Model manajemen pengetahuan pada klaster industri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten

(1)

INDUUSTRI BA

SEK

INSTI

ARANG JA DA

DEDY

KOLAH

ITUT PE

B

ADI LATE N BANTE

Y SUGIAR

PASCA

ERTANIA

BOGOR

2012

EKS DI JA EN

RTO

ASARJAN

AN BOG

AWA BAR

NA

GOR


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Model Manajemen Pengetahuan pada Klaster Industri Barang Jadi Lateks di Jawa Barat dan Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Dedy Sugiarto F361020051


(3)

iii

ABSTRACT

DEDY SUGIARTO. Knowledge management model at latex goods industrial cluster in West Java and Banten. Supervised by SYAMSUL MA’ARIF, MARIMIN, ILLAH SAILAH, SUKARDI, SUHARTO HONGGOKUSUMO.

The objective of this research was to design knowledge management model at latex goods industrial cluster by taking cases in West Java and Banten Provinces. Latex goods industry in this area is dominated by small and medium enterprises (SME) that produce latex goods. The common problems for SME were lack of knowledge, technological skills, equipment, and marketing network, and also limited access to formal training. Fuzzy analytical hierarchy process technique was used to determine cluster strategy and knowledge management strategy. Knowledge gap analysis with fuzzy logic approach was used to identify key knowledge areas. Fuzzy average technique and Sugeno fuzzy inference system were used in this knowledge gap model. Fuzzy quality function deployment (FQFD), fuzzy failure mode and effect analysis (FFMEA), and expert systems were used to codify key knowledge area for supporting cluster initiative. The model was packaged in decision support system software. Knowledge management portal was developed using drupal content management system to support knowledge sharing in cluster.

This research showed that innnovation and technology initiative was the most important initiative for developing latex goods industrial cluster. Therefore, knowledge about innovation and technology, especially production process design and control, are the related knowledge area that should be managed to develop cluster. Nine knowledge areas were detected based on fuzzy knowledge gap analysis. They were compound formulation, coagulant formulation, raw material inspection, dispersion process, dispersion inspection, compound dipping, leaching, vulcanization, and final inspection and failure analysis. Combination of codification and personalization strategy was the most important knowledge management strategy to support innovation and technology initiative and managed key knowledge areas. Result from the FQFD analysis showed that process design in compound dipping, vulcanization system, vulcanization process, and latex concentrate were the key processes in latex dipping in order to meet product technical characteristic. FFMEA analysis showed that latex incoming process and compounding between latex concentrate and chemical dispersion were the processes with highest fuzzy risk priority number. Knowledge codification media such as knowledge taxonomy and expert systems were constructed to codify knowledge about latex dipped goods process design and control. Knowledge management portal was designed for storing and sharing these key knowledge areas.

Keywords : knowledge management strategy, industrial cluster, fuzzy AHP,


(4)

iv

RINGKASAN

DEDY SUGIARTO. Model manajemen pengetahuan pada klaster industri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten. Dibawah bimbingan : SYAMSUL MA’ARIF, MARIMIN, ILLAH SAILAH, SUKARDI, dan SUHARTO HONGGOKUSUMO.

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model manajemen pengetahuan pada klaster industri barang jadi lateks dengan mengambil studi kasus di propinsi Jawa Barat dan Banten. Secara rinci tujuan tersebut adalah menghasilkan model pemilihan strategi pengembangan klaster; menghasilkan model analisis kesenjangan pengetahuan dan penentuan area pengetahuan kunci; menghasilkan model pemilihan strategi manajemen pengetahuan; menghasilkan model kodifikasi pengetahuan disain proses; menghasilkan model kodifikasi pengetahuan kegagalan proses; serta menghasilkan rancangan portal manajemen pengetahuan sebagai sarana berbagi pengetahuan.

Rancang bangun model manajemen pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu model sistem pendukung keputusan strategi pengetahuan dan sistem manajemen pengetahuan. Teknik fuzzy analytical hierarchy process (FAHP) digunakan untuk menentukan strategi klaster dan strategi manajemen pengetahuan. Teknik analisis kesenjangan pengetahuan dengan pendekatan logika fuzzy digunakan untuk menentukan area pengetahuan kunci. Kodifikasi pengetahuan menggunakan teknik fuzzy quality function deployment (FQFD),

fuzzy failure mode and effect analysis (FFMEA) dan sistem pakar. Model sistem manajemen pengetahuan dirancang dalam bentuk portal manajemen pengetahuan menggunakan drupal content management system.

Model strategi pengembangan klaster diawali dengan identifikasi aktor utama, perspektif pengembangan klaster, tujuan strategis pengembangan klaster serta inisiatif strategi dalam klaster menggunakan model yang dikembangkan dari model Balanced Scorecard. Model yang dikembangkan tersebut berdasarkan empat perspektif untuk mengukur kinerja suatu klaster industri yaitu kinerja perusahaan, hasil sosial/ekonomi, efisiensi kolektif dan modal sosial. Adapun tujuan strategis dalam kinerja perusahaan adalah peningkatan pasar serta peningkatan produktivitas dan kualitas. Tujuan strategis dalam perspektif hasil sosial/ekonomi adalah peningkatan lapangan pekerjaan, dan peningkatan ketersediaan tenaga kerja terspesialisasi, peningkatan kemampuan inovasi dan peningkatan konsumsi karet alam. Tujuan strategis dalam efesiensi kolektif adalah penurunan biaya dan peningkatan kerjasama. Tujuan strategis dalam perspektif modal sosial adalah peningkatan jumlah anggota klaster yang terlibat dalam kerjasama. Inisiatif strategi klaster ditetapkan ada tiga yaitu inovasi dan teknologi (peningkatan kemampuan produksi, difusi teknologi dan standar teknik), kerjasama komersial (pemasaran ekspor dan pengadaan bahan baku) serta pengembangan bisnis.

Pengembangan model berikutnya adalah model analisis kesenjangan pengetahuan terhadap aktor utama strategi klaster serta penentuan area pengetahuan kunci. Kesenjangan pengetahuan yang terjadi serta area pengetahuan kunci yang didapatkan kemudian dikelola dalam suatu model strategi manajemen pengetahuan. Strategi manajemen pengetahuan ini bertujuan untuk memandu dan


(5)

v

mendefinisikan strategi, proses akuisisi pengetahuan dan kelembagaan untuk mengelola pengetahuan dalam klaster industri. Strategi manajemen pengetahuan memiliki tiga alternatif yaitu strategi kodifikasi, strategi personalisasi dan strategi kombinasi. Strategi kodifikasi menekankan pada aspek teknologi untuk akuisisi, penyimpanan dan penyebaran pengetahuan dari pakar. Sedangkan strategi personalisasi berasumsi bahwa banyak pengetahuan bersifat tersembunyi (tacit) sehingga kodifikasi tidak cocok untuk mentransmisi jenis pemahaman ini. Pendekatan ini dilakukan kebanyakan melalui kontak pribadi ke pribadi. Strategi kombinasi menggabungkan kedua strategi manajemen pengetahuan yang ada yaitu kodifikasi (teknologikal) dan personalisasi. Strategi kodifikasi pengetahuan kemudian diimplementasikan menggunakan teknik FQFD, FFMEA dan sistem pakar.

Berdasarkan hasil verifikasi model strategi pengembangan klaster dengan melibatkan tiga orang pakar yaitu peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, Kepala Bidang Promosi dan Kerjasama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat serta seorang pelaku usaha barang jadi lateks dapat diketahui bahwa aktor yang memiliki prioritas tertinggi dalam pengembangan klaster adalah lembaga pendukung diikuti oleh pemerintah dan industri. Prioritas tertinggi perspektif pengembangan klaster berturut-turut adalah perpektif efisiensi kolektif dan diikuti oleh perspektif hasil sosial/ekonomi, kinerja perusahaan serta perspektif modal sosial.

Tujuan strategis pengembangan klaster secara berurutan dari yang terbesar adalah peningkatan kerjasama, peningkatan produktivitas dan kualitas, perluasan pasar, peningkatan kemampuan inovasi, peningkatan jumlah anggota klaster aktif, peningkatan lapangan pekerja, penurunan biaya, peningkatan tenaga kerja terspesialisasi dan peningkatan konsumsi karet alam. Sejalan dengan perspektif efisiensi kolektif yang memiliki bobot terbesar, maka peningkatan kerjasama yang merupakan salah satu tujuan strategis dalam perspektif efiensi kolektif juga memiliki bobot terbesar. Inisiatif strategi pengembangan klaster yang memiliki bobot terbesar adalah strategi inovasi dan teknologi diikuti oleh pengembangan bisnis dan kerjasama komersial. Dengan terpilihnya inovasi dan teknologi sebagai strategi terpilih, hal ini berarti pengetahuan teknologi proses yang menunjang strategi inovasi dan teknologi merupakan pengetahuan paling terkait dalam pengembangan klaster.

Berdasarkan verifikasi model analisis kesenjangan pengetahuan dan penentuan area pengetahuan kunci dapat diketahui bahwa terdapat sembilan area pengetahuan yang perlu menjadi prioritas pengembangan dalam manajemen pengetahuan yaitu formulasi kompon, formulasi koagulan, pemeriksaan bahan baku, pembuatan dispersi, pemeriksaan dispersi, penjadian kompon, pencucian, vulkanisasi, dan pemeriksaan produk serta analisis kegagalan. Area pengetahuan formulasi kompon berada pada daerah red alert zone yang paling utama dimana area ini harus menjadi prioritas paling utama. Kompon lateks adalah campuran antara lateks dengan berbagai bahan kimia untuk memperoleh hasil akhir suatu barang jadi lateks. Bahan kimia kompon yang secara umum terdiri dari bahan pemvulkanisasi, pengaktif, pencepat, antioksidan, pengisi, pewarna dan sebagainya. Tingkat kesulitan pada penguasaan area pengetahuan ini antara lain karena formula kompon lateks pada umumnya disesuaikan dengan jenis produk


(6)

vi

yang akan dihasilkan karena umumnya mempunyai sifat tertentu yang diutamakan.

Berdasarkan verifikasi model strategi manajemen pengetahuan dapat diketahui bahwa strategi yang paling sesuai untuk mendukung kesiapan aktor utama dalam strategi inovasi dan teknologi serta mengelola pengetahuan kunci adalah strategi kombinasi dibandingkan dengan strategi personalisasi dan kodifikasi. Bobot kriteria yang paling dipentingkan untuk menjalankan strategi tersebut berturut-turut berdasarkan tingkat kepentingannya adalah budaya dan orang, dukungan pemerintah, komunikasi, biaya dan waktu. Kriteria budaya dan orang yang memiliki bobot tertinggi serta lebih besarnya bobot strategi personalisasi dibandingkan bobot strategi kodifikasi dikarenakan strategi ini memang dirancang untuk mendukung strategi inovasi dan teknologi untuk pengembangan klaster. Hal ini dikarenakan pendekatan teknologi atau kodifikasi tidak dapat secara cukup mendukung inovasi karena ketidakmampuannya untuk mengeksploitasi pengetahuan tacit.

