BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Theory Of Planned Behavior TPB
Theory of Planned Behavior TPB menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku
Mustikasari, 2007. Seseorang dapat bertindak berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya. Munculnya niat untuk
berperilaku ditentukan oleh 3 faktor, yaitu:
a. Behavioral Beliefs
Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu
perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. b. Normative Beliefs
Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. c. Control Beliefs
Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan
persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan
menghambat perilakunya tersebut perceived power.
Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau
tidak. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. wajib pajak yang sadar pajak akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak
untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara behavioral beliefs. Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang
harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut normative beliefs. Hal ini dapat dikaitkan dengan pelayanan perpajakan, dimana
adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi
kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak.
Sanksi pajak dapat dikaitkan dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan
wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.
Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor
tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention dan kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang
memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku Mustikasari, 2007. Theory of Planned Behavior menjadi
landasan bahwa kesadaran wajib pajak, pelayanan perpajakan, dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan kepatuhan wajib pajak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Social Learning Theory Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran Sosial menyatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung. Teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah
sebuah fungsi dari konsekuensi dan mengakui pembelajaran melalui pengamatan. Menurut Bandura 1977 dalam Robbins dan Judge 2008, Proses dalam
pembelajaran sosial meliputi:
1. Proses perhatian 2. Proses penyimpanan
3. Proses reproduksi motorik 4. Proses penegasan
Proses perhatian yaitu individu belajar dari seseorang atau model ketika mereka mengenali dan menaruh perhatian pada fitur-fitur pentingnya. Proses
penyimpanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan
menjadi tindakan, sedangkan proses penegasan adalah proses dimana individu termotivasi menampilkan perilaku yang dicontohkan jika tersedia insentif positif.
Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat
membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada
pembangunan di wilayahnya. Teori pembelajaran sosial ini juga relevan untuk menjelaskan bahwa adanya pengetahuan seseorang dapat meningkatkan ketaatan
terhadap suatu aturan. Dari proses perhatian dan penyimpanan menjadikan seseorang memiliki pengetahuan tentang model yang diamatinya.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian dibidang perpajakan yang menggunakan dasar teori pembelajaran sosial salah satunya adalah penelitian Jatmiko 2006. Jatmiko melakukan
penelitian mengenai pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi di kota Semarang. Hasil penelitiannya menunjukkan ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2.2 Ruang Lingkup Pajak 2.2.1 Pengertian Pajak
Definisi tentang pajak menurut para ahli Waluyo, 2010:2, antara lain: a. Adriani 1949
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umu berhubung
dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. b. Soemitro 1992
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah berdasarkan undang-undang dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran rakyat atau kontribusi wajib kepada negara yang diambil
berdasarkan undang-undang yang sifatnya memaksa, tetapi tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individunya secara langsung oleh pemerintah. Pajak
dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai pengeluarannya.
2.2.2 Fungsi Pajak
Pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum suatu negara. Pajak mempunyai peranan yang penting
khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pembangunan.
Menurut Siahaan 2010:43-49, ada 4 fungsi pajak yaitu: 1. Fungsi BudgetairPenerimaan
Fungsi Budgetair, disebut juga fungsi utama pajak atau fungsi fiskal, adalah suatu fungsi dimana pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai berbagai kepentingannya. Fungsi budgetair disebut fungsi utama pajak, karena fungsi ini secara historis pertama kali muncul.
2. Fungsi Regulerend Mengatur Fungsi Regurelerend atau disebut juga fungsi tambahan adalah suatu fungsi
dimana pajak yang dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat kebijakan
Universitas Sumatera Utara
untuk mencapai tujuan tertentu. Fungsi ini disebut fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak.
3. Fungsi Redistribusi Pendapatan Fungsi pajak sebagai alat redistribusi pendapatan berarti pajak digunakan
sebagai alat untuk mengalihkan kekayaan dari sebagian masyarakat ke golongan masyarakat lain yang berpenghasilan rendah.
