25
Selanjutnya, Woolfsoon dalam Ahmad Susanto 2011: 143 menyatakan bahwa anak usia 3-4 tahun mempunyai masalah dengan emosionalnya, yaitu
tentang percaya diri. Interaksi sosial yang semakin bertambah memberinya kesempatan untuk membanding-bandingkan diri dengan anak seusianya, anak
yang menganggap dirinya tidak sebanding dengan teman lain akan merasa rendah diri dan menjadi tidak percaya diri.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah keyakinan terhadap diri sendiri akan kemampuannya dalam
menyelesaikan tugas dan menyelesaikan berbagai permasalahan serta merupakan modal dasar untuk mengembangkan kemampuan diri dalam mencapai berbagai
tujuan hidupnya.
4. Proses Pembentukan Percaya Diri
Berdasarkan tahapan psikososial yang dikemukakan Erikson Agoes Dariyo, 2007: 190 pada usia 0-1,5 tahun yaitu basic-trust vs mistrust. Basic-trust
merupakan sikap percaya seorang anak terhadap lingkungan sosial terutama orang tua karena telah memberikan kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis maupun
psikologis. Anak memerlukan kepercayaan dari orang lain, terutama ibu sehingga anak akan memiliki perasaan bahwa dirinya berharga.
Seorang anak akan memiliki rasa percaya ketika ibunya selalu memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis dengan memberi makan, minum, pakaian,
kasih sayang, perhatian, penerimaan dan dukungan sosial. Orang tua juga harus menunjukkan perilaku tidak banyak melarang, memberikan kesempatan kepada
anak untuk melakukan sesuatu sendiri, mendorong anak untuk mencoba lagi
26
apabila yang dilakukan belum berhasil. Ketika anak mendapat kebutuhan- kebutuhan tersebut dengan baik maka akan merasa percaya, berharga, aman,
nyaman, dan tenang, sehingga akan menumbuhkan percaya diri dalam diri anak. Sebaliknya anak akan menumbuhkan sikap mis-trust yaitu sikap tidak
mempercayai terhadap lingkungan sosialnya, karena orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar anak dengan baik sehingga anak merasa tidak
percaya, tidak nyaman, tidak tenang, tidak bahagia, tidak berharga dan tidak percaya diri.
Irawati Istadi 2006: 137-143 menambahkan bahwa pembentukan percaya diri digambarkan dalam daur lingkaran percaya diri yang saling mempengaruhi
antara kompetensi atau hasil karya anak, pengakuan, aktualisasi dan percaya diri. Tumbuhnya percaya diri diawali adanya sebuah kompetensi tertentu sesuai fase
perkembangan anak. Anak yang memiliki dan mampu menunjukkan kompetensinya akan memperoleh pengakuan dari lingkungan. Pengakuan ini bisa
dalam bentuk pemberian reward berupa pujian, tepuk tangan, acungan jempol dari orang tua, guru ataupun dari teman-temannya. Setelah memperoleh pengakuan
inilah rasa percaya diri anak akan tumbuh dan terbentuk. Semakin tinggi percaya diri, akan merangsang anak untuk mempertinggi
kualitas kompetensinya. Peningkatan kualitas kompetensi ini meningkatkan pula pengakuan dari orang-orang disekitar anak dan begitulah lingkaran percaya diri
ini terus saling mempengaruhi. Salah satu upaya mendorong anak menunjukan kompetensinya adalah dengan memberinya sebuah tantangan dan penugasan. Jika
anak telah berhasil mengatasi dan melewati tantangan tersebut, berarti anak telah