Hasil dari FQFD menunjukkan pula bahwa rancangan proses mengenai metode pencelupan kompon lateks, sistem vulkanisasi yang digunakan, proses vulkanisasi dan bahan baku lateks pekat adalah proses kunci untuk dapat memenuhi persyaratan teknis produk. Hasil FFMEA menunjukkan bahwa proses penerimaan lateks serta proses pencampuran dan pemeraman kompon lateks adalah proses yang tingkat resiko kegagalan paling tinggi. Media kodifikasi seperti taksonomi pengetahuan, peta pengetahuan dan sistem pakar digunakan untuk beberapa area pengetahuan kunci tersebut.

Pengelolaan area pengetahuan kunci tersebut kemudian diusulkan melalui portal manajemen pengetahuan dan pembentukan komunitas keahlian atau yang dikenal dengan nama Community of Practice (CoP). Hal ini merupakan konsekuensi dari strategi kombinasi antara kodifikasi dan personalisasi yang telah ditentukan sebelumnya. CoP adalah sekelompok orang yang berbagi suatu perhatian atau minat untuk sesuatu yang mereka ketahui bagaimana melakukannya serta mereka yang saling berinteraksi secara teratur dengan tujuan untuk belajar bagaimana cara melakukan sesuatu itu secara lebih baik. CoP berorientasi pada pertukaran pengalaman atau praktek-raktek terbaik (best practices) yang telah dilakukan oleh para peneliti barang jadi lateks yang tersebar pada beberapa institusi seperti BPTK Bogor, BATAN, BPPT, perguruan tinggi serta pemasok bahan kimia. Pembentukan CoP ini juga diharapkan dapat mengatasi masalah dalam faktor budaya dan orang. Seperti diketahui sebelumnya faktor inilah yang paling menentukan untuk implementasi strategi manajemen pengetahuan. Melalui mekanisme CoP dan portal manajemen pengetahuan diharapkan terjadi proses berbagi pengetahuan di antara aktor utama pengembangan klaster industri barang jadi lateks alam skala kecil dan menengah di Jawa Barat dan Banten sehingga dapat semakin berkontribusi dalam proses pembelajaran dan pelatihan kepada pelaku usaha skala kecil dan menengah tersebut.

Kata kunci : strategi manajemen pengetahuan, klaster industri, fuzzy AHP, fuzzy QFD, fuzzy FMEA, sistem pakar, barang jadi lateks,


(7)

vii

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB


(8)

viii

MODEL MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA KLASTER INDUSTRI BARANG JADI LATEKS DI JAWA BARAT

DAN BANTEN

DEDY SUGIARTO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

ix

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA 2. Dr. Ary Achyar Alfa, MSi Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Uhendi Haris, Msi


(10)

x

Judul Disertasi : Model Manajemen Pengetahuan pada Klaster Industri Barang Jadi Lateks di Jawa Barat dan Banten

N a m a : Dedy Sugiarto

NRP : F361020051

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng Ketua

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Dr. Ir. Illah Sailah, MS Anggota Anggota

Dr. Ir. Sukardi, MM Dr. Suharto Honggokusumo Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(11)

xi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan pertolongan-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada :

1. Komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. M Syamsul Ma’arif, M.Eng, selaku ketua komisi dan Prof. Dr. Ir. Marimin, Dr. Ir. Illah Sailah, Dr. Ir. Sukardi MM, dan Dr. Suharto Honggokusumo, sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingannya dalam penyelesaian disertasi ini.

2. Rektor Universitas Trisakti, pimpinan Fakultas Teknologi Industri serta pimpinan Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti atas kesempatan tugas belajar yang diberikan kepada penulis

3. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, Dr. Ary Achyar Alfa, Dr. Ir. Machfud dan Dr. Ir. Sugiyono atas waktunya dan saran perbaikan pada saat Ujian Tertutup. 4. Dr. Ir. Uhendi Haris dan Dr. Dedi Mulyadi atas waktunya dan saran

perbaikan pada saat Ujian Terbuka

5. Ibu Hani Yuhani, Kepala Bidang Promosi dan Kerjasama Dinas Indag Jawa Barat, ibu Yuli, pengusaha barang jadi lateks, Prof. Marga Utama dari PT. Rel-Ion yang bergerak dalam bidang sterilisasi serta Agus W, SSi selaku staf PT. Saptindo Surgica sebagai responden ahli

6. Binti Sholihah, ST M.Kom atas bantuannya dalam pembuatan program sistem pendukung keputusan dan portal manajemen pengetahuan

7. Rekan-rekan seperjuangan di program studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor serta rekan-rekan dosen, karyawan dan mahasiswa di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti

8. Isteri tercinta Retno Budiani, ayahanda dan ibunda tercinta Drs. H. Sjamsuddin (alm) dan Hj. Sufatilah, anak-anak tersayang Muhammad Fadhil Ghifari, Ahmad Fauzan Kamaluddin dan Faishal Makarim Kamali

9. Semua pihak atas segala doa dan dukungannya.

Akhir kata penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2012


(12)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1969 sebagai anak ketiga dari pasangan Drs. H. Sjamsuddin (alm) dan Hj. Sufatilah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1993. Pendidikan pascasarjana (S2) ditempuh di Program Studi Magister Manajemen dengan konsentrasi Manajemen Produksi/Operasi, Universitas Trisakti, lulus tahun 1998. Kesempatan untuk mengikuti program Doktor Teknologi Industri Pertanian diperoleh pada tahun 2002 dengan beasiswa dari Universitas Trisakti serta bantuan dana penelitian melalui program hibah penelitian mahasiswa program doktor dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen tetap di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti sejak tahun 1994 dengan penempatan pada Laboratorium Statistika Industri. Selain itu pula penulis aktif mengajar pada Universitas Esa Unggul serta sebagai konsultan pelatihan bidang aplikasi statistika dan pengendalian kualitas pada lembaga pelatihan Sinergi Prima Inti (SPIN Training) yang berlokasi di Bandung.

Selama mengikuti perkuliahan program S3 beberapa artikel yang ditulis bersama dosen pembimbing telah diterbitkan yaitu artikel dengan judul Integrasi Manajemen Pengetahuan dengan Balanced Scorecard yang diterbitkan pada Jurnal Teknik Industri Universitas Trisakti pada tahun 2004; Pemilihan Produk Hilir Karet Berbasis Lateks Potensial serta Perumusan Strateginya dengan Menggunakan Metode AHP, Fuzzy AHP dan Logika Fuzzy yangditerbitkan pada Prosiding Seminar Nasional Operations Research/Management Sciences Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti pada tahun 2005 serta Pemilihan Strategi Pengembangan Klaster Industri dan Strategi Manajemen Pengetahuan pada Klaster Industri Barang Jadi Lateks yang diterbitkan pada Jurnal Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011. Satu artikel dengan judul Pemilihan Area Pengetahuan Kunci pada Proses Produksi Barang Celup Lateks dengan Pendekatan Logika Fuzzy akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Industri Universitas Trisakti pada bulan Maret 2012.


(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xx

1 PENDAHULUAN ... . 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Perkembangan Manajemen Strategik ... 7

2.2 Data, Informasi dan Pengetahuan ... 10

2.3 Strategi Pengetahuan ... 14

2.4 Manajemen Pengetahuan ... 15

2.5 Strategi Pengetahuan dan Strategi Manajemen Pengetahuan ... 19

2.6 Pendekatan Sistem ... 21

2.7 Sistem Pendukung Keputusan dan Sistem Pakar ... 22

2.8 Teknologi Pengolahan Barang Jadi Lateks... 25

2.9 Logika Fuzzy ... 29

2.10 Analytic Hierarchy Process ... 34

2.11 Quality Function Deployment ... 36

2.12 Failure Mode and Effect Analysis ... 40

2.13 Penelitian Terdahulu ... 45

3 METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual... 49

3.2 Tahapan Penelitian ... ... 50

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4 Teknik Pengolahan Data ... 51

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

4 ANALISIS SISTEM ... ... 53

4.1 Struktur Pasar dan Produsen Barang Jadi Lateks ... ... 53

4.2 Pola Sebaran Tenaga Kerja Industri Hilir Karet pada Beberapa Propinsi ... 55

4.3 Pemetaan Klaster Industri Barang Jadi Lateks di Jawa Barat dan Banten ... 57

4.4 Analisis Kebutuhan ... 60

4.5 Formulasi Permasalahan ... 61


(14)

xiv

5 PEMODELAN SISTEM ... 63

5.1 Konfigurasi Model Sistem Penunjang Keputusan ... 63

5.2 Sistem Manajemen Basis Model ... 64

5.2.1 Model Pemilihan Strategi Pengembangan Klaster dan Area Pengetahuan Terkait ... 64

5.2.2 Model Analisis Kesenjangan Pengetahuan dan Penentuan Area Pengetahuan Kunci ... ... 66

5.2.2 Model Pemilihan Strategi Manajemen Pengetahuan ... 70

5.2.4 Model Kodifikasi Pengetahuan Disain Proses... 72

5.2.5 Model Kodifikasi Pengetahuan Kegagalan Proses... 74

5.3 Sistem Manajemen Basis Data ... 80

5.4 Sistem Manajemen Dialog ... 80

6 HASIL DAN ANALISIS STRATEGI PENGETAHUAN... 81

6.1 Model Pemilihan Strategi Pengembangan Klaster dan Area Pengetahuan Terkait ... 81

6.2 Model Analisis Kesenjangan Pengetahuan dan Penentuan Area Pengetahuan Kunci ... ... 84

6.3.Model Pemilihan Strategi Manajemen Pengetahuan ... 89

6.4 Model Kodifikasi Pengetahuan Disain Proses... 91

6.5 Model Kodifikasi Pengetahuan Kegagalan Proses... 96

6.6 Validasi Model... 108

7 PERANCANGAN PORTAL MANAJEMEN PENGETAHUAN... 109

7.1 Analisis Kebutuhan Sistem ... 109

7.1.1. Kebutuhan Fungsional ... 105

7.1.2. Kebutuhan Pengguna ... 110

7.2 Perancangan Sistem ... 111

8 IMPLIKASI MODEL ... 119

8.1 Implikasi Teoritis ... 119

8.2 Implikasi Manajerial ... 121

8.3 Kelebihan dan Kekurangan Model ... 122

9 KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

9.1 Kesimpulan ... ... 123

9.2 Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi dan konsumsi karet alam beberapa negara tahun 2010 ... 4

2 Persentase penggunaan strategi manajemen pengetahuan ... 20

3 Penelitian terdahulu mengenai manajemen pengetahuan dan klaster industri ... 47

4 Produksi dari tiga negara pemain utama sarung tangan lateks ... 54

5 Agroindustri sarung tangan lateks (anggota Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association / IRGMA) ... 54