4. Fungsi Demokrasi Fungsi ini dimaksudkan bahwa pajak merupakan salah satu perwujudan dari
sistem kekeluargaan dan kegotongroyongan rakyat yang sadar akan baktinya kepada negara. Dengan membayar pajak, rakyat berperan serta dalam
pelaksanaan kehidupan kenegaraan, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
2.2.3 Jenis-Jenis Pajak
Pengenaan pajak di Indonesia dapat di kelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
1 Pajak Pusat Pajak Negara, merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak-
Kementrian Keuangan. Pajak pusat meliputi www.pajak.go.id: a. Pajak Penghasilan PPh
b. Pajak Pertambahan Nilai PPN c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM
d. Bea Materai
Universitas Sumatera Utara
e. Pajak Bumi dan Bangunan PBB. Paling lambat 1 Januari 2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan telah menjadi Pajak Daerah, sedangkan untuk
PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap Pajak Pusat. 2 Pajak Daerah, merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik
ditingkat provinsi maupun ditingkat kabupatenkota. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah terdiri dari:
1. Pajak Propinsi, meliputi: a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok.
2. Pajak KabupatenKota, meliputi: a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah i. Pajak sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Setiap peraturan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah mempunyai suatu landasan hukum yang mengatur segala sesuatunya agar berjalan dengan
semestinya. Landasan hukum yang menjadi dasar untuk mengatur mengenai Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan undang-undang ini diharapkan dapat menjadi suatu pedoman atau acuan dalam pelaksanaan pungutan rakyat tersebut.
2.3.3 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut Undang-undang No.28 tahun 2009 pasal 78, yang menjadi Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, danatau memperoleh manfaat atas bumi, danatau memiliki, menguasai, danatau memperoleh manfaat
atas bangunan. Subjek pajak Bumi dan Bangunan ini juga merupakan wajib pajak yang harus memenuhi kewajiban pajaknya atas pemilikan dan pemanfaatan bumi
dan bangunan.
2.3.4 Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan pasal 77 Undang-undang No.28 tahun 2009, objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi danatau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
danatau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
Universitas Sumatera Utara
b. Jalan TOL c. Kolam renang
d. Pagar mewah e. Tempat olahraga
f. Galangan kapal, dermaga
g. Taman mewah h. Tempat penampungankilang minyak, pipa minyak, dan
i. Menara
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan
b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Pajak dan Cara Menghitung Pajak
Pasal 79 UU No. 28 tahun 2009 tentang PDRD menjelaskan Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual
Objek Pajak NJOP. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai
perkembangan wilayahnya. Penetapan besarnya NJOP ini dilakukan oleh Kepala Daerah masing-masing wilayah.
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah untuk setiap Wajib Pajak, dimana
ketentuan ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Berdasarkan Pasal 2 Perda Kota Padangsidimpuan No. 4 Tahun 2013, NJOPTKP di Kota Padangsidimpuan
juga ditetapkan sebesar Rp 10.0000.000,00. Pasal 80 UU No. 28 tahun 2009 kemudian menjelaskan mengenai besarnya
tarif pajak. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3 nol koma tiga persen, dimana penetapan tarif ini
berdasarkan Peraturan Daerah. Besarnya tarif PBB Perdesaan Perkotaan di Kota Padangsidimpuan berdasarkan pasal 4 Perda No. 4 Tahun 2013 adalah sebesar
0,1 nol koma satu persen. Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
terutang dapat dihitung dengan rumus berikut: PBB = Tarif x NJOP-NJOPTKP
= Maks. 0,3 x NJOP – NJOPTKP
Universitas Sumatera Utara
Contoh: Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan di Kota
Padangsidimpuan dengan NJOP sebesar Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 10.000.000,00, maka besarnya pajak terutang adalah:
= 0,1 x Rp 20.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 = Rp 10.000,00
2.3.6 Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT, dan Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD
Penjelasan mengenai SPOP, SPPT, dan SKPD ini terdapat dalam pasal 83 dan pasal 84 UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD, sebagai berikut:
a Pasal 83 1. Pendataan dilakukan dengan menggunakan SPOP Surat Pemberitahuan
Objek Pajak. 2. SPOP sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus diisi dengan jelas,
benar dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak,
selambatlambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak oleh Subyek Pajak.
b Pasal 84 1. Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang. 2. Kepala Daerah dapat mengeluarkan SKPD Surat Ketetapan Pajak
Daerah dalam hal-hal sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. SPOP sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 2 tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh
Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yeng terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP Surat Pemberitahuan Objek Pajak
yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
2.3.7 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan
Tata cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut Mardiasmo, 2009:319:
1. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh wajib pajak. 2. Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak SKP harus
dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
3. Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2
sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam No. 3 ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat
Tagihan Pajak STP yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib pajak.
