingkan kakao. Namun, hal ini menjadi sebaliknya mulai tahun 2000 hingga tahun 2005, kontribusi kopi terhadap penerimaan devisa lebih kecil
dibandingkan kakao.
1
Anonim. 2009. Subsektor Perkebunan Sebagai Salah Satu Roda Penggerak Perekonomian Nasional. http:www.ditjenbun.go.id. [3 Maret 2009].
2
Tabel 1. Nilai Penerimaan Devisa dari Subsektor Perkebunan, Tahun 1995-2005
Tahun Kelapa Sawit
Karet Kakao
Kopi Total Nilai
Penerimaan Devisa
Juta USD
Juta USD
Juta USD
Juta USD
Juta USD
1995 935
22,35 1.810
43,27 306
7,32 554
13,20 4.183
1996 1.061
22,78 1.918
41,18 300
6,44 595
12,80 4.658
1997 1.740
33,59 1.493
28,82 420
8,11 511
9,86 5.180
1998 942
23,09 1.101
26,99 503
12,30 584
14,30 4.079
1999 1.463
35,75 849
20,75 423
10,30 467
11,40 4.092
2000 1.328
34,17 889
22,87 342
8,80 319
8,21 3.887
2001 1.227
38,98 786
24,97 288
9,15 188
5,97 3.148
2002 2.350
46,78 1.038
20,66 701
14,00 224
4,46 5.024
2003 2.721
47,15 1.485
25,73 624
10,80 259
4,49 5.771
2004 3.954
50,62 2.161
27,67 547
7,00 294
3,76 7.811
2005 3.759
38,86 2.398
24,79 581
6,01 443
4,58 9.674
Rata- rata
1.952,73 35,83
1.448,00 27,97
457,73 9,11
403,45 8,46
5.227,91
Sumber : Direktorat Jenderal Pengolahan, dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005 Keterangan : Data sampai Bulan Juni 2005
Kopi merupakan salah satu komoditas subsektor perkebunan yang mempunyai peluang pasar yang strategis dan memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja, dan sebagai sumber pendapatan bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat
dalam budidaya, pengolahan, dan pemasaran hasil kopi, terutama di daerah-daerah sentra produksi kopi seperti Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, dan
Jawa Timur Turnip 2002, diacu dalam Siregar 2008. Total produksi kopi dunia adalah sebesar 7,80 juta ton pada tahun 2006
dengan persebaran produksi kopi terbesar dunia diklasifikasikan kepada negara sepuluh besar produsen kopi dunia. Brazil merupakan negara terbesar pertama
yang memproduksi kopi di dunia diikuti oleh Vietnam, Kolombia, Indonesia, Meksiko, India, Ethiopia, Guatemala, Honduras, dan Peru FAO 2006 diacu
dalam dalam Wikipedia 2007. Adapun sepuluh negara produsen kopi terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Negara-negara Sepuluh Besar Produsen Kopi di Dunia
No Negara
Produksi juta ton
1. Brazil
2,59 2.
Vietnam 0,85
3. Kolombia
0,70 4.
Indonesia 0,65
5. Meksiko
0,29 6.
India 0,27
7. Ethiopia
0,26 8.
Guatemala 0,26
9. Honduras
0,19 10.
Peru 0,17
11. Lain-lain
1,57 Total produksi dunia
7,80
Sumber : FAO 2006 diacu dalam Wikipedia 2007
Total produksi kopi dunia adalah sebesar 7,80 juta ton pada tahun 2006. Brazil merupakan negara produsen kopi terbesar pertama di dunia dengan jumlah
produksi sebesar 2,59 juta ton. Sedangkan Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar keempat setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan jumlah
produksi sebesar 0,65 juta ton Tabel 2. Di Indonesia, komoditas kopi menarik untuk diusahakan, salah satunya
dalam usaha pengolahan kopi. Hal ini dapat terlihat dari kenaikan konsumsi kopi olahan dalam negeri Indonesia yang senantiasa meningkat tiap tahunnya Tabel
3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata peningkatan konsumsi kopi olahan dalam negeri adalah sebesar 9,58 persen. Peningkatan terbesar untuk
konsumsi kopi olahan dalam negeri Indonesia terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 25 persen. Sedangkan pada tahun 2003 terjadi penurunan sebesar 8,35
persen tetapi kembali mengalami peningkatan pada tahun 2004 sebesar 8,35 persen juga. Hal ini merupakan salah satu peluang bagi para pelaku usaha kopi
olahan dalam negeri untuk mengembangkan usahanya.