6 Jenis dan kapasitas produksi dari industri barang jadi lateks di Indonesia... 55

7 Jumlah tenaga kerja berdasarkan kategori barang jadi karet dan propinsi... 56

8 Kebutuhan aktor dalam agroindustri barang jadi lateks ... 61

9 Penyajian fuzzy pada skala AHP ... 66

10 Penyajian fuzzy pada skala kondisi area pengetahuan saat ini menggunakan TFN ... 68

11 Penyajian fuzzy pada skala kebutuhan area pengetahuan saat ini menggunakan TFN ... 68

12 Penyajian fuzzy pada skala kebutuhan atau kepentingan area pengetahuan saat ini menggunakan Trapezoidal Fuzzy Number ... 69

. 13 Penyajian fuzzy pada skala kondisi saat ini area pengetahuan saat ini menggunakan Trapezoidal Fuzzy Number... .. 69

14 Fuzzy number tingkat kepentingan atribut... 73

15 Fuzzy number hubungan... 73

16 Parameter fungsi keanggotaan variabel input... 76

17 Parameter fungsi keanggotaan variabel output... 77


(16)

xvi

19 Prioritas tujuan strategis dan strategi pengembangan klaster... 84

20 Daerah pengembangan dari masing area pengetahuan... 89

21 Tingkat kepentingan atribut barang jadi... 91

22 Hasil defuzzifikasi karakteristik proses... 95

23 Bentuk-bentuk kegagalan proses dalam proses sarung tangan lateks... 97

24 Nilai fuzzy risk priority number (FRPN)... 99


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Model berlian porter ... 9

2 Keterkaitan data, informasi dan pengetahuan ... 12

3 Model strategi pengetahuan ... 15

4 Model socialization, externalization, combination, internalization ... 17

5 Siklus manajemen pengetahuan ... 19

6 Konfigurasi model dasar sistem manajemen ahli ... 22

7 Tahap pembentukan sistem pakar ... 25

8 Pohon industri karet ... 26

9 Kurva segitiga ... 31

10 Kurva trapesium ... 32

11 Rumah kualitas ... 36

12 Model SECI dan konversi QFD dari pengetahuan tacit ke eksplisit... 40

13. Matriks fuzzy FMEA rule ... 44

14 Keterkaitan FMEA dalam model SECI... 44

15. Posisi penelitian ... 48

16 Kerangka pemikiran penelitian ... 50

17 Tahapan penelitian ... 52

18 Struktur pasar barang jadi karet dunia ... 53

19 Plot konsentrasi tenaga kerja berdasarkan propinsi dan kelompok BJK ... 56

20 Plot konsentrasi tenaga kerja berdasarkan propinsi dan kelompok BJK ... 57

21. Pemetaan klaster agroindustri barang jadi lateks skala kecil dan menengah di Jawa Barat dan Banten ... 58


(18)

xviii

22 Diagram input-output ... 62

23 Konfigurasi model sistem pendukung keputusan strategi pengetahuan .. 63

24 Diagram alir model strategi pengembangan klaster berbasis pengetahuan ... 65

25 Diagram alir model penentuan area pengetahuan kunci ... 67

26 Representasi fuzzy dari matriks kesenjangan pengetahuan... 68

27 Diagram alir model pemilihan strategi manajemen pengetahuan... 71

28 Diagram alir model kodifikasi pengetahuan disain proses menggunakan QFD ... 72

29 Diagram alir kodifikasi pengetahuan kegagalan proses menggunakan teknik FFMEA... 75

30 Diagram konseptual sistem pakar rekomendasi penanggulangan kegagalan proses... . 80

31 Model pemilihan strategi pengembangan klaster... 82

32 Tampilan input penilaian setiap area pengetahuan... 85

33 Tampilan output penilaian setiap area pengetahuan... 86

34 Penyajian tingkat kondisi saat ini dalam bentuk trapezoidal fuzzy number... 86

35 Basis aturan dalam sistem penalaran fuzzy dengan metode Sugeno... 87

36 Contoh nilai output sistem penalaran fuzzy dengan metode Sugeno... 87

37 Model keputusan pemilihan strategi manajemen pengetahuan... 90

38 Hubungan antara karakteristik produk dan proses ... 92

39. Taksonomi pengetahuan proses barang celup lateks ... 96

40 Rule Editor untuk sistem Fuzzy... 98

41 Tampilan sistem pakar dalam menanyakan masalah ... 105


(19)

xix

43 Tampilan sistem pakar dalam mengkonfirmasi penyebab kegagalan... 107

44 Tampilan sistem pakar dalam mengkonfirmasi penyebab kegagalan berikutnya... 107

45 Tampilan sistem pakar dalam memberikan solusi... 107

46 Use Case sistem portal manajemen pengetahuan... 111

47 Menu lihat artikel... 117

48 Menu lihat peta pengetahuan... 117

49 Menu input profil pengguna... 118

50 Menu cari pakar... 118

51 Diagram konseptual aliran pengetahuan dalam klaster industri barang jadi lateks... 120

52 Model manajemen pengetahuan pada klaster industri barang jadi lateks... 122


(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner Pemilihan Inisiatif Strategi... 133

2 Data hasil perbandingan berpasangan kuesioner strategi klaster ... 138

3 Contoh Perhitungan FAHP antar Perspektif untuk Perusahaan ... 151

4 Kuesioner Pemilihan Strategi Manajemen Pengetahuan... 154

5 Contoh Data Hasil Perbandingan Berpasangan Kuesioner Strategi Manajemen Pengetahuan... 157

6 Data Penilaian Analisis Kesenjangan Pengetahuan... 158

7 Rule dalam FFMEA dan contoh perhitungan defuzzifikasi... 162

8 Petunjuk Penggunaan Sistem Pendukung Keputusan Model Strategi Pengetahuan untuk Klaster Industri Barang Jadi Lateks ... 178

9 Rule Base Sistem Pakar... 183

10 Validation Tree Sistem Pakar... 201

11 Perhitungan Aritmatika Fuzzy dalam QFD... 202

12 Tabel FMEA ... 207


(21)

xxi

DAFTAR ISTILAH

Data Himpunan diskret, kenyataan obyektif mengenai berbagai peristiwa atau kejadian. Dalam konteks organisasi data lebih digambarkan sebagai catatan terstruktur dari berbagai transaksi. Eksternalisasi Mengubah pengetahuan tersembunyi kepada pengetahuan

eksplisit baru (misal memproduksi suatu dokumen tertulis yang menggambarkan prosedur yang digunakan untuk masalah tertentu)

FAHP Fuzzy Analytical Hierarchy Process – proses pemecahan masalah yang mampu memecahkan persoalan pengambilan keputusan kompleks secara kuantitatif dengan pendekatan fuzzy

FFMEA Fuzzy failure mode and effect analysis - sebuah teknik mengidentifikasi penyebab kegagalan dari produk atau proses dan perencanaan untuk penghilangan penyebab kegagalannya dengan pendekatan fuzzy

FQFD Fuzzy quality function deployment - pendekatan terstruktur unuk mengintegrasikan voice of customer ke dalam proses pengembangan produk yang diintegrasikan dengan pendekatan

fuzzy

Klaster industri Konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan yang saling terhubungkan, pemasok-pemasok, penyedia jasa, perusahaan-perusahaan dalam industri terkait serta institusi lain (perguruan tinggi, badan standarisasi, asosiasi dagang) dalam suatu lapangan usaha tertentu yang saling bersaing tetapi juga bekerja sama

Industri Besar Perusahaan atau usaha industi yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih

Industri Sedang / Menengah

Perusahaan atau usaha industi yang memiliki tenaga kerja 20-99 orang

Industri Kecil Perusahaan atau usaha industi yang memiliki tenaga kerja 5-19 orang

Informasi Data yang dapat menjadi berbeda. Informasi dapat mengubah penerima informasi dalam memandang sesuatu. Istilah menginformasikan dapat diartikan sebagai memberi bentuk. Internalisasi Penciptaan pengetahuan tersembunyi baru dari pengetahuan

eksplisit (misal mendapatkan pemahaman awal dengan membaca suatu dokumen)


(22)

xxii Kodifikasi

pengetahuan

Mengubah pengetahuan menjadi kode agar sebisa mungkin mudah untuk diatur, eksplisit, mudah dipindahkan, dimengerti dan diakses oleh orang lain

Kombinasi Penciptaan pengetahuan eksplisit baru dengan menggabungkan, menggolongkan, dan menyatukan pengetahuan eksplisit yang sudah ada (misal analisis statistik terhadap data pasar).

Manajemen pengetahuan

Proses mendapatkan, transformasi, dan penyebaran pengetahuan secara menyeluruh di dalam organisasi sehingga pengetahuan tersebut dapat dibagikan dan digunakan

Pengetahuan Campuran cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi yang menyediakan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman baru dan informasi.

Pengetahuan eksplisit Kebijakan, petunjuk prosedural, laporan resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Ia adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi (terdokumentasikan) dalam format yang dapat dibagikan kepada orang lain atau ditransformasi ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar pribadi.

Pengetahuan tersembunyi (tacit)

Penyimpanan kumulatif dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman, keahlian, know-how, rahasia dagang, kumpulan ketrampilan, pemahaman dan pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di masa lalu. Sebagai contoh penjelasan bagaimana cara mengendari sebuah sepeda sulit didokumentasi secara eksplisit, dan karena itu tersembunyi

Sosialisasi Konversi pengetahuan tersembunyi kepada pengetahuan tersembunyi yang baru melalui interaksi sosial dan pengalaman bersama antar anggota organisasi (misal penasihat).

Strategi Bagaimana mencapai dan mempertahankan posisi industri untuk mempertahankan keunggulan bersaing

Strategi pengetahuan Penyeimbangan sumber daya berbasis pengetahuan dan kapabilitas dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyediakan produk dan jasa dengan cara yang lebih baik dibandingkan pesaingnya.


(23)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori strategi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sumber daya yang tak terlihat (intangible resources) seperti pengetahuan, keahlian, motivasi, budaya, teknologi, kompetensi dan kemitraan (relationship) adalah pendorong yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan dibandingkan sumber daya yang terlihat (tangible resources) seperti bahan baku, mesin, tanah, modal dan pabrik (Marti, 2004; Abdollahi et al., 2008; Denford dan Chan, 2011). Di tengah situasi persaingan yang semakin kompetitif ditandai dengan bertambahnya jumlah pemain pasar di tingkat lokal, nasional maupun internasional serta tuntutan pasar yang semakin tinggi, sebuah perusahaan tidak lagi hanya bisa mengandalkan kepada lokasi yang mudah dicapai, bahan baku yang mudah didapat atau ketersediaan akses modal, tetapi juga kemampuan untuk bisa menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan inovatif. Untuk itu tentunya perusahaan harus memiliki sumber daya pengetahuan yang cukup, baik pengetahuan mengenai teknologi proses, pasar dan pemasaran, pengembangan bisnis maupun area pengetahuan lainnya sesuai kebutuhan perusahaan. Nonaka dan Takeuchi (1995) juga menekankan bahwa saat ini perusahaan yang ingin sukses adalah mereka yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru, menyebarkannya secara luas dalam organisasi, dan secara cepat mengubahnya menjadi berbagai teknologi dan produk baru.