Universitas Sumatera Utara
5. Pajak yang terutang dapat dibayar di bank, kantor pos dan giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
6. Tata cara pembayaran dan penagihan diatur oleh Menteri Keuangan. 7. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT, Surat Ketetapan Pajak dan
Surat Tagihan Pajak STP merupakan dasar penagihan pajak. 8. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada
waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
2.4 Penjelasan Variabel-Variabel Penelitian 2.4.1 Kepatuhan Perpajakan
Kepatuhan berarti tunduk atau taat pada ajaran atau aturan. Dalam hal pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan. Kepatuhan perpajakan berarti
tunduk atau taat terhadap aturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak menurut Kiryanto 2000 dalam Jatmiko 2006 merupakan suatu ketaatan untuk
melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan.
Kepatuhan perpajakan merupakan suatu keadaan dimana masyarakat atau wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak
perpajakannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Adapun jenis-jenis kepatuhan wajib pajak adalah:
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang – undang
perpajakan.
Universitas Sumatera Utara
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan,
yakni sesuai isi dan jiwa undang – undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Pada umumnya tidak seorangpun yang senang membayar pajak. Namun, kepatuhan membayar pajak harus tetap ditegakkan apabila ingin dipelihara oleh
efektifitas pelayanan pemerintah. Menurut Kusumawati 2006:40 dalam Utomo 2011, faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak adalah: 1. Faktor pendidikan wajib pajak, yang meliputi pendidikan formal dan
pengetahuan wajib pajak. 2. Faktor pendapatan wajib pajak, yang meliputi besarnya pendapatan bersih
wajib pajak dari pekerjaan pokok dan sampingannya, serta jumlah anggota keluarga yang masih harus dibiayai.
3. Faktor pelayanan aparatur pajak, pelayanan penyampaian informasi, pelayanan pembayaran, maupun pelayanan keberatan dan penyaranan.
4. Faktor penegakan hukum pajak, yang terdiri dari sanksi-sanksi, keadilan dalam penentuan jumlah pajak yang dipungut, pengawasan dan
pemeriksaan. 5. Faktor sosialisasi, diantaranya pelaksanaan sosialisasi dan media sosialisasi.
Kepatuhan membayar pajak adalah masalah kesadaran yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. Wajib pajak yang memiliki kepatuhan akan membayar
pajaknya dengan tepat waktu dan tidak menunggak pembayaran, sedangkan dalam diri wajib pajak yang tidak patuh akan timbul keinginan untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
tindakan penghindaran, penyelundupan, dan pelalaian pajak, yang pada akhirnya menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang
.
Menurut Siahaan 2010:116, kepatuhan masyarakat membayar pajak dapat diukur dari beberapa
keadaan berikut: 1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami undang-undang pajak
2. Wajib pajak mengisi formulir pajak dengan benar, lengkap, jelas, dan mengembalikannya tepat waktu
3. Wajib pajak menghitung pajak dengan jumlah yang benar 4. Wajib pajak membayar pajak dengan benar, dan
5. Wajib pajak menyampaikan laporan tepat waktu dengan disertai dokumen yang dibutuhkan.
Dalam penelitian ini kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari perilaku wajib pajak seperti, membayar dengan tepat waktu, wajib pajak tidak mempunyai
tunggakan, wajib pajak membayar PBB sesuai dengan jumlah yang tertera pada SPPT, dan kesediaan wajib pajak memberikan infromasi tentang objek pajaknya.
2.4.2 Pelayanan Perpajakan
Pelayanan adalah suatu cara yang dilakukan untuk membantu atau mengurus segala keperluan yang dibutuhkan seseorang. Menurut Boediono
2003, pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta
kepuasan dan keberhasilan. Pelayanan perpajakan dapat diartikan sebagai cara atau tindakan yang dilakukan untuk membantu atau memenuhi kebutuhan wajib
pajak dalam hal perpajakan.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan masyarakat dalam membayar kewajiban pajaknya adalah kualitas pelayanan yang diterimanya.
Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur
dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya
yang dimiliki oleh aparat pajak Supadmi, 2009. Ada lima dimensi pelayanan yang sering digunakan untuk menilai kualitas
pelayanan menurut Parasuraman 1998, yaitu: a. Tangibles bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksisitensinya kepada pihak eksternal meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan teknologi, serta
penampilan pegawainya b. Reliability Keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. c. Responsiveness ketanggapan yaitu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas
d. Assurance jaminan yaitu pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan
kepada perusahaan e. Emphaty perhatian yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginannya.
