meningkatkan ekonominya. Prioritas ekonomi lokal pada peningkatan daya saing ini adalah krusial, mengingat keberhasilan kelangsungan hidup komunitas
ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar. Setiap komunitas mempunyai potensi lokal yang
unik yang dapat membantu atau menghambat pengembangan ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih tumbuhnya strategi pembangunan
ekonomi lokal memperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun daya saing tiap komunitas perlu memahami dan bertindak atas dasar kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman untuk membuat lokasi kota nya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang.
Pengembangan business cluster merupakan mesin dari ekonomi lokal. Suatu kluster mempunyai tiga dimensi yang menyangkut: produsen pengekspor,
pemasok dan perantara, dan institusi dasar yang memberikan input, seperti ide, inovasi, modal dan prasarana. Kluster industri dimaksudkan sebagai lokomotif
untuk mendorong perkembangan sistem industri di daerahnya melalui fokus pada dukungan terhadap jenis-jenis industri setempat yang potensial sebagai basis
ekspor ke luar daerah. Hubungan keterkaitan antar industri, dan meningkatnya pendapatan daerah, dapat merangsang kebutuhan atau permintaan akan jasa dan
produk lokal yang lebih luas lagi multiflier effects. Pengembangan kluster berfokus pada fasilitas atau penguatan keterkaitan
dan saling ketergantungan antar unit usaha hubungan pemasok dan pembeli dalam suatu network produksi dan penjualan produk dan jasa. Dengan mendorong
industri yang prospek pasarnya tinggi, mampu berkompetisi diharapkan akan meningkatkan perolehan devisa surplus dan menciptakan kebutuhan akan
produk industri setempat atau sekitarnya. Demikian pula peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan akan produk dan jasa dari kegiatan
ekonomi setempat pula domestic demand. Rantai ini jika berhasil diperluas akan mengembangkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
5.3 Pemberdayaan Penganggur Terbuka guna Mengantisipasi
Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna.
Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna sebesar 3.632 orang. Banyaknya penduduk penganggur terbuka menurut golongan
umur dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 20. Penduduk Natuna penganggur terbuka terbanyak mengikuti pendidikan dasar
≤ SD dan SMTP, yaitu mencapai 1.985 orang. Sedangkan penganggur terbuka yang paling sedikit bersekolah
hingga berpendidikan tinggi Diploma dan Universitas, yaitu sebanyak 272 orang. Penganggur terbuka terbanyak berada pada golongan 15-24 tahun 1.600
orang; 44,05 persen, jumlah terkecil pada golongan umur 55 tahun ke atas 28 orang; 0,77 persen. Tabulasi menunjukkan pengangguran terbuka di Kabupaten
Natuna terbanyak adalah penduduk berpendidikan menengah pada golongan umur 15-24 tahun.
Penduduk pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna pada tahun 2009 sebanyak 3.632 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penduduk penganggur
terbuka adalah perempuan sebanyak 1.986. Sedangkan sisanya sebanyak 1.646 adalah laki-laki. Pada pengangguran terbuka berjenis kelamin perempuan
menunjukkan bahwa golongan umur yang terbanyak pada golongan 25-34 tahun, sedangkan yang terkecil bahkan 0 pada golongan umur 50 tahun keatas.
Pengangguran terbuka berjenis laki-laki, terbanyak pengangguran pada golongan umur 15-24 tahun 882 orang dan terkecil pada golongan umur 50 tahun keatas.
Tabel 20. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Pendidikan di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009
Golongan Umur
Pendidikan Jumlah Persentase
Dasar Menengah Tinggi
15-24 555 1.045
1.600 44,05
25-34 738 330
272 1.340
36,89 35-44 332
332 9,14
45-54 332 332
9,14 55+ 28
28 0,77
Total 1.985 1.375
272 3.632
Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011 Banyaknya penduduk penganggur terbuka menurut kategori dan jenis
kelamin dapat dilihat melalui Tabel 21. Terlihat bahwa penduduk menganggur terbuka terbesar termasuk dalam kategori mencari pekerjaan yaitu sebanyak 2.705
orang 74,47 persen dan terkecil adalah kategori sedang mempersiapkan usaha pekerjaan yaitu sebanyak 23 orang 0,63 persen. Penganggur terbuka kategori
mencari pekerjaan berjenis kelamin perempuan lebih besar dibanding laki-laki.