Konsep penggunaan pengetahuan dalam strategi bersaing memunculkan teori mengenai strategi pengetahuan yang antara lain dikemukakan oleh Zack (1999). Strategi pengetahuan memberikan pengertian strategi berbasis pengetahuan, yaitu strategi bersaing yang didasarkan pada modal intelektual dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Pada saat perusahaan telah mengidentifikasi strategi bersaing yang akan digunakan maka tindakan harus dilakukan untuk mengelola kesenjangan pengetahuan yang mungkin terjadi untuk melaksanakan strategi tersebut seperti dengan cara merekrut keahlian tertentu, membangun


(24)

mengakuisisi perusahaan, lisensi teknologi, dan sebagainya. Strategi pengetahuan berorientasi pada apa pengetahuan yang bersifat strategik.

Clarke dan Turner (2004) menyatakan bahwa pandangan mengenai pentingnya strategi pengetahuan untuk meciptakan keunggulan bersaing perusahaan selama ini lebih banyak dikaitkan dengan teori mengenai pandangan berbasis sumber daya (resource based view/ RBV) yang diperkenalkan oleh Wernerfelt pada tahun 1984. RBV memperkenalkan bahwa keunggulan kompetitif suatu organisasi diturunkan dari sumber daya yang bernilai dan unik dimana pesaing akan sangat membutuhkan biaya besar untuk menirunya. Dalam literatur manajemen strategik terdapat dua pandangan lain untuk mencapai keunggulan bersaing yaitu struktur industri atau pandangan berbasis pasar (market based view/ MBV) dan pandangan relasional (Clarke dan Turner 2004). Pandangan struktur industri diperkenalkan oleh Porter pada tahun 1980 dan pandangan relasional diperkenalkan oleh Dyer dan Singh pada tahun 1998. Berbeda dengan RBV yang menetapkan perusahaan sebagai unit utama dalam analisis, pandangan relasional menetapkan jaringan antar perusahaan sebagai unit analisis (Dyer dan Singh 1998). Clarke dan Turner (2004) menekankan perlunya model strategi pengetahuan yang lebih komprehensif dengan melibatkan pandangan relasional seperti klaster industri.

Selain keterkaitan strategi pengetahuan dengan klaster industri, pengetahuan sebagai salah satu sumber daya tak terlihat semakin menunjukkan posisi strategisnya ditandai dengan kemunculan teori mengenai manajemen pengetahuan serta berbagai penerapannya di berbagai perusahaan atau organisasi (Nonaka dan Takeuchi 1995; Davenport dan Prusak 1998). Cara bagaimana sumber daya pengetahuan tersebut dikelola merupakan domain dari manajemen pengetahuan (Sangkala, 2006).

Beberapa penelitian tentang manajemen pengetahuan yang terkait dengan konsep strategi pengetahuan dan klaster industri telah dilakukan Van Horne et al.

(2005), Sureephong (2007), serta Chen and Xiangzhen (2010). Penelitian Van Horne et al. (2005) menghasilkan suatu model manajemen pengetahuan untuk mengelola pengetahuan pada industri kehutanan di Kanada dengan perguruan tinggi dan pusat penelitian bertindak sebagai aktor utama. Penelitian Sureephong


(25)

(2007) menghasilkan suatu model sistem manajemen pengetahuan untuk mengelola pengetahuan pemasaran ekspor pada klaster industri keramik skala kecil dan menengah di Thailand dengan aktor utama adalah asosiasi industri keramik. Penelitian Chen dan Xiangzhen (2010) menghasilkan suatu model sistem manajemen pengetahuan untuk memajukan kompetensi inti pada klaster industri. Namun demikian model strategi dan manajemen pengetahuan pada beberapa penelitian terdahulu tersebut belum terkait dengan pemilihan inisiatif strategi pengembangan klaster serta strategi manajemen pengetahuan untuk mendukung strategi pengembangan klaster.

Sebagai obyek dalam penelitian perancangan model manajemen pengetahuan ini adalah sentra industri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten. Berdasarkan BPPT (2003) dan Hartarto (2004), sentra industri secara umum dapat dijadikan pintu masuk dalam pembentukan klaster. Industri barang jadi lateks antara lain terkonsentrasi di propinsi Sumatera Utara yang didominasi oleh industri sarung tangan berskala besar serta di propinsi Jawa Barat dan Banten yang lebih didominasi oleh industri barang jadi lateks terutama barang celup berskala kecil dan menengah. Secara umum industri berskala kecil dan menengah ini masih jauh tertinggal dibandingkan industri yang berskala besar dalam hal pengetahuan, teknologi dan pemasaran terutama untuk ekspor.

Dalam rangka pengembangan industri berbasis karet ini, Ridha et al. (2000) juga menekankan bahwa pada era perdagangan bebas, perdagangan industri karet akan sangat ditentukan oleh daya saing mutu dan harga jual sehingga penguasaan teknologi, kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, efisiensi pengolahan serta ketersediaan tenaga ahli akan mendukung industri karet di dalam negeri menjadi kompetitif di pasar domestik dan dunia. Nelly dan Haris (2010) menekankan pula bahwa dengan meningkatkan pengetahuan dan keahlian sumber daya manusia dalam hal teknologi, peralatan dan jejaring pemasaran akan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan secara signifikan.

Permasalahan lain secara lebih makro dalam sektor agroindustri karet saat ini adalah konsumsi dalam negeri yang hanya sekitar 16% dari total produksi karet alam nasional seperti dapat dilihat pada Tabel 1 serta ragam produk barang jadi yang masih terbatas, yang didominasi oleh produk berbasis karet remah


(26)

(crumb rubber

Secara umum karet alam dalam negeri dikonsumsi oleh industri hilir yang berbasiskan pada karet padat dan cair (barang jadi lateks) baik berskala besar maupun berskala kecil dan menengah. Nancy et al. (2001) dan Suparto dan Syamsu (2008) menekankan pentingnya mengembangkan industri berbasis lateks untuk memacu peningkatan konsumsi karet alam dalam negeri mengingat barang jadi lateks merupakan produk yang kandungan karetnya paling tinggi. Barang jadi lateks sendiri dapat terdiri atas beberapa jenis produk yaitu barang celup lateks seperti sarung tangan, kondom, kateter, komponen spygmomanometer; barang cetakan seperti karet busa seperti kasur lateks dan bantal lateks serta barang jadi karet cair seperti perekat lateks.

). Karet remah dikemas dengan ukuran dan berat standar yang secara umum dikonsumsi oleh industri barang jadi karet skala besar seperti industri ban yang memiliki mesin banbury dan kneader. Hal ini menunjukkan masih lemahnya industri hilir karet atau barang jadi karet non ban di Indonesia dalam menyerap karet alam dalam negeri.

Tabel 1 Produksi dan konsumsi karet alam beberapa negara tahun 2010 (IRSG 2010)

Negara Produksi

(juta ton)

Konsumsi (juta ton)

% Kons. Thd Prod.

Thailand 3,22 0,41 12,74

Indonesia 2,70 0,43 15,93

Malaysia 0,92 0,50 54,35

India 0,86 1,01 117,44

Vietnam 0,75 0 0

Srilanka 0,14 0 0

Pendekatan yang dilakukan Pemerintah untuk mengembangkan sektor industri berbasis karet adalah menggunakan pendekatan klaster industri. Hal ini tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7/2005 mengenai penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti, yaitu : 1) Industri makanan dan minuman; 2) Industri pengolahan hasil laut; 3) Industri tekstil dan produk tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa sawit; 6) Industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet dan barang karet; 8) Industri


(27)

pulp dan kertas; 9) Industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan 10) Industri petrokimia.

Beberapa penelitian oleh Albaladejo M (2001), Karaev (2007) dan Zeinalnezhad M et al. (2010) menunjukkan bahwa pendekatan klaster dapat digunakan meningkatkan daya saing dari industri kecil dan menengah. Namun demikian pengembangan klaster dihadapkan pada suatu permasalahan bagaimana membangun dan mempertahankan kerjasama antar anggota klaster. Sejalan dengan bergesernya era industri kepada era pengetahuan maka pengembangan klaster juga perlu mempertimbangkan strategi pengembangan berbasiskan pengetahuan serta kerjasama dalam bentuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing) antar anggota klaster.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menghasilkan model manajemen pengetahuan untuk pengembangan klaster agroindustri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten. Secara rinci tujuan tersebut meliputi : (1) Menghasilkan model pemilihan strategi pengembangan klaster berbasis pengetahuan; (2) Menghasilkan model analisis kesenjangan pengetahuan dan penentuan area pengetahuan kunci; (3) Menghasilkan model pemilihan strategi manajemen pengetahuan; (4) Menghasilkan model kodifikasi pengetahuan disain proses dari area pengetahuan kunci ; (5) Menghasilkan model kodifikasi pengetahuan kegagalan proses; (6) Menghasilkan rancangan portal manajemen pengetahuan sebagai sarana berbagi pengetahuan

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada perancangan model sistem pendukung keputusan serta sistem manajemen pengetahuan dengan studi kasus klaster agroindustri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten. Konsep manajemen dibatasi pada perumusan strategi pengetahuan berdasarkan pandangan relasional (klaster industri), strategi manajemen pengetahuan, penentuan prioritas kodifikasi pengetahuan, kodifikasi pengetahuan kunci serta portal manajemen pengetahuan sebagai sarana sarana berbagi pengetahuan antar pelaku klaster. Pemilihan area pengetahuan kunci dilakukan berdasarkan analisis kesenjangan


(28)

pengetahuan. Kodifikasi pengetahuan menggunakan beberapa teknik yaitu penyebaran fungsi kualitas (quality function deployment), analisis modus kegagalan dan akibat (failure mode and effect analysis), taksonomi pengetahuan, peta pengetahuan dan sistem pakar.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik secara akademik maupun praktis, dengan penjelasan sebagai berikut : (1) Secara akademik hasil penelitian ini berguna bagi peneliti dan peminat ilmu strategi terutama keterkaitan antara strategi dengan manajemen pengetahuan; (2) Model strategi pengetahuan yang akan dikembangkan diharapkan pula dapat bermanfaat bagi agroindustri barang jadi lateks yang menggunakan pengetahuan sebagai dasar keunggulan bersaing secara berkelanjutan; (3) Metodologi dan pemodelan yang digunakan serta hasil penelitian diharapkan akan menjadi referensi bagi peneliti lain dalam mengembangkan model-model manajemen pengetahuan agroindustri barang jadi lateks; (4) Perangkat lunak sebagai salah satu output dari hasil penelitian ini dapat digunakan oleh berbagai kalangan di dalam proses pengambilan keputusan formulasi strategi pengetahuan serta pengembangan klaster industri barang jadi lateks.