Universitas Sumatera Utara
Petugas pajak fiskus memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyedia pelayanan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajibannya membayar pajak tergantung bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Terkait dimensi pelayanan yang
dikemukakan oleh Parasuraman, pelayanan perpajakan dalam hal ini dapat berupa kemudahan dalam akses pembayaran, penetapan SPPT yang adil, ketanggapan
fiskus terhadap keberatan wajib pajak, adanya penyuluhan yang diberikan kepada wajib pajak, dan pelayanan perpajakan yang baik dan cepat.
Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas maka wajib pajak akan senang dan patuh dalam membayar pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Suyatmin 2004, Fraternesi 2002 dan Kahono 2003 yang
mengungkapkan bahwa sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajip pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu,
variabel pelayanan perpajakan relevan untuk digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini.
2.4.3 Sanksi Pajak
Sanksi merupakan hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan. Sanksi pajak adalah suatu tindakan yang diberikan kepada wajib pajak
ataupun pejabat karena melakukan pelanggaran baik secara sengaja maupun tidak.
Sanksi perpajakan menurut Mardiasmo 2009:57 merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan norma perpajakan akan
diturutiditaatidipatuhi atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah preventif agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Universitas Sumatera Utara
Pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Ada 2 jenis sanksi
pajak yang dikenakan kepada wajib pajak, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara,
khususnya berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan dan merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang
digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi Mardiasmo, 2009:57. Sanksi administrasi yang paling banyak diterapkan adalah dengan denda,
yaitu sebesar 2 dari pokok ketetapan pajak terutangnya pada tahun yang bersangkutan. Denda PBB ini diberlakukan jika
wajib pajak tidak membayar pajak terutang pada saat jatuh tempo atau kurang dibayar, terhitung dari saat jatuh
tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Menurut Undang-undang No 28 Tahun 2009 pasal 174, sanksi pidana dapat
dikenakan pada wajib pajak dengan ketentuan sebagai berikut: 1.
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan
yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau pidana denda
paling banyak 2 dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan
Universitas Sumatera Utara
pidana penjara paling 2 dua tahun atau pidana denda paling banyak 4 empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pengenaan sanksi perpajakan kepada wajib pajak dapat menyebabkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Menurut Suyatmin 2004 masyarakat akan mematuhi pembayaran PBB bila memandang sanksi denda akan
lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan PBB yang harus dibayar oleh WP, maka akan semakin berat bagi wajib pajak PBB untuk
melunasinya. Oleh sebab itu, sanksi pajak diduga akan berpengaruh terhadap tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Semakin tinggi
sanksi pajak yang diberikan maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.
2.4.4 Nilai Jual Objek Pajak NJOP
Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,
NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti Mardiasmo, 2009:312.
Penentuan luas tanah, luas bangunan, dan jenis bangunan adalah hak wajib pajak PBB. Namun fiskus dapat mengoreksinya berdasarkan bukti-bukti sahih
yang diperoleh fiskus dari sumber lain. Fiskus berhak menetapkan Nilai jual Objek Pajaknya. Penetapan NJOP ini berdasarkan informasi yang didapat dari
Pejabat Pembuat Akte Tanah PPAT, aparat pemerintah daerah setempat, dan dari kegiatan fiskus untuk mencari data tersebut ke lapangan.
Universitas Sumatera Utara
Penetapan NJOP harus penuh keadilan karena semakin tinggi NJOP maka semakin tinggi pula jumlah pajak PBB yang harus dibayarkan. Hal ini dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak karena ada kecenderungan wajib pajak tidak sanggup membayar pajaknya. Selain itu, dalam penelitian Fraternesi 2002,
apabila tanah dan rumah yang dianggap wajib pajak sama ukuran dan konstruksinya, tetapi penetapan pajaknya berbeda maka mereka merasa keberatan.
Perbedaan perhitungan NJOP antara fiskus dan wajib pajak ini dapat menyebabkan penundaan pembayaran pajak oleh wajib pajak. Oleh karena itu,
variabel NJOP dianggap perlu untuk digunakan dalam penelitian ini.