4
Tabel 3. Konsumsi Kopi Olahan dalam Negeri Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun
Jumlah ton Peningkatan persen
2002 120.000
- 2003
109.980 -8,35
2004 120.000
8,35 2005
150.000 25,00
2006 170.000
13,33 Rata-rata
133.996 9,58
Sumber : ICO Coffee Statistic dan AEKI 2006, diacu dalam Ditjenbun 2007
Industri-industri pengolahan kopi baik kecil maupun besar mulai muncul untuk memanfaatkan peluang ini. Beberapa di antaranya mengolah kopi tersebut
menjadi minuman instan. Industri pengolahan kopi di Indonesia mulai berkembang sejak didirikannya pabrik kopi bubuk pertama “Kedoeng Lajoe” di
Sidoarjo, Jawa Timur tahun 1928. Setelah itu bermunculan pabrik-pabrik kopi bubuk lainnya seperti Muntu di Purworejo, Jawa Tengah tahun 1930, dan pabrik
Tjeng Gwan di Surabaya pada tahun 1935 Herman 2004. Minuman kopi olahan yang beredar di pasaran saat ini selalu menawarkan
keunikan kepada konsumen. Produsen tidak hanya sekedar menawarkan kopi bubuk tetapi telah mengembangkan produknya menjadi minuman kopi instan
yang siap saji dan diberi tambahan bahan-bahan lain seperti gula, susucreamer, dan herbal. Kopi instan yang ditawarkan mulai dari kopi instan biasa atau yang
lebih dikenal dengan 2in1 kopi+gula; 3in1 kopi+gula+susucreamer; kemudian saat ini dikenal kopi instan 4in1 kopi+gula+susucreamer+herbal, herbal disini
seperti kapulaga, jahe merah, lengkuas merah, daun dewa, ginseng, pasak bumi, pegagan, tongkat ali, dan tribulus.
Minuman kopi instan yang ada merupakan respon produsen kopi olahan terhadap gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat yang cenderung
menginginkan hal-hal yang praktis. Namun, saat ini juga berkembang gaya hidup sehat yang meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan sehingga
masyarakat tidak hanya menginginkan hal-hal yang sekedar praktis tetapi juga mempunyai manfaat bagi kesehatan.
5 Gaya hidup sehat ini dapat mengimbangi pola hidup praktis yang tanpa
disadari dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan tubuh karena sebagian besar produk instan yang ditawarkan menggunakan bahan-bahan
tambahan yang serba kimiawi seperti bahan pengawet, bahan pewarna, dan pemanis buatan. Salah satu alternatif untuk mengganti penggunaan bahan kimia
tersebut adalah dengan menggunakan bahan-bahan alami sesuai dengan konsep back to nature. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
tren perkembangan dalam suatu industri termasuk industri pengolahan kopi yang menawarkan minuman kopi herbal.
2
Salah satu perusahaan yang menghasilkan produk minuman kopi herbal instan oriental coffee dan terdaftar di Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan
Koperasi Kota Bogor adalah CV Agrifamili Renanthera. Perusahaan ini mulai memproduksi kopi herbal instan pada bulan Juni 2008 dengan merek red bark dan
vitacino. Perbedaan dari kedua produk tersebut terletak pada campuran krimsusu dan cokelat yang hanya terdapat pada produk vitacino. Sedangkan red bark hanya
terdiri dari biji kopi dan tambahan bahan-bahan herbal.
1.2. Perumusan Masalah