(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Manajemen Strategik

Porter (1985) menyatakan strategi adalah mengenai bagaimana mencapai dan mempertahankan posisi industri untuk mempertahankan keunggulan bersaing. Porter (1998) juga menyatakan strategi sebagai konfigurasi dari berbagai aktivitas yang membedakan suatu perusahaan dengan pesaingnya. David (2004) mendefinisikan strategi sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Kaplan dan Norton (2004) menyatakan strategi menggambarkan bagaimana organisasi bermaksud untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham, pelanggan dan masyarakat. Sedangkan Zack (1999) menyatakan strategi sebagai tindakan penyeimbangan antara lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) dan kapabilitas internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan).

Dalam literatur manajemen strategik terdapat tiga pandangan untuk mencapai keunggulan bersaing yaitu struktur industri atau pandangan berbasis pasar (market based view/ MBV), pandangan berbasis sumber daya (resource based view/ RBV) dan pandangan relasional (Clarke dan Turner 2004). Pandangan aliran MBV, yang sering diasosiasikan dengan pemikiran Michael Porter, selalu mengawali pemikirannya dengan melihat pasarnya lebih dahulu, dengan melakukan analisis lingkungan eksternal (industri) menggunakan model

Five Force. Fokus penyusunan strategi pada bagaimana mencapai dan mempertahankan posisi industri untuk mempertahankan keunggulan bersaing (Porter 1985). Sementara pendekatan RBV selalu berupaya meletakkan jargon bersaingnya pada bagaimana menciptakan inovasi masa depan melalui sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk dapat meningkatkan kapabilitasnya dalam bersaing melalui pemilihan kompetensi inti (Huseini, 1999). RBV memperkenalkan bahwa keunggulan kompetitif suatu organisasi diturunkan dari sumber daya yang bernilai dan unik dimana pesaing akan sangat membutuhkan biaya besar untuk menirunya.

Pandangan RBV menyarankan perusahaan untuk memposisikan dirinya secara strategik didasarkan pada sumber daya dan kapabilitas yang unik, bernilai dan sulit ditiru. Sumber daya dan kapabilitas yang digunakan pada banyak produk


(30)

yang dihasilkan dan beragam pasar yang dimasuki, lebih merupakan pendorong strategik dibandingkan mentargetkan pada produk tertentu, dan pasar tertentu. Produk dan pasar dapat pergi, namun sumber daya dan kapabilitas tetap tertinggal dalam perusahaan (Zack, 1999).

Sebagai kelanjutan dari pemikiran RBV, teori strategi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sumber daya yang tak terlihat (intangible resources) seperti pengetahuan, keahlian, motivasi, budaya, teknologi, kompetensi dan kemitraan (relationship) adalah pendorong yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan dibandingkan sumber daya yang terlihat (tangible resources) seperti bahan baku, mesin, tanah, modal dan pabrik (Marti, 2004). Sumber daya tak berwujud berkontribusi lebih dari 75 % dari nilai pasar suatu organisasi, oleh karena itu formulasi strategi dan eksekusinya perlu mengeksplisitkan mobilisasi dan penyelarasan dari sumber daya tak berwujud (Kaplan dan Norton 2004). Sumber daya jenis ini jauh lebih sulit bagi pesaing untuk ditiru dimana biasanya melekat dalam keunikan rutinitas organisasi dan praktek yang telah terakumulasi sepanjang waktu (Dess 2005).

Pandangan relasional atau inter-firm view dipekernalkan oleh Dyer dan Singh (1998). Berbeda dengan RBV yang menetapkan perusahaan sebagai unit utama dalam analisis, pandangan relasional menetapkan jaringan antar perusahaan sebagai unit analisis (Dyer dan Singh 1998). Globalisasi ekonomi dan cepatnya kemajuan teknologi telah memaksa perusahaan untuk melihat lebih jauh dari hanya satu industri atau satu perusahaan sebagai sumber keunggulan bersaing. Kemitraan dengan pemasok, pelanggan, investor, mitra bisnis dan bahkan pesaing menjadi penentu kesuksesan suatu perusahaan di pasar. Kerja sama antar perusahaan dapat memberi kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif dimana terjadi saling-bagi pegetahuan serta kombinasi dari berbagai sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi dalam suatu usaha kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan.

Menurut Clarke dan Turner (2004) implementasi pandangan ini dapat dilakukan dalam bentuk aliansi strategis atau klaster industri. Wheelen dan Hunger (2004) menyatakan aliansi strategis adalah kemitraan dari dua atau lebih


(31)

perusahaan atau unit bisnis untuk mencapai tujuan strategis secara nyata dan saling menguntungkan yang dapat dilakukan dengan konsorsium, joint venture, perjanjian lisensi atau kemitraan rantai nilai. Sedangkan Porter (1998) mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan yang saling terhubungkan, pemasok-pemasok, penyedia jasa, perusahaan-perusahaan dalam industri terkait serta institusi lain (perguruan tinggi, badan standarisasi, asosiasi dagang) dalam suatu lapangan usaha tertentu yang saling bersaing tetapi juga bekerja sama.

Porter (1990) mengemukakan konsep tentang keunggulan kompetitif dari suatu negara yang erat kaitannya dengan konsep klaster industri. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara dikemas dalam model Berlian Porter seperti terlihat pada Gambar 1 yaitu :

1. Kondisi faktor, posisi nasional dalam berbagai faktor produksi seperti tenaga kerja terlatih dan infrastuktur yang dibutuhkan untuk bersaing dalam suatu jenis industri

2. Kondisi permintaan, permintaan pasar terhadap produk industri

3. Industri terkait dan pendukung, ketersediaan atau ketidaktersediaan industri pemasok dan industri terkait yang dapat bersaing secara internasional

4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Kondisi pemerintah bagaimana perusahaan diciptakan, diorganisasikan dan dikelola dalam persaingan domestik

FAKTOR KONDISI

STRATEGI PERUSAHAN, STRUKTUR DAN

PERSAINGAN

KONDISI PERMINTAAN PASAR

INDUSTRI PENDUKUNG DAN

INDUSTRI TERKAIT


(32)

a. Faktor Kondisi

Faktor-faktor kondisi yang sangat diperlukan dalam menciptakan keunggulan daya saing industri berupa sumberdaya manusia, infrastruktur, dan permodalan.

- Sumberdaya manusia, dengan berbagai indikator seperti kuantitas,

kualitas, dan ketersediaan.

- Infrastruktur, dengan indikator berupa ketersediaan sarana transportasi, sarana komunikasi, dan unit-unit pelayanan teknis.

- Permodalan, indikatornya adalah sumber permodalan. b. Kondisi Permintaan

Porter berpendapat bahwa pengalaman pasar domestik adalah elemen yang penting untuk persaingan produksi. Perusahaan yang berhadapan dengan pasar domestik diharapkan menawarkan kualitas produk yang tinggi dan lebih memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya.

c. Industri Terkait dan Industri Pendukung

Porter juga berpendapat bahwa hubungan relasi yang kuat dan industri pendukung sangat penting dalam persaingan di suatu perusahaan. Disini termasuk pemasok dan industri terkait.

d. Strategi Perusahaan dan Persaingan Pasar

Berbagai aspek yang mempengaruhi cara mengorganisasi dan mengelola perusahaan diantaranya adalah perilaku kewenangan, kemampuan bahasa, nilai interaksi antar personil, norma sosial, serta standar profesional. Pengaruh yang paling kuat terhadap keunggulan daya saing justru berasal dari persaingan domestik di dalam suatu industri.

2.2 Data, Informasi dan Pengetahuan

Berbagai literatur menjelaskan definisi pengetahuan dan membedakannya dari data dan informasi. Davenport (1998) menjelaskan data sebagai himpunan diskret, kenyataan obyektif mengenai berbagai peristiwa atau kejadian. Dalam konteks organisasi data lebih digambarkan sebagai catatan terstruktur dari berbagai transaksi. Sedangkan informasi diartikan sebagai data yang dapat


(33)

menjadi berbeda. Informasi dapat mengubah penerima informasi dalam memandang sesuatu. Istilah menginformasikan dapat diartikan sebagai memberi bentuk.

Davenport (1998) mendefinisikan pengetahuan sebagai campuran cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi yang menyediakan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman baru dan informasi. Berdasarkan definisi ini, pengetahuan adalah campuran dari berbagai elemen yang lebih bersifat cair daripada terstuktur secara formal. Pengetahuan diturunkan dari informasi, sebagaimana halnya informasi diturunkan dari data. Data tersimpan dalam catatan atau transaksi, informasi dalam pesan, dan pengetahuan dalam individu atau grup orang-orang yang mengetahui atau kadang-kadang dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan dapat disampaikan dalam media yang terstuktur seperti buku dan dokumen, dan juga kontak antar orang dalam bentuk percakapan atau magang.

Turban (2005) mendefinisikan data sebagai kumpulan fakta, pengukuran, dan statistik, sedangkan informasi adalah data yang diorganisasi atau diproses tepat waktu (kesimpulan dari data ditarik dalam batasan waktu yang dapat diterapkan) dan akurat (mengenai data asli). Pengetahuan adalah informasi yang kontekstual, relevan dan dapat dilakukan. Pengetahuan memiliki pengalaman dan reflektif yang kuat yang membuat ia berbeda dari informasi dalam sebuah konteks yang telah ditentukan. Memiliki pengetahuan menyiratkan bahwa ia dapat dipakai untuk memecahkan masalah, sedangkan memiliki informasi tidak memberikan arti tambahan yang sama. Kemampuan untuk bertindak adalah bagian integral dari memiliki banyak pengetahuan. Perbedaan kemampuan tersebut berkaitan dengan perbedaan pengalaman, pelatihan, perspektif dan faktor lainnya (Turban, 2005). Hubungan antara data, informasi dan pengetahuan tersajikan pada Gambar 2.


(34)

DATA

INFORMATION

KNOWLEDGE

Processed

Relevant and actionable

Relevant and actionable

Gambar 2 Keterkaitan data, informasi dan pengetahuan (Turban 2005)

Sanchez (2004) juga menjelaskan perbedaan data, informasi dan pengetahuan. Data adalah pengamatan mengenai kejadian-kejadian atau entiti, yang dapat meliputi deskripsi kualitatif maupun pengukuran kuantitatif. Karena data hanyalah pengamatan, ia tidak dapat banyak memberikan arti sampai dengan data tersebut diinterpretasikan dengan berbagai cara. Informasi diturunkan dari perbandingan data sepanjang waktu atau lintas situasi. Sedangkan pengetahuan adalah kumpulan kepercayaan atau keyakinan dari seseorang tentang hubungan sebab akibat dari lingkungannya.

Selanjutnya Sanchez (2004) menjelaskan tiga bentuk dari pengetahuan yaitu know-how, know-why dan know-what. Know-how merupakan pengetahuan praktis yang dapat memungkinkan seseorang untuk mempertahankan sistem atau proses yang telah ada dalam urutan kerja yang baik. Know-why merupakan pengetahuan teoritis yang memungkinkan seseorang untuk merancang sistem atau proses baru. Sedangkan know-what merupakan pengetahuan strategik dari tujuan dimana know-how dan know-why yang tersedia dapat diaplikasikan.

