Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dikarenakan guru lebih sering memberikan persoalan seperti ini dalam satu langkah saja. Ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia berkembang pada
kemampuan tingkat rendah dan belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover Jerman terhadap anak-anak
Indonesia yang berusia 10 tahun dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta, menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia berada di urutan
terakhir dari 8 negara yang menjadi sampel penelitian tersebut.
5
Adapun urutan peringkatnya sebagai berikut dari yang tertinggi sampai yang terendah: Filipina,
AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas sebagai hasil dari berpikir kreatif di Indonesia
masih lemah dibandingkan dengan Negara lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa indonesia masih lemah dan harus
ditingkatkan, karena kemampuan berpikir kreatif mampu mendorong seseorang terampil memecahkan masalah dalam matematika dan menemukan alternatif-
alternatif solusi pemecahan yang bervariasi. Penelitian singkat yang dilakukan Nurmalianis di salah satu SMP Negeri
di Tanggerang pada tahun 2014 terhadap siswa kelas IX menunjukan 25,63 siswa dapat berpikir lancar dengan memberikan banyak jawaban dan 41 siswa
yang dapat memberikan cara penyelesaian berbeda.
6
Jika dilihat lebih mendalam, berdasarkan observasi pengamatan proses pembelajaran yang pernah peneliti
lakukan terhadap dua sekolah, proses pembelajaran lebih banyak didominasi guru yang menimbulkan siswa menjadi pasif dalam mengembangkan gagasan atau ide
dalam proses pembelajaran. Jika guru bertanya kepada siswa, jarang ada siswa yang mau menjawab, hanya siswa yang pintar saja yang mau memberikan ide
jawaban. Hal ini dikarenakan guru masih menempatkan peserta didik sebagai objek didik, sehingga kemampuan siswa hanya terbatas pada ingatan.
5
Risqi Rahman, “Hubungan Antara Self Concept Terhadap Matematika Dengan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa”. Jurnal Infinity, vol 1, No. 1, 2012, h .19.
6
Nurmalianis, “Pengaruh Strategi Konflik Kognitif Terhadap Kemampuanberpikir Kreatif Matematis Siswa”, Skrpsi pada Uin Jakarta, 2014. h. 3. Tidak dipublikasikan
Berdasarkan temuan-temuan di atas terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah karena jarang dilatih sejak kecil dalam proses
pendidikan, terutama dalam mata pelajaran matematika yang tidak menekankan solusi pemecahan masalah yang disertai proses kreatif tetapi lebih pada hafalan,
penggunaan rumus dan konsep serta mencari jawaban yang benar terhadap soal- soal matematika. Faktor lain yang menyebabkan kurang berhasilnya pembelajaran
matematika adalah keaktifan siswa. Metode konvensional yang banyak dijumpai dalam pembelajaran mengakibatkan siswa pasif, karena sebagian besar proses
pembelajaran didominasi oleh guru. Siswa tidak diberi kesempatan menemukan jawaban ataupun cara yang berbeda dengan yang diajarkan seorang guru. Guru
sangat jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan serta mengkonskruksi idenya sendiri terhadap pemahaman konsep matematika.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, menyebutkan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
7
Seorang guru hendaknya menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif belajar dengan mengkonstruksi,
menemukan dan mengembangkan pengetahuannya sendiri, tetapi pengajaran yang terjadi di sekolah masih menekankan kepada penyampaian informasi faktual
secara langsung. Setiap siswa memiliki potensi kreatif, tetapi potensi kreatif itu
memerlukan kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan dan proses pembelajaran yang mamupuk dan menunjang kreativitas, sedangkan model
pembelajaran yang diterapkan guru disekolah belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu, perlu adanya
upaya untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
7
Badan Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007 Tentang Stadar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan
Menengah Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007, h. 6.
khususnya dalam pembelajaran matematika dengan merubah proses pembelajaran yang awalnya berpusat kepada guru menjadi berpusat kepada siswa.
Model pembelajaran yang berdasarkan kepada prinsip pemecahan masalah secara divergen dapat membuat proses belajar menjadi aktif dan kreatif. Hal
tersebut sejalan dengan dengan pehkonen yang mengatakan bahwa cara untuk meningkatkan berpikir keatif yaitu menggunakan pembelajaran berbasis
pendekatan pemecahan masalah.
8
Kemampuan berpikir kreatif perlu dilatih sejak dini melalui pembiasaan. Menurut Rusefendi bahwa sifat berpikir kreatif akan
tumbuh bila ia dilatih dan dibiasakan sejak kecil untuk mengeksplorasi, inquiri, penemuan dan pemecahan masalah.
9
Uraian tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran dengan menggunakan prinsip pendekatan pemecahan masalah
dapat dijadikan salah satu alternatif untuk dapat diterapkan dikelas dalam melatih kemampuan berpikir kreatif siswa.
Salah satu model pembelajaran yang menggunakan pemecahan masalah adalah Simplex Basadur. Sebagai pengembangan dari creative problem solving
Osborn yang memusatkan pengajaran kepada keterampilan pemecahan masalah secara divergen, model pembelajaran Simplex Basadur terdiri dari problem
formulation, solution formulation, dan solution implementation yang merupakan model pembelajaran yang memusatkan kepada proses kreatif dalam pemecahan
masalah. Pada awal pembelajarannya guru memulai dengan memberikan suatu permasalahan, kemudian siswa siswa diberikan kesempatan berpikir untuk
mengidentifikasi masalah secara lancar fluence. Langkah pembelajaran selanjutnya yaitu solution formulation, dan solution implementation melatih siswa
mengkomunikasikan ide matematisnya dalam memformulasikan solusi dan implementasinya dalam pemecahan masalah, sehingga mendorong siswa berpikir
8
Tatag Yulio, Wihdia Novitasari, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Melalui Pemecahan M asalah Tipe What’s Another Way”. Jurnal Pendidikan Matematika
“Transformasi”, Vol. 1, No. 1, 2007. h. 2.
9
Dedeh Tresnawati Choridah, “Peran Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematis Siswa Sma”. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2, No. 2, 2013,
h. 198.
kreatif untuk memunculkan bermacam-macam gagasan dan ide-ide unik orisinil secara terarah dan logis sesuai fakta yang tersedia dalam pemecahan masalah.
Dalam model pembelajaran pemecahan masalah Simplex Basadur ini, keaktifan siswa dan banyaknya ide diperlukan dalam proses pembelajaran. Proses
dalam pembelajaran lebih terpusat kepada siswa student centered approach, sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator, dinamisator dan motivator.
Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat dan motivasi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa sehinga proses pembelajaran dapat berjalan secara maksimal. Berdasarkan uraian yang telah di kemukan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Simplex Basadur Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
”. B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi diantaranya:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa rendah.
2. Pembelajaran matematika masih didominasi guru yang menekankan kepada
ingatan, berpikir konvergen, dan penggunaan rumus dalam penyelesaian masalah.
3. Siswa sulit menerapkan materi yang dipelajari kedalam soal dengan langkah
berbeda karena siswa terbiasa dengan penyelesaian soal yang bersifat prosedural.
4. Untuk mengetahui dan melatih kemampuan berpikir kreatif siswa khususnya
dalam pemebelajaran matematika, perlu dicari model pembelajaran yang sesuai untuk melatih kemampuan tersebut.