Sedangkan kategori merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan berjenis kelamin laki-laki 448 orang lebih besar dibanding perempuan yang hanya 236
orang. Tabel 21. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 Golongan Umur
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki Perempuan 15-24
822 778
1.600 44,05 25-34
364 976
1.340 36,89 35-44 154
178 332
9,14 45-54
278 54
332 9,14 55+
28 28 0,77
Total 1.646
1.986 3.632
Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011 Penganggur terbuka lebih dominan berdomisili di perdesaan sebanyak 1.986
orang bila dibanding dengan perkotaan yang hanya sebesar 1.646 orang. Penganggur terbuka terbesar adalah golongan umur 15-24 tahun 1.600 orang;
44,05 persen. Pengangguran terbuka terkecil adalah golongan umur 50 tahun ke atas 28 orang; 0,77 persen. Berdasarkan Tabel 21 bahwa penganggur terbuka
terbanyak terdapat pada golongan umur 15-24 tahun daerah perdesaan 840 orang. Penganggur terbuka terkecil pada golongan umur 55 tahun ke atas daerah
perkotaan 0 orang. Berdasarkan data dari Pusdatin Pusat Data dan Informasi Depnakertrans
RI, Penganggur terbuka di Kabupaten Natuna menurut keterampilan terbanyak adalah tidak mengikuti kursus 3.506 orang; 96,53 persen dan terbanyak kedua
adalah aneka kejuruan 126 orang; 3,46 persen. Pengangguran terbuka keterampilan tidak mengikuti kursus berjenis kelamin laki-laki 1.520 orang dan
berjenis kelamin perempuan 1.986 orang. Pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna menurut keterampilan dan golongan umur terbanyak adalah tidak
mengikuti kursus golongan umur 15-24 tahun sebesar 1.559 orang. Penganggur terbuka menurut keterampilan dan golongan umur terkecil adalah aneka kejuruan
golongan umur 45-54 tahun. Pengangguran terbuka menurut keterampilan otomotif, listrik elektro, bangunan, teknik mekanik, tata niaga, pariwisata, dan
pertanian golongan semua umur di Kabupaten Natuna adalah nihil.
Blok D-Alpha Natuna adalah blok gas dengan kandungan gas terbesar di
dunia, selain diperkirakan menyimpan sekitar 500 juta barel minyak, blok D-Alpha
adalah blok gas dengan cadangan terbesar di dunia saat ini. Total potensi gas diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik tcf. Potensi gas yang
recoverable sebesar 46 tcf 46,000 bcf atau setara dengan 8,383 miliar barel
minyak 1 boe, barel oil equivalent = 5.487 cf . Dengan potensi sebesar itu, dan asumsi harga rata-rata minyak US 75barel selama periode eksploitasi, nilai
potensi ekonomi gas Natuna adalah US 628,725 miliar atau sekitar Rp 6.287,25 triliun kurs USRp = Rp 10.000. Hingga kini belum diperoleh informasi akurat
tentang total biaya untuk pengembangan Blok Natuna. Berdasarkan data Exxon Mobil, total biaya yang dibutuhkan sekitar US 40 miliar. Salah satu penyebab
besarnya investasi karena gas Natuna mengandung banyak CO2 yang memerlukan teknologi untuk memisahkannya.