Menurut Polanyi (1958) dalam Turban (2005) pengetahuan dapat pula dibagi dua yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge). Pengetahuan eksplisit adalah kebijakan, petunjuk prosedural, laporan resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Ia adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi (terdokumentasikan) dalam format yang


(35)

dapat dibagikan kepada orang lain atau ditransformasi ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar pribadi. Sedangkan pengetahuan tersembunyi merupakan penyimpanan kumulatif dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman, keahlian, know-how, rahasia perdaganga, kumpulan ketrampilan, pemahaman dan pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di masa lalu. Sebagai contoh penjelasan bagaimana cara mengendari sebuah sepeda sulit didokumentasi secara eksplisit, dan karena itu tersembunyi (Turban, 2005).

Nonaka (1995) juga menjelaskan perbedaan antara pengetahuan tersembunyi dan pengetahuan explisit. Pengetahuan tersembunyi dapat berupa keahlian atau ketrampilan gerakan tubuh, persepsi individu, pengalaman psikis, perilaku tertentu yang senantiasa dikerjakan (rules of thumb) dan intuisi. Pengetahuan tersembunyi ini tidak dapat dengan mudah dibagikan. Sebagai contoh adalah seorang ahli pembuat roti yang dengan pengalaman bertahun-tahun memiliki keahlian luar biasa dalam membuat roti yang sangat lezat. Tetapi seringkali dia sendiri sulit untuk menerangkan secara spesifik ilmu atau teknik yang dimilikinya. Sedangkan pengetahuan eksplisit merupakan pengetahuan yang dapat dengan mudah dituliskan dalam kertas, dinyatakan dalam kalimat serta rumus-rumus, atau dilukiskan dengan gambar serta mudah dibagikan. Melalui proses transformasi pengetahuan misalnya dengan mempelajari pengetahuan tersembunyi yang dimiliki seseorang secara berulang-ulang maka tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi eksplisit, misalnya berupa sebuah produk yang spesifik, mesin pembuat roti.

Zack (1999) menyatakan pengetahuan sebagai salah satu sumber daya tak berwujud merupakan sumber daya yang paling strategis dan bernilai. Nonaka (1995) juga menekankan tentang pentingnya pengetahuan dengan mengatakan perusahaan yang sukses adalah mereka yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru, menyebarkannya secara luas dalam organisasi, dan secara cepat mengubahnya menjadi berbagai teknologi dan produk baru.

Zack (1999) menjelaskan mengapa pengetahuan dapat membuat keunggulan menjadi berkelanjutan, sebagai berikut :


(36)

1. Pengetahuan, terutama yang bersifat tersembunyi (tacit) dan melekat pada rutinitas kompeksitas organisasi dan dikembangkan melalui pengalaman, cenderung menjadi unik dan sulit ditiru. Tidak seperti banyak sumber daya tradisional lainnya, hal ini tidak begitu mudah dapat dibeli di pasar dalam bentuk yang sudah siap digunakan. Untuk memperoleh pengetahuan yang sama, pesaing harus memiliki pengalaman yang sama.

2. Semakin perusahaan mengetahui, semakin banyak pula perusahaan akan belajar. Kesempatan belajar yang dimiliki organisasi yang telah memiliki keunggulan pengetahuan lebih bernilai dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesempatan belajar yang sama tetapi dimulai dengan kurang pengetahuan.

3. Suatu organisasi yang telah mengetahui tentang sesuatu yang unik

membutuhkan pengetahuan baru, menyediakan kesempatan untuk sinergi pengetahuan yang tidak tersedia bagi pesaingnya. Pengetahuan baru yang terintegrasi dengan pengetahuan yang telah ada dapat berkembang menjadi pandangan yang unik dan pengetahuan yang lebih berharga.

4. Tidak seperti barang-barang fisik tradisional yang bila dikonsumsi akan menyebabkan pengembalian yang menurun sepanjang waktu, pengetahuan bila digunakan justru akan memberikan pengembalian yang menaik.

2.3 Strategi Pengetahuan

Zack (1999) menjelaskan adanya hubungan antara pengetahuan dan strategi bisnis melalui konsep strategi pengetahuan. Strategi pengetahuan lebih kepada penyelerasan pengetahuan dengan strategi bisnis. Model strategi pengetahuan dari Zack (1999) disajikan pada Gambar 3.


(37)

Gambar 3 Model strategi pengetahuan (Zack 1999)

Zack (1999) menyatakan esensi strategi pengetahuan adalah penyeimbangan sumber daya berbasis pengetahuan dan kapabilitas dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyediakan produk dan jasa dengan cara yang lebih baik dibandingkan pesaingnya. Perusahaan harus mengidentifikasi sumber berbasis pengetahuan mana dan kepabilitas yang bernilai, unik dan tidak mudah ditiru sehingga dapat mendukung produk dan posisi pasar perusahaan. Setelah pengetahuan dapat diketahui pengetahuan mana yang harus dikelola dan dikembangkan, maka strategi pengetahuan dapat dilanjutkan dengan aktivitas manajemen pengetahuan.

2.4 Manajemen Pengetahuan

Proses pengelolaan pengetahuan dalam organisasi terkait dengan suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan nama manajemen pengetahuan (knowledge management). Tidak ada definisi yang baku mengenai apa itu manajemen pengetahuan karena begitu luasnya pengertian dari pengetahuan. Suatu definisi menyebutkan bahwa manajemen pengetahuan adalah proses mendapatkan, transformasi, dan penyebaran pengetahuan secara menyeluruh di dalam organisasi

Apa yang perusahaan harus ketahui

Apa yang perusahaan telah ketahui

Apa yang perusahaan dapat lakukan Apa yang perusahaan harus lakukan

Kesenjangan pengetahuan

Kesenjangan strategi


(38)

sehingga pengetahuan tersebut dapat dibagikan dan digunakan (Turban, 2001). Tiwana (2000) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai pengelolaan dari pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai bisnis dan membangkitkan keunggulan bersaing. Manajemen pengetahuan memungkinkan terjadinya kreasi, komunikasi dan aplikasi dari pengetahuan dari berbagai bentuk untuk mencapai tujuan-tujuan bisnis.

Beberapa literatur seperti Tuomi (2002) dan McElroy (2002) membagi perkembangan manajemen pengetahuan atas generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama yang dimulai pada tahun 1980-an menekankan manajemen pengetahuan pada penggunaan sistem informasi dan teknologi komputer sehingga disebut sebagai manajemen pengetahuan berbasis teknologi informasi (IT based KM). Banyak inisiatif difokuskan pada penemuan paket perangkat lunak yang dapat memungkinkan manajemen pengetahuan dapat terjadi. Permasalahan utama adalah pada penyimpanan dan saling-bagi pengetahuan. Salah satu teknologi manajemen pengetahuan yang banyak digunakan adalah sistem pakar sebagai solusi dari permasalahan saat itu yaitu pengecilan organisasi (organizational downsizing), pengunduran diri para pakar, dan kehilangan kompetensi kunci (Feigenbaum, McCorduck dan Nii 1988) seperti diacu dalam Tuomi (2002).

Generasi kedua yang dimulai sekitar tahun 1995 mulai memindahkan fokus manajemen pengetahuan pada pengembangan organisasi, manajemen modal intelektual dan manajemen kompetensi (Tuomi 2002). Generasi kedua ini fokus pada kapasitas organisasi untuk memproduksi pengetahuan, daripada hanya penangkapan dan distribusi pengetahuan (McElroy 2002). Hal ini dikarenakan IT-based KM tidak dapat secara cukup mendukung inovasi karena ketidakmampuannya untuk mengeksploitasi pengetahuan tacit. Pengetahuan tacit dipercaya sebagai pendorong utama dari proses inovasi.

Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan konsep manajemen pengetahuan dalam suatu istilah yang dinamakan kreasi pengetahuan. Pengetahuan agar bisa lebih hidup dan dapat lebih bermanfaat harus melewati fase pengubahan atau konversi yang dikenal sebagai model SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization) antara pengetahuan tersembunyi dan pengetahuan eksplisit seperti terlihat pada Gambar 4.


(39)

Dialogue

Learning by doing

Ket : I=Individu, G=Group, C=Company

Gambar 4 Model Socialization, Externalization, Combination, Internalization (Tiwana 2000)

Turban (2005) menjelaskan sosialisasi mengacu pada konversi pengetahuan tersembunyi kepada pengetahuan tersembunyi yang baru melalui interaksi sosial dan pengalaman bersama antar anggota organisasi (misal penasihat). Eksternalisasi mengacu pada mengubah pengetahuan tersembunyi kepada pengetahuan eksplisit baru (misal memproduksi suatu dokumen tertulis yang menggambarkan prosedur yang digunakan untuk masalah tertentu). Kombinasi mengacu penciptaan pengetahuan eksplisit baru dengan menggabungkan, menggolongkan, dan menyatukan pengetahuan eksplisit yang sudah ada (misal analisis statistik terhadap data pasar). Internalisasi mengacu pada penciptaan pengetahuan tersembunyi baru dari pengetahuan eksplisit (misal mendapatkan pemahaman awal dengan membaca suatu dokumen).

Socialization Tacit

Tacit • Face-to-face Communications

• Video Conferencing Tools • Web cams

• Virtual Reality Tools

I I I

Externalization Tacit

Explicit • Process capture tools

• Traceability

• Reflective Peer-to-Peer networks

• Expert Systems

I nternalization Explicit

Tacit • Collective Knowledge Networks

• Notes Data/ Org Memory • Pattern Recognition

• Neural Networks

Combination Explicit

Explicit • Systemic Knowledge Tools • Collaborative Computing Tools • Discussion Lists, Web Forums

• Best Practice Databases

I

I

I G

G C G


(40)

Manajemen pengetahuan diawali oleh adanya kreasi pengetahuan dimana pengetahuan tersebut dapat berupa tacit atau eksplisit. Kreasi pengetahuan itu sendiri dimulai oleh individu. Membuat pengetahuan individu tersebut dapat digunakan oleh orang lain merupakan aktivitas utama dari sebuah organisasi yang menerapkan manajemen pengetahuan. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus dan pada semua tingkat organisasi. Turban (2001) menyebutkan bahwa manajemen pengetahuan dirancang untuk mengelola kreasi pengetahuan melalui

proses learning; penangkapan pengetahuan; pembagian pengetahuan dan

komunikasi melalui kerja sama; akses pengetahuan; penggunaan pengetahuan; dan penyimpanan pengetahuan. Turban (2001) juga menggambarkan manajemen pengetahuan sebagai suatu siklus seperti disajikan dalam Gambar 5.

