7
BAB II PENDEKATAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi Gender dan Teknik Analisis Gender
Mugniesyah 2007a mengemukakan pendapat sejumlah ahli dan lembaga yang merumuskan definisi gender, di antaranya dari International Labour
Organization ILO dan Wood 2001. Menurut ILO 2000, gender mengacu pada perbedaan-perbedaan dan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang
dipelajari, bervariasi secara luas di antara masyarakat dan budaya dan berubah sejalan dengan perkembangan waktuzaman. Adapun menurut Wood 2001,
gender adalah suatu konstruksi sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu, bersifat relasional,
karena femininitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakat kitalah yang menjadikan mereka berbeda. Dalam konteks Indonesia,
dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan, dinyatakan bahwa gender adalah konsep yang mengacu pada
peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Selanjutnya,
dinyatakan bahwa perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam siklus program pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Adapun
perencanaan yang responsif gender diartikan sebagai perencanaan yang dilakukan dengan memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, permasalahan
dan kebutuhan yang dihadapi perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan perencanaan program.
Berkenaan pengertian analisis gender, dalam Inpres No 9 Tahun 2000 dinyatakan bahwa analisa gender adalah proses yang dibangun secara sistematik,
untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerjaperan laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan, partisipasi
dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan
8
antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
Menurut Moser 1993 sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah 2002, teknik analisis gender diartikan sebagai pengujian secara sistematis terhadap
peranan-peranan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang memusatkan perhatiannya pada ketidakseimbangan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Istilah ini diterapkan terhadap proses pembangunan, khususnya untuk melihat bagaimana suatu kebijaksanaan
pada program pembangunan mempunyai dampak yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Menurut Surbakti dkk. 2001 dalam Mugniesyah 2007b analisis
gender merupakan langkah awal penyusunan tujuan pembangunan yang responsif gender. Analisis gender dilakukan dengan memperhatikan 4 empat faktor utama
guna mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender. Keempat faktor tersebut adalah:
1 Faktor akses. Apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan?
2 Faktor kontrol. Apakah perempuan dan laki-laki memiliki kontrol penguasaan yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan?
3 Faktor partisipasi. Bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi dalam program-program pembangunan?
4 Faktor manfaat. Apakah perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan?
Selanjutnya, Moser 1993 sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah 2006 menawarkan suatu konsep yang dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh
dari manfaat yang dapat dipenuhi oleh program-program pembangunan dalam merespon relasi gender, baik dalam keluarga maupun komunitas, yang dikenal
sebagai pemenuhan kebutuhan praktis gender practical gender needs dan pemenuhan kebutuhan strategis gender strategical gender needs. Pemenuhan
kebutuhan praktis gender mencakup pemenuhan yang merespon atas kebutuhan- kebutuhan perempuan yang bersifat segera dan praktis, dalam arti secara segera
dapat meringankan beban kerja perempuan, namun tidak merubah status
9 subordinasi perempuan. Adapun pemenuhan kebutuhan strategis gender
berhubungan dengan upaya untuk mengurangi atau meniadakan subordinasi perempuan, dalam arti meningkatkan kontrol perempuan terhadap program
pembangunan sehingga tercipta kesetaraan gender. Pemenuhan kategori kedua ini berupaya menghilangkan ketidaksetaraan ketimpangan antara perempuan dan
laki-laki di dalam dan luar rumahtangga serta menjamin hak dan peluang perempuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
2.1.2 Pengertian dan Evaluasi Program