Tabel 22. Penganggur Terbuka Menurut Kategori dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009
Kategori Jenis Kelamin
Jumlah Persentase
Laki-laki Perempuan
Mencari pekerjaan 1.094
1.611
2.705 74,47
Mempersiapkan usaha pekerjaan
23 23
0,63 Merasa tdk mungkin
mendapatkan pekerjaan 448
236 684
18,83 Sudah punya pekerjaan, tapi
belum bekerja 81
139 220
6,05 Total
1.646
1.986
3.632 Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011
Base camp merupakan instalasi penting dalam pengelolaan ekplorasi dan
ekploitasi minyak dan gas bumi. Instalasi ini dilengkapi dengan pelabuhan, pergudangan, landasan terbang dan sarana penginapan. Base camp ini berfungsi
sebagai penunjang logistik bagi kegiatan-kegiatan anjungan produksi ataupun pengeboran lepas pantai. Base camp di bawah pengelolaan Dirjen Migas
Departemen Energi Sumber Daya Mineral. Dampak pembangunan base camp ini adalah merupakan peluang bagi daerah Kabupaten Natuna. Rencana ekplorasi gas
dengan membangun Base Camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna tepatnya di Pulau Bunguran akan menguntungkan bagi daerah.
Dampak pembangunan base camp ini akan menciptakan trikle down effect pada perekonomian daerah, terutama pada penyerapan tenagakerja yang
menganggur khususnya di Kabupaten Natuna, umumnya secara nasional. Penganggur terbuka di Kabupaten Natuna secara dominan tidak memiliki
keterampilan dan kursus yang memadai dan berpendidikan rendah. Untuk itu diperlukan penyiapan tenagakerja yang terampil dengan mengadakan kursus dan
keterampilan yang dibutuhkan perusahaan yang mengelola Blok D-Alpha Natuna. Pemerintah daerah perlu proaktif dengan mengajukan kerjasama kepada
perusahaan Pertamina dan Exxon Mobil untuk menyiapkan sarana dan prasarana balai latihan kerja khusus eksplorasi dan ekspoitasi gas. Peningkatan kualitas
tenagakerja masyarakat lokal agar mampu bekerja di perusahaan gas terbesar di dunia ini.
Tabel 23. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Daerah di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009
Golongan Umur Daerah
Jumlah Persentase Perkotaan
Perdesaan 15-24
760 840
1.600 44,05 25-34
574 766
1.340 36,89 35-44 160
172 332
9,14 45-54
255 77
332 9,14 55+
28 28 0,77
Total 1.646
1.986 3.632
Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011 Selain menyiapkan tenagakerja yang akan bekerja pada perusahaan. Peluang
ekonomi lain yang perlu dipikirkan adalah bagaimana daerah mampu menyediakan keperluan logistik pada base camp. Logistik merupakan seni dan
ilmu mengatur dan mengontrol arus barang, energi, informasi, dan sumberdaya lainnya, seperti produk, jasa, manusia, dari sumber produksi ke pasar. Manufaktur
dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga mencakup integrasi, informasi, transportasi, inventory, pergudangan dan
pemaketan. Memperhatikan hal tersebut maka perlu pembangunan agroindustri yang berkelanjutan dapat ditetapkan sebagai agroindustri yang tumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan, mampu berkompetisi, mampu merespons dinamika perubahan pasar dan pesaing, baik dipasar domestik maupun di pasar
internasional serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan agroindustri yang tepat di Kabupaten Natuna adalah
industrialisasi pada sektor pertanian sub sektor perikanan guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian akan menjadi penilaian yang strategis
untuk menanggulangi masalah pengangguran dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan Kabupaten Natuna. Hal ini karena agroindustri merupakan
sub sektor yang mampu menjamin perluasan lapangan kerja mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal. Selain itu karena industri
kecil yang berbasis pertanian telah mengakar pada masyarakat tingkat menengah ke bawah, merupakan sektor yang paling sesuai untuk menampung banyak
tenagakerja serta dapat menjamin perluasan berusaha sehingga akan sangat efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian rakyat di perdesaan.