Siklus di atas diawali oleh adanya kreasi pengetahuan. Kreasi tersebut dihasilkan oleh orang-orang dalam organisasi misalnya cara baru dalam

melakukan sesuatu atau mengembangkan know-how. Kadang-kadang

pengetahuan dari luar juga masuk. Berikutnya pengetahuan tersebut harus ditangkap misalnya pengubahan pengetahuan tacit yang didapatkan oleh seseorang dari suatu pelatihan, kepada pengetahuan eksplisit seperti laporan tertulis. Langkah berikutnya adalah menyaring pengetahuan tersebut dan menempatkannya menjadi sesuatu yang dapat ditindaklanjuti.

Gambar 5 Siklus manajemen pengetahuan (Turban 2001)

Menangkap pengetahuan

Menyaring pengetahuan Mengkreasi

pengetahuan

Menyebarkan pengetahuan

Menyimpan pengetahuan

Mengelola pengetahuan


(41)

Pengetahuan yang berguna ini kemudian disimpan dalam suatu wadah sehingga anggota organisasi lainnya memiliki akses kepada pengetahuan tersebut. Seperti halnya perpustakaan yang harus dikelola agar buku-bukunya selalu baru dan up to date, maka pengetahuan juga harus dikelola dan dievaluasi agar tetap relevan dan akurat. Langkah terakhir dari siklus tersebut adalah pengetahuan harus tersedia dalam suatu format yang berguna bagi siapapun di dalam organisasi yang membutuhkan dimanapun dan kapanpun.

2.5. Strategi Pengetahuan dan Strategi Manajemen Pengetahuan

Zack (2001) yang diacu dalam Snyman (2004) membuat perbedaan antara strategi pengetahuan dengan strategi manajemen pengetahuan. Strategi pengetahuan memberikan pengertian strategi berbasis pengetahuan, yaitu strategi bersaing yang didasarkan pada modal intelektual dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Pada saat perusahaan telah mengidentifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang terkait dengan sumber daya intelektual dan kapabilitas, maka tindakan harus dilakukan untuk mengelola kesenjangan atau kelebihan yang terjadi (seperti dengan cara merekrut keahlian tertentu, membangun sistem penyimpangan dokumen on line, membangun komunitasi praktisi, mengakuisisi perusahaan, lisensi teknologi, dan sebagainya). Strategi pengetahuan berorientasi pada apa pengetahuan yang bersifat strategik dan kenapa. Strategi manajemen pengetahuan bertujuan untuk memandu dan mendefinisikan proses dan infrastuktur untuk mengelola pengetahuan.

Turban (2005) menjelaskan terdapat dua pendekatan atau strategi dalam manajemen pengetahuan yaitu pendekatan proses (kodifikasi) dan pendekatan praktek (personalisasi), Pendekatan proses berusaha melakukan kodifikasi pengetahuan organisasional melalui kendali formal dan teknologi seperti intranet, data warehousing, repositori pengetahuan, peranti pendukung keputusan dan

groupware. Pendekatan ini disebut juga strategi manajemen pengetahuan teknologikal (Nicolas 2004). Sedangkan pendekatan praktek berasumsi bahwa banyak pengetahuan organisasional bersifat tersembunyi dan kontrol formal, proses dan teknologi tidak cocok untuk mentransmisi jenis pemahaman ini. Pendekatan ini dilakukan kebanyakan melalui kontak pribadi ke pribadi.


(42)

Nicolas (2004) menambahkan terdapat satu pendekatan atau strategi manajemen pengetahuan yaitu sosialisasi. Strategi ini menggabungkan kedua strategi sebelumnya yaitu teknologikal dan personalisasi. Sosialisasi didisain agar pengetahuan dapat saling dipertukarkan melalui interaksi satu sama lain dalam suatu komunitas pengetahuan atau kelompok orang yang bergerak dalam pengetahuan yang sama serta juga mengumpulkan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas (2004) menunjukkan bahwa strategi sosialisasi semakin banyak digunakan seperti dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persentase penggunaan strategi manajemen pengetahuan

Strategi Manajemen Pengetahuan 1998 2000 2002 Teknologi (Kodifikasi)

Personalisasi Sosialisasi

92 % 86 % 53 % 6 % 8 % 12 % 12 % 26 % 55 % Sumber : Nicolas (2004)

Tiwana (2000) memberikan beberapa penjelasan untuk memilih strategi manajemen pengetahuan. Kodifikasi dapat dilakukan pada perusahaan yang menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, andal dan cepat. Harga menjadi dasar kompetisi, marjin keuntungan rendah dan teknologi informasi seperti penyimpanan pengetahuan yang dapat digunakan kembali menjadi alat yang paling memungkinkan terjadinya hubungan antar orang untuk bertukar pengetahuan eksplisit. Personalisasi dapat dilakukan pada perusahaan yang menuntut kreativitas produk dan disain produk yang tergantung pada pesanan. Marjin keuntungan tinggi, penyimpanan dan pengambilan pengetahuan tidak menjadi prioritas, dan lebih menggunakan teknologi seperti e-mail dan konferensi via video untuk saling bertukar pengetahuan terutama pengetahuan yang tersembunyi.

2.6. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa. Pendekatan ini


(43)

merupakan cara penyelesaian masalah yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Marimin 2005).

Secara definitif sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park 1979 yang diacu dalam Eriyatno 1999). Terdapat dua hal umum yang menandai pendekatan sistem, yaitu 1) dalami semua faktor penting yang ada di dalam sistem untuk memperoleh solusi yang baik dalam menyelesaikan masalah dan 2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Untuk dapat bekerja secara sempurna, suatu pendekatan sistem mempunyai delapan unsur yang meliputi : metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan suatu tim yang multidispliner, perorganisasian, disiplin untuk bidang yang non kuantitatif, teknik model matematik, teknik simulasi, teknik optimasi dan aplikasi komputer.

Tidak semua substansi perlu diselesaikan dengan pendekatan sistem. Permasalahan sederhana yang tidak melibatkan banyak elemen cukup dikaji melalui pendekatan suatu disiplin ilmu saja. Persyaratan suatu substansi yang dikaji melalui pendekatan sistem menurut Eriyatno (1999) adalah : 1) kompleks, yang menggambarkan interaksi antar elemen cukup rumit, 2) dinamis, dalam arti ada faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, 3) probabilistik, yakni diperlukan suatu fungsi peluang didalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Penyelesaian suatu persoalan melalui pendekatan sistem terdiri atas beberapa tahap proses. Tahapan tersebut meliputi analisa, rekayasa model, implementasi rancangan serta implementasi dan opersi sistem. Metodologi sistem pada prinsipnya terdiri atas enam tahap analisa, yakni : analisa kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, dan penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial). Keenam langkah tersebut dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal sebagai analisis sistem.


(44)

2.7. Sistem Pendukung Keputusan dan Sistem Pakar

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971 dalam Turban, 2005). Sedangkan sistem pakar adalah suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang tersimpan pada suatu komputer untuk menyelesaikan suatu masalah yang membutuhkan keahlian pakar (Turban, 2001). Banyak masalah tidak terstruktur dan bahkan semi terstruktur yang sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian yang dapat diberikan oleh suatu sistem pakar. Oleh karena itu makin banyak SPK canggih yang dilengkapi dengan satu komponen yang disebut sub sistem manajemen berbasis pengetahuan. Komponen ini dapat menyediakan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan beberapa aspek masalah dan memberikan pengetahuan yang dapat meningkatkan operasi komponen SPK yang lain (Turban, 2001).

Gambar 6 Konfigurasi model dasar sistem manajemen ahli (Turban, 1988)

Integrasi sistem pakar dengan SPK dapat berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen SPK atau dengan membuat sistem pakar

Sistim Pengolahan Terpusat

Sistim Manajemen Dialog Model

Sistem Manajemen Basis Model

SMA

Mekanisme I nferensia

(rule-base Skenario)

Pengetahuan

Sistem Manajemen Basis

Pengetahuan

Data

Sistem Manajemen Data

Pengguna


(45)

sebagai komponen yang terpisah dari SPK. Nama lain untuk integrasi sistem pakar dengan SPK adalah SPK intelejen dan Sistem Pendukung Ahli (Turban, 2001).

Tujuan perancangan sistem pakar menurut Marimin (2005) adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa tenaga ahli, training tenaga ahli baru, penyediaan keahlian yang diperlukan dalam suatu proyek yang tidak ada atau tidak mampu membayar tenaga ahli. Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup (Marimin, 2005) :

1. Fasilitas akuisisi pengetahuan

2. Sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system) 3. Mesin inferensi (inference engine)

4. Fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi, dan

5. Penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface)

Fasilitas akuisisi pengetahuan digunakan sebagai alat untuk mengisi atau mendapatkan pengetahuan, fakta, aturan dan model yang diperlukan oleh sistem pakar dari berbagai sumber. Tahap akuisisi pengetahuan merupakan tahap penting, kritis dan sangat menentukan keberhasilan sistem pakar yang akan dikembangkan untuk pemecahan persoalan yang biasanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar. Pengetahuan tersebut didapat dari (Marimin 2005) :

1. Akuisisi pengetahuan dari para pakar

2. Pengorganisasian dari beberapa buku, jurnal, data dasar dan media lain (manual teknik, makalah dan sejenis) yang relevan dengan ruang lingkup sistem pakar yang akan dikembangkan.

3. Penyeleksian hasil deduksi dan induksi dari pengetahuan yang sudah tersimpan di dalam suatu sistem pakar ataupun yang berupa pengalaman sendiri. Hal ini dapat dilakukan apabila sistem pakar tersebut mempunyai sistem berbasis pengetahuan yang dinamis dan lagipula pengguna sistem tersebut adalah seorang pakar.


(46)

Dalam pembentukan sistem pakar diperlukan beberapa pakar di bidang yang diperlukan dan perekayasaan sistem / knowledge engineers sebagai perancang sistem pakar. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan pakar. Pakar yang dilibatkan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu (Marimin 2005) :

1. Pakar yang mendapatkan pendidikan formal S2 / S3 pada bidang yang dikaji.

2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain.

3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji.

4. Pakar yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan pengalaman empiris di suatu sector kegiatan tertentu). Klasifikasi ini lebih didasarkan pada lama kerja dan kewewenangan (dapat terdidik secara formal atau otodidak) di suatu posisi kegiatan teknik tertentu.

Tahap pembentukan sistem pakar dimulai dengan tahap identifikasi masalah seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Tahapan tersebut disusun oleh tiga unsur utama sistem yaitu basis pengetahuan, motor inferensi dan penerapannya. Basis pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek pengetahuan serta hubungan yang dimiliki antar obyek-obyek tersebut. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem dan hal ini dimanfaatkan oleh mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan. Basis pengetahuan dapat dilakukan dengan cara jaringan semantik, obyek-atribut-nilai, frame atau kaidah produksi, dan representasi fuzzy.

Mesin inferensi merupakan komponen sistem pakar yang memanipulasi dan mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai kesimpulan. Terdapat dua strategi dalam mesin inferensi yaitu strategi penalaran dan strategi pengendalian (Marimin 2005).


