86
produk KPS Bogor.  Biaya  yang efisien merupakan kesempatan bagi perusahaan dalam memperluas pangsa pasar.
6.2.2.   Faktor Sosial Budaya dan Demografi
Susu  pasteurisasi  tidak  termasuk  konsumsi  utama  masyarakat  Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari posisi susu atau susu pasteurisasi dibandingkan makanan
pokok  atau  bahan  pokok  yang  lebih  sering  di  konsumsi  oleh  masyarakat.  Akan tetapi pola konsumsi yang meningkat menunjukkan adanya kesadaran masyarakat
dalam  hal  mengkonsumsi  susu  pasteurisasi.  Meningkatnya  kesadaran  dan kepedulian  masyarakat  akan  kesehatan  menghasilkan  loyalitas  konsumen
merupakan peluang. Adanya tren mengkonsumsi minuman berbahan dasar alami akan  berpengaruh  terhadap  perkembangan  usaha  KPS  Bogor,  dengan  demikian
faktor  sosial  budaya  dan  demografi  merupakan  peluang  bagi  KPS  Bogor  untuk mengembangkan usahanya. Perkembangan jumlah penduduk dari tahun ke tahun
juga akan memberikan sisi yang signifikan terhadap perkembangan produk susu pasteurisasi karena adanya peluang konsumen baru. Hal dapat di lihat pada 18.
Tabel 18. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1995-2005
Tahun Jumlah Penduduk
Pertumbuhan 1995
194,754,808 -
2000 205,132,458
5,32 2005
218,868,791 6,69
Sumber. BPS 2009
Perkembangan  jumlah  penduduk  akan  bersisi  pada  ketersediaan  jumlah tenaga kerja. Respon positif dari lingkungan sosial di luar peruahaan memberikan
sisi  positif  dan  merupakan  peluang  terhadap  perkembangan  usaha  pemasaran susu pasteurisasi. Respon positif dari lingkungan sosial di luar perusahaan dapat
berupa adanya dukungan terhadap peningkatan produksi sehingga akan menyerap jumlah  tenaga  kerja,  selain  itu  peningkatan  produksi  juga  akan  membutuhkan
bahan  baku  yang  besar  sehingga  perusahaan  harus  memasok  bahan  baku  dari peternak di sekitar perusahaan.
87
6.2.3.  Faktor Politik dan Hukum
Keadaan  politik  serta  hukum  yang  berlaku  saat  ini  di  Indonesia  dapat mempengaruhi  kegiatan  operasional  dan  keberlangsungan  usaha  perusahaan.
Peraturaturan-peraturan  dan  kebijakan  pemerintah  dapat  mempengaruhi perkembangan usaha di industri pengolahan susu seperti susu pasteurisasi. Akan
tetapi,  peraturan  dapat  mempengaruhi  perusahaan  dalam  hal  memudahkan  atau mempersulit perusahaan untuk berkembang sehingga dapat menjadi peluang atau
ancaman. Salah  satu  variabel  politik  yang  dapat  digunakan  untuk  menganalisa
keadaan  politik  disuatu  negara  adalah  kebijakan-kebijakan  atau  peraturan- peraturan  yang  dikeluarkan  pemerintah  yang  berhubungan  dengan  industri
pengolahan  susu.  Salah  satu  kebijakaan  pemerintah  yang  berkaitan  dengan industri  pengolahan  susu  yaitu  kebijakan  tarif  impor  susu  termasuk  didalamnya
susu  pasteurisasi  makanan  turunan  susu  dalam  negeri.  Pada  tahun  1998 pemerintah  Indonesia  mengeluarkan  tarif  impor  susu  tentang    Tarif  Bea  Masuk
Produk Susu, berkisar antara 5 persen sampai dengan 20 persen sesuai dengan SK Menteri  Keuangan  No  16KMK.0171998,  akan  tetapi  pemerintah  merubah
tingkat tarif impor sebesar 0 persen untuk bahan baku dan 5 persen untuk produk susu,  dan  pada  tahun  2000  dikeluarkan  kembali  SK  Menteri  Keuangan  No
573MK.012000 untuk tarif impor produk susu sebesar 5 persen. Informasi  terbaru  tentang  tarif  impor  adalah  terhitung  mulai  13  Februari
2009,  Peraturan  Menteri  Keuangan  PMK  No.  19PMK.0112009  tentang Penatapan  Tarif  Bea  Masuk  Atas  Barang  Impor  Produk  –  Produk  Tertentu.
Dalam  peraturan  tersebut  ditetapkan  bahwa  bea  masuk  untuk  skim  milk  fowder, full cream milk, butter  milk, susu pasteurisasi dan produk susu lainnya  adalah 0
persen.  Selain  kebijakan  tarif  impor  pemerintah  juga  turut  serta  membuat  suatu program  hari  minum  susu  nasional  sehingga  dapat  memberikan  peluang  kepada
industri  susu  dan  produk  turunannya  untuk  memasarkan  lebih  luas  dan  menarik pelanggan  sebanyak-banyaknya  dan  menjadi  peluang  bagi  perusahaan  untuk
memsarkan produknya. Perubahan  tarif  impor  produk  susu  dan  olahannya  yang  awalnya  sebesar
20 persen  menjadi 0 persen menyebabkan perusahaan susu dan olahannya harus
88
siap  berhadapan  dengan  produk  –  produk  luar  negeri  yang  masuk  ke  dalam negeri.  Harga  produk  impor  yang  lebih  murah  dan  berkualitas  mengharuskan
perusahaan  untuk  dapat  mampu  meningkatkan  kualitas  dan  peningkatan  harga yang tidak tinggi sehingga menjadi ancaman terhadap perkembangan pemasaran
produk industri dalam negeri. Kebijakan  pemerintah  lainnya  yang  berkaitan  dengan  pengolahan
makanan  dan  miniman  adalah  tentang  perlindungan  masyarakat  dari  produk pangan  olahan  yang  membahayakan  kesehatan  masyarakat.  Kebijakan
pemerintah  yang  berkaitan  dengan  perlindungan  makanan  yaitu  Peraturan Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  69  tahun  1999  peraturan  yang  berisikan
kewajiban  produk  pangan  olahan.  Dalam  PP.  No  69  tahun  1999  menyatakan semua  produk  makanan  dan  minuman  yang  akan  dijual  di    Wilayah  Indonesia,
baik  produksi  lokal  maupun  impor,  harus  didaftarkan  dan  mendapat  nomor pendaftaran  dari  Badan  POM,  sebelum  boleh  beredar  kepasar.  Peraturan  ini
berlaku  bagi  semua  produk  pangan  yang  dikemas  dengan  menggunakan  label sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
6.2.4.   Faktor Teknologi