2.4.5 Kesadaran Perpajakan
Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti. Kesadaran dapat diartikan pula sebagai rasa rela untuk melakukan sesuatu yang sebagai kewajiban
dalam kehidupan bermasyarakat. Kesadaran perpajakan dapat diartikan sebagai rasa yang timbul dari dalam diri wajib pajak atas kewajibannya membayar pajak
dengan ikhlas tanpa adanya unsur paksaan. Menurut Muliari 2011, kesadaran perpajakan adalah suatu kondisi dimana
seorang mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya. Tingkat kesadaran perpajakan menunjukkan seberapa besar tingkat pemahaman seseorang tentang arti, fungsi dan peranan pajak.
Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan.
Universitas Sumatera Utara
Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Indikasi tingginya
tingkat kesadaran dan kepedulian wajib pajak menurut Susanto 2012, adalah: 1. Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. 2. Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa.
3. Tingginya Tax Ratio. 4. Semakin Bertambahnya jumlah wajib pajak baru.
5. Rendahnya jumlah tunggakan tagihan wajib pajak. 6. Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah
pelanggaran pemenuhan kewajiban perpajakan. Wajib pajak yang memiliki kesadaran yang tinggi akan melaksanakan
kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Sedangkan wajib pajak yang memiliki kesadaran yang rendah akan cendrung
untuk tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya atau melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka
semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Penelitian Utomo 2011 telah membuktikan bahwa kesadaran wajib
pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Penelitian Suyatmin 2004 juga membuktikan bahwa
sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan berpengaruh positif terhadap pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk itu variabel kesadaran perpajakan
relevan untuk digunakan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk melihat kesadaran wajib pajak adalah berdasarkan replikasi penelitian Utomo 2011, antara lain:
1. Kesadaran wajib pajak terhadap kewajiban membayar pajak 2. Kesadaran wajib pajak terhadap tujuan pemungutan pajak
3. Kesadaran wajib pajak untuk melaporkan perubahan objek pajaknya 4. Wajib pajak membayar pajak dengan benar dan sukarela.
2.4.6 Pengetahuan Perpajakan
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan masusia untuk memahami suatu objek tertentu yang dapat berwujud
barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal atau yang bersangkutan dengan masalah
kejiwaan. Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seseorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan
undang-undanga yang akan mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.
Menurut Noormala 2008 dalam Utomo 2011, semua wajib pajak tanpa tergantung dengan latar belakang pendidikan, mereka setuju bahwa pendidikan
pajak membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Seseorang yang berpendidikan pajak akan mempunyai pengetahuan tentang perpajakan. Adanya pengetahuan
perpajakan akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, tanpa harus dipaksakan dan diancam oleh sanksi dan hukuman. Wajib pajak yang
berpengetahuan tentang pajak, secara sadar akan patuh karena mengetahui manfaat membayar pajak tersebut yang pada akhirnya akan mereka nikmati.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Utomo 2011 menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk itu, pengetahuan perpajakan relevan untuk digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini.
2.4.7 Pendapatan Wajib Pajak
Pendapatan merupakan total dari penerimaan uang dan bukan uang seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu Rahardja dan
Manurung, 2006:292. Pendapatan berupa uang merupakan penghasilan yang diterima biasanya sebagai balas jasa, sumber utama gaji atau upah serta lain-lain
balas jasa, misalnya dari majikan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan dari pekerjaan bebas. Pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara dari halaman
rumah, hasil investasi seperti modal tanah, uang pensiun, jaminan sosial serta keuntungan sosial berupa barang merupakan segala penghasilan yang diterimakan
dalam bentuk barang dan jasa. Pendapatan wajib pajak merupakan jumlah penghasilan Rupiah yang
dihasilkan wajib pajak yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun sampingan Imtikhanah dan Sulistyowati, 2010. Pendapatan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Namun, pendapatan wajib pajak tidaklah mempengaruhi pengenaan besar atau kecilnya
PBB. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak objektif yang tidak melihat kondisi dari wajib pajak. Pendapatan yang merupakan penghasilan dapat
dikelompokkan sebagai berikut Munawir, 2003:48:
Universitas Sumatera Utara
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari pekerjaan bebas, seperti praktek dokter, notaris, akuntan,
aktuaris, pengacara dan sebagainya. 2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan lain
3. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak maupun tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya. 4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, hadiah undian atau
lotre, pengembalian pajak yang sudah diperhitungkan sebagai biaya, keuntungan dari pengalihan harta, dan lain sebagainya yang tidak termasuk
dalam kelompok tersebut diatas. Pada umumnya seseorang yang bekerja dan kemudian menghasilkan uang,
secara naluriah akan mempergunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya. Kepentingan untuk pribadi akan dimenangkan
oleh masyarakat jika dihadapkan dengan kepentingan negara misalnya, pembayaran pajak. Keadaan seperti ini menjadi salah satu penyebab terhalangnya
kepatuhan masyarakat, sehingga faktor pendapatan dianggap akan berpengaruh terhadap kepatuhan masyarakat membayar pajak, baik positif maupun negatif.