(47)

Iderntifikasi Masalah

Representasi Pengetahuan

Implementasi

Pengujian

Pengembangan Mesin Inferensi Akuisisi Pengetahuan Mencari Sumber Pengetahuan

Mulai

Mewakili Human Expert ?

Selesai Ya Tidak

Gambar 7 Tahap pembentukan sistem pakar (Marimin 2005)

2.8. Teknologi Pengolahan Barang Jadi Lateks

Pengembangan agroindustri di Indonesia berpeluang besar karena didukung oleh besarnya dan beraneka ragam potensi sumber daya alam yang dimiliki atau yang lebih dikenal dengan keunggulan komparatif. Karet merupakan salah satu komoditi yang memilliki potensi besar untuk dikembangkan ke arah agroindustri karena beragam produk yang dapat dihasilkan dari komoditi tersebut. Produk dari lateks ini dapat diolah untuk menghasilkan lateks pekat, lembaran karet (sheet), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet yang selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai produk turunannya seperti ban, komponen, sarung tangan dan sebagainya.


(48)

Suparto dan Syamsu (2008) menjelaskan bahwa industri barang jadi lateks pada umumnya tidak memerlukan teknologi yang canggih, sehingga mudah dikembangkan di negara penghasil lateks pekat. Barang jadi lateks dapat dibuat menggunakan berbagai teknologi proses diantaranya proses celup (kondom, sarung tangan), ekstrusi (benang karet, kateter), pembusaan (kasur busa), pelapisan (kertas berlapis karet, kain berkaret) dan pengolesan atau perekatan (adhesive). Beberapa jenis barang jadi lateks seperti sarung tangan rumah tangga dan keperluan industri, balon, busa, karet gelang, topeng dan produk tuang cetak (casting) serta perekat dapat diproduksi oleh industri rumah tangga (home

industry). Secara umum berbagai produk olahan karet dapat dilihat pada Gambar 8.

Pohon Karet Hevea

SIR 10, SIR 20 SIR 3 CV, SIR 3L,

SIR 3WF Pale Crepes Ribbed Smoked

Sheets (RSS) Lateks Dadih Lateks Pekat

Koagulum Lapangan

Lateks

Karet busa Sarung tangan medis Karet untuk peralatan medis Sarung tangan untuk industri Sarung tangan untuk rumah tangga

Kondom Benang Karet Balon dll

Ban dan ban dalam Alas kaki

Komponen karet untuk otomotif Komponen karet untuk barang elektronik

Produk karet untuk industri Selang dan pipa karet Karet Penggunaan umum

Flat Bark Crepes Thick Blanket Crepes (Ambers)

Estate Brown Crepes (Compo) Thin Brown Crepes

(Remills)

Gambar 8. Pohon industri karet (Haris, 2006)

Lateks kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis M.), berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks kebun hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (KKK) antara 20-35%, serta


(49)

bersifat kurang mantap sehingga harus segera diolah secepat mungkin. Cara penyadapan dan penanganan lateks kebun sangat berpengaruh kepada sifat bekuan sekaligus tingkat kebersihannya. Komposisi kimia dari lateks adalah karet 30-35%, resin 0,5-1,5%, protein 1,5-2 %, abu 0,3 -0,7%, gula 0,3-0,5% dan air 55-60% (BPTK, 2002).

Dalam BPTK (2002) dijelaskan bahwa proses pembuatan barang jadi dari lateks secara garis besar terdiri dari penyiapan bahan baku lateks pekat, penyiapan dispersi dan larutan bahan kimia kompon, penyediaan kompon, pembentukan barang jadi melalui metode tertentu dan vulkanisasi pada suhu tertentu. Produk barang jadi karet pada umumnya mempunyai sifat-sifat tertentu yang diutamakan. Oleh sebab itu susunan kompon lateks disesuaikan dengan jenis produk yang akan dihasilkan sifat yang diutamakan.

Kompon lateks adalah campuran antara lateks dengan berbagai bahan kimia untuk memperoleh hasil akhir suatu vulkanisat dengan proses tertentu. Bahan kimia kompon yang secara umum terdiri dari bahan pemvulkanisasi, pengaktif, pencepat, antioksidan, pengisi, pewarna dan sebagainya. Formula kompon lateks disusun berdasarkan pada 100 bobot karet kering (psk) yang terdapat dalam lateks pekat. Produk karet pada umumnya mempunyai sifat tertentu yang diutamakan, oleh sebab itu formula kompon lateks pada umumnya disesuaikan dengan jenis produk yang akan dihasilkan.

Bahan kimia yang telah disediakan dicampurkan dengan lateks secara perlahan sambil dilakukan pengadukan hingga homogen, kemudian diperam sebelum diproses lebih lanjut. Proses pembentukan barang jadi dapat dilakukan dengan metode pembusaan, pencelupan dan pencetakan (BPTK 2002).

a. Metode Pembusaan

Pembusaan lateks umumnya dilakukan dengan pengocokan kompon yang telah ditambahi bahan pembusa. Bahan pembusa yang digunakan secara umum berupa sabun, seperti ammonium atau kalium oleat. Campuran kompon dengan bahan pembusa diaduk lebih dahulu agar homogen. Campuran yang telah homogen tersebut dikocok dalam waktu dan kecepatan pengocok tertentu hingga dicapai expansi volume kompon yang dikehendaki, disebut busa kompon lateks. Koagualan ditambahkan ke


(50)

dalam busa kompon lateks tersebut sambil diaduk agar homogen, dilanjutkan dengan penuangan ke dalam cetakan dan dibiarkan. Busa kompon lateks yang telah stabil divulkanisasi dengan menggunakan uap air pada suhu sekitar 90 C. Karet busa yang terbentuk dicuci hingga bersih dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 70-100o

b. Metode Pencelupan

C hingga diperoleh karet busa yang siap dimanfaatkan.

Pembentukan barang jadi karet dari lateks dapat pula dilakukan dengan pencelupan. Barang jadi karet dari lateks yang diproses dengan metode pencelupan antara lain sarung tangan, balon dan sebagainya. Kompon lateks yang telah siap diproses menjadi barang jadi karet dituangkan ke dalam tangki pencelupan. Proses pencelupan yang umum dilakukan adalah pencelupan sederhana, proses pencelupan anoda dan proses Teague (US Rubber).

Proses pencelupan sederhana dilakukan dengan cara mencelupkan cetakan ke dalam kompon kemudian dikering anginkan kemudian divulkanisasikan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu. Proses ini biasanya digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis seperti kondom.

Proses pencelupan anoda dilakukan dengan cara mencelupkan cetakan ke dalam koagulan terlebih dahulu kemudian cetakan berlapis koagulan tersebut dicelupkan ke dalam kompon lateks. Cetakan berlapis deposit kompon lateks dikering anginkan dan divulkanisasikan pada suhu dan waktu tertentu. Proses ini dilakukan untuk menghasilkan produk yang relatif tebal seperti bladder untuk spygmo-manometer.

Proses Teague dilakukan dengan mencelupkan cetakan ke dalam kompon lateks kemudian cetakan yang berlapis kompon lateks dicelupkan ke dalam koagulan. Cetakan berlapis deposit lateks dikering anginkan kemudian divulkanisasikan pada suhu dan waktu tertentu.

c. Metode Pencetakan

Pencetakan barangjadi dari lateks umumnya digunakan untuk memperoleh barang jadi berongga seperti boneka berongga dan sebagainya. Cetaka yang digunakan untuk keperluan tersebut berupa pasangan atas dan bawah,


(51)

sehingga dapat ditutup rapat. Kompon lateks yang telah siap digunakan dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian cetakan berisi kompon diputar mengikuti beberapa arah sumbu putaran sambil dipanaskan. Cetakan didinginkan, kemudian deposit di bagian dalam dikeluarkan dan divulkanisasikan pada suhu dan waktu tertentu. Barangjadi masif dapat pula dibuat dengan menuangkan kompon lateks ke dalam cetakan dan mengeringkannya pada suhu rendah. Deposit kering dikeluarkan dari cetakan dan divulkanisasikan pada waktu dan suhu tertentu.

2.9. Logika Fuzzy

Dalam suatu sistem yang paling rumit dimana hanya tersedia sedikit data numerik dan mungkin hanya terdapat informasi yang bersifat tidak jelas / ambigu, logika fuzzy menyediakan cara untuk memahami perilaku sistem dengan mengijinkan kita untuk menyisipkan perkiraan antara masukan/input dan keluaran/output. Terdapat beberapa alasan mengapa logika fuzzy digunakan orang yaitu : (Kusumadewi, 2002)

1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. 2. Logika fuzzy sangat fleksibel.

3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.

4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks

5. Logika fuzzy mampu membangun dan mengaplikasikan

pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan 6. Logika fuzzy dapat bekerja sama dengan teknik-teknik kendali secara

konvensional

7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami

Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian sehingga fungsi tersebut akan mencangkup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa nilai kebenaran suatu pernyataan dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak diantaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu pernyataan tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0


(1)

212

Halaman Muka Portal Setelah Melakukan Login Sebagai User

Setelah melakukan login, seorang member dari portal manajemen pengetahuan mendapatkan akses terbatas dalam fasilitas serta fitur – fitur yang ada pada portal ini. Adapun fitur yang disediakan oleh portal manajemen pengetahuan bagi seorang member antara lain :

‐ Perpustakaan (Artikel & Peta Pengetahuan) ‐ Profil Pengguna

‐ Forum ‐ Cari Pakar ‐ My Bookmarks

Fasilitas Perpustakaan (Artikel & Peta Pengetahuan)

Pada menu perpustakaan seorang user yang sudah login sebagai member dapat melakukan beberapa aktivitas, diantaranya adalah :

‐ Melihat artikel

‐ Melihat peta pengetahuan


(2)

213

Gambar 5 Lihat Peta Pengetahuan Fasilitas Profil Pengguna

Pada menu profil pengguna, seorang member dapat membuat data profil tentang dirinya sesuai dengan informasi yang dibutuhkan yakni :

‐ Nama Lengkap ‐ Perusahaan ‐ Jabatan

‐ Alamat Perusahaan ‐ Kota

‐ No. Telepon ‐ Alamat Email


(3)

214

Gambar 6 Input profil pengguna

Disamping member dapat mengelola biodata informasi tentang dirinya, pengguna juga dapat melakukan perubahan email address serta password untuk login ke dalam sistem portal manajemen pengetahuan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.


(4)

215

Gambar 7 Edit e-mail address & password Fasilitas Cari Pakar

Seorang member yang sudah diverifikasi oleh admin dapat menggunakan fitur cari pakar untuk mencari moderator yang juga seorang pakar di dalam bidang klaster industri barang jadi lateks seperti ditunjukkan pada Gambar 8.


(5)

216

Gambar 8 Cari Pakar Fasilitas Forum

Seorang member sistem portal manajemen pengetahuan dapat ikut serta di dalam forum seperti ditunjukkan pada Gambar 9.


(6)

217