BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Jenis Sayuran
Sayuran dapat diartikan sebagai salah satu jenis komoditas hortikultur disamping buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat yang umumnya
dimanfaatkan sebagai bahan pangan pelengkap dari menu makan keseharian dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Sayur-sayuran dapat dibedakan
atas : daun kangkung, katuk, sawi, bayam, bunga kembang turi, brokoli, kembang kol, buah terong, cabe, paprika, labu, ketimun, tomat, biji muda kapri
muda, jagung muda, kacang panjang, buncis, semibaby corn, batang muda asparagus, rebung, jamur, akar bit, lobak, wortel, serta sayuran umbi
kentang, bawang bombay, bawang merah
5
. Sayuran sendiri umumnya memiliki ciri-ciri ; 1 Dipanen dan
dimanfaatkan dalam keadaan segar sehingga bersifat mudah rusak, 2 Komponen utama ditentukan oleh kandungan air bukan kandungan bahan kering
seperti tanaman agronomi seperti jagung, dan tanaman perkebunan, 3 Produk bersifat meruah voluminous sehingga susah dan mahal untuk diangkut, 4
Harga sayuran sendiri ditentukan oleh mutunya Putra, 2006. Sayuran dapat dibedakan berdasarkan tempat tumbuhnya, kebiasaan
tumbuh, dan bentuk yang dikonsumsi. Sayuran dapat tubuh pada daerah dataran rendah, tinggi, dan ada pula yang mampu hidup di kedua tempat tersebut.
bawang merah, jagung dan timun merupakan jenis sayuran dataran rendah,
5
www.yahoo.com, “Sehat Optimal dengan Sayuran dan Buah”. Di akses 21 Desember 2006
sedangkan sayuran dataran tinggi antara lain kentang, kubis, lobak, untuk sayuran yang hidup pada keduanya ialah tomat, cabai, dan kangkung.
Berdasarkan kebiasaan tumbuh, sayuran dibedakan pada sayuran semusim dan tahunan, sayuran semusim ialah wortel, kubis, kentang, bayam,
tomat, dan lainnya, sedangkan sayuran tahunan ialah petai, melinjo dan kangkung air. Berdasarkan bentuk yang dikonsumsi, sayuran dibedakan atas
sayuran buah, daun, umbi, bunga dan rebung.
2.2 Pengertian Pertanian Organik
Pertanian organik secara sederhana dapat diartikan sebagai sistem pertanian yang bebas dari penggunaan unsur atau bahan kimia, seperti pupuk
buatan atau pestisida. Sutanto 2002 dalam bukunya Penerapan Pertanian Organik mengemukakan, bahwa para petani di dunia barat menyebut sistem
pertanian organik merupakan “hukum pengembalian law of return” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik
ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.
Pertanian organik dengan kata lain terdapat proses pendaur ulangan unsur hara melalui suatu tahapan berbentuk senyawa organik sebelum diserap
oleh tanaman. Berbeda dengan penanaman secara konvensional yang memberi unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera
diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.
Pertanian organik juga didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan
produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan
serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. International Federation Of Organic Agriculture Movements IFOAM menjelaskan bahwa pertanian organik
ialah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah
6
. Pertanian organik dilakukan sebagai langkah pencegahan dari
kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi yang biasa dilakukan dalam pengolahan tanah dan mengendalikan hama penyakit. Dalam
pertanian organik kedua kegiatan tersebut dapat diatasi, selain penggunaan pupuk kandang, pemberantasan hama juga dilakukan dengan pestisida organik.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida organik antara lain nimba, tembakau, brotowali, gadung, mengkudu, pepaya, sirsak, mahoni,
dan lainnya. Penggunaan pestisida organik tidak menimbulkan pencemaran, tidak berbahaya, tidak meracuni tubuh dan mudah diperoleh Sutanto, 2002.
2.3 Prinsip-prinsip Pertanian Organik