Fraternesi 2002 dalam penelitiannya telah membuktikan bahwa faktor pendapatan mempengaruhi tingkat ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak.
Hal itu terjadi karena apa yang dibayarkan oleh wajib pajak untuk PBB bersumber dari penghasilan wajib pajak itu sendiri, sehingga besar-kecilnya pendapatan
wajib pajak akan mempengaruhi ketaatannya dalam membayar PBB dan juga akan berpengaruh pada keberhasilan penerimaan PBB itu sendiri. Fraternesi
Universitas Sumatera Utara
mengartikan pendapatan wajib pajak sebagai disposable income rata-rata perbulan, yang berelemen belanja untuk pangan, papanrumah, transportasi,
pendidikan, listrik, PDAM air bersih, telpon dan tabungan. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan tinggi seharusnya tidak akan
memiliki masalah dalam membayar PBB setiap tahunnya, namun berbeda untuk masyarakat yang memiliki pendapatan rendah. Masyarakat yang pendapatannya
rendah bisa mengalami kesulitan dalam membayar pajak karena masih banyaknya kebutuhan ekonomi lain yang harus didahulukan, dibandingkan dengan membayar
kewajibannya. Oleh karena itu, faktor pendapatan wajib pajak diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.
2.5 Karakteristik Desa dan Kota
Menurut Bintarto 1989, desa adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural
setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain, sedangkan kota adalah suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang
budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non-alami dengan gejala- gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya. Roucek dan Warren 1962 dalam Indrizal 2013 menjelaskan pengertian
tentang desa dan kota melalui cara membandingkan karakteristik desa yang kontras dengan karakteristik kota, sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Perbandingan Karekteristik Daerah Desa dan Kota Roucek dan Warren, 1962
Karakteristik Desa Karakteristik Kota
1. Besarnya peranan kelompok primer.
2. Faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan
kelompokasosiasi. 3. Hubungan lebih bersifat intim dan
awet. 4. Homogen.
5. Mobilitas sosial rendah. 6. Keluarga lebih ditekankan
fungsinya sebagai unit ekonomi. 7. Populasi anak dalam proporsi yang
lebih besar. 1. Besarnya peranan kelompok
sekunder. 2. Anonimitas merupakan ciri
kehidupan masyarakatnya. 3. Heterogen.
4. Mobilitas sosial tinggi. 5. Tergantung pada spesialisasi.
6. Hubungan antara orang satu dengan
yang lebih di dasarkan atas kepentingan dari pada kedaerahan.
7. Lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas untuk mendapatkan barang
dan pelayanan. 8. Lebih banyak mengubah
lingkungan.
Sumber: Indrizal, 2013
Desa dan kota, masing-masing mempunyai sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda.
Namun, masyarakat desa dan masyarakat kota bukanlah dua komunitas yang terpisah satu sama lain. Dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat
hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, dan saling membutuhkan. Dalam menetapkan apakah suatu konsentrasi permukiman itu sudah dapat
dikategorikan sebagai desa atau kota, maka perlu ada kriteria yang jelas untuk membedakannya. Salah satu kriteria yang umum digunakan adalah jumlah dan
kepadatan penduduk. Badan Pusat Statistik BPS dalam pelaksanaan survey status desakelurahan menggunakan beberapa kriteria untuk mendapatkan apakah
suatu wilayah dikategorikan sebagai desa atau kota Tarigan, 2005:124. Kriteria yang digunakan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Kepadatan penduduk per kilometer persegi 2. Persentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya adalah
pertanian atau non pertanian 3. Persentase rumah tangga yang memiliki telepon
4. Persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik 5. Fasilitas umum yang ada di desakelurahan, seperti fasilitas pendidikan,
pasar, tempat hiburan, komplek pertokoan, dan fasilitas lain.
2.6 Penelitian Terdahulu