Masyarakat Natuna adalah masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya di sepanjang hari dengan kehidupan yang dihasilkan oleh laut. Laut
adalah tempat dimana mereka mengelola kehidupannya, mengembangkan kreativitas dan inovasi untuk mengoptimalkan potensi kelautan sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari mereka, berperan serta baik dalam konservasi, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan. Pemanfaatan secara optimal terhadap
potensi kelautan, tidak berarti melupakan faktor yang sangat penting bagi nilai pengembangan kawasan wisata bahari yang berkelanjutan, yaitu berupaya
perbaikan terhadap kawasan yang rusak dan keanekaragaman potensinya telah berkurang. Pengembangan kawasan wisata bahari adalah salah satu bentuk
pengelolaan kawasan wisata yang berupaya untuk memberikan manfaat terutama bagi perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan
sumberdaya kelautan. Masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara langsung pada usaha pariwisata melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha yang
mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir Kabupaten Natuna. Dalam model Kusumastanto 2007 bahwa pengembangan ekonomi daerah
berbasis kepulauan menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk pariwisata bahari pulau-pulau kecil didekati dengan menggunakan analisis keterkaitan lima
domain yaitu domain ekonomi, turis dan jumlah kamar, populasi, pemerintah dan lingkungan. Domain ekonomi, asumsi dasar yang digunakan adalah dua sektor
yaitu sektor ekonomi pariwisata bahari dan sektor ekonomi lain yang dalam konteks pengembangan pulau-pulau kecil bisa direpresentasikan oleh sektor
perikanan. Dalam sektor pariwisata bahari, gross-output dari kegiatan ini didekati oleh faktor jumlah turis dan harga per turis yang dipresentasikan oleh harga per
kamar price per room. Harga per kamar ditentukan non konstan dan dipengaruhi dinamika biaya tenagakerja labor costs. Kapital stok dari kegiatan pariwisata
bahari ini adalah jumlah kamar yang tersedia dan investasinya merupakan penjumlahan dari investasi regional propinsi dan investasi nasional. Investasi
regional untuk kegiatan kegiatan pariwisata bahari pada level nasional diasumsikan sebesar 0,2 persen dari total PDB nasional. Persentase ini diperoleh
dari data investasi nasional sektor hotel dan restoran baik dari skema PMDN maupun PMA tahun 2000 terhadap PDB nasional pada tahun yang sama.
Sementara itu karakteristik pulau-pulau kecil adalah sebagai-berikut: a secara ekologis terpisah dari pulau induknya mainland island, memiliki batas
fisik yang jelas, dan terpencil dari habibat pulau induk sehingga bersifat insular; b mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tifikal
dan bernilai tinggi; c daerah tangkapan air catchment area relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut; d dari
segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Daratan yang pada saat pasang tertinggi
permukaannya ditutup air, tidak termasuk kategori pulau kecil. Kabupaten Natuna memiliki pulau-pulau baik berpenghuni maupun yang
tidak berpenghuni. Karakteristik pulau yang dijelaskan di atas banyak ditemukan di Kabupaten Natuna. Sehingga ini berpotensi untuk dikembangkan pariwisata
berbasis bahari dan kepulauan. Pengembangan kawasan wisata bahari lebih diupayakan pengembangan kawasan wisata ramah lingkungan. Pengembangan
kawasan wisata bahari harus menghindari pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan pemborosan sumberdaya alam bahari. Keterkaitan luas dengan peran
masyarakat pesisir membutuhkan zonasi yang tepat dari setiap wilayah menghindari benturan kepentingan antara zona kawasan wisata bahari yang
dikelola dan dimanfaatkan bagi kegiatan rekreasi. Pengembangan prasarana yang dapat mendorong pertumbuhan antar wilayah melalui sistem prioritas
pengembangan kawasan wisata bahari berdasarkan tipe, potensi dan karakter alam yang dimiliki oleh masing-masing kawasan.
VI. STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA KABUPATEN NATUNA