Perbedaan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemikiran seseorang, tidak terkecuali keikutsertaan berkeluarga berencana. Sebab keluarga berencana
sendiri masih menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi akan menyadari maksud yang sebenarnya dari program
keluarga berencana dan sebaliknya bagi masyarakat yang berpendidikan rendah, mereka masih berprinsip bahwa banyak anak banyak rezeki. Jadi, tingkat pendidikan
akan berpengaruh terhadap keikutsertaan berkeluarga berencana.
50
6.1.8 Pendidikan Suami Akseptor
Distribusi proporsi akseptor berdasarkan pendidikan suami akseptor di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar tahun 2009 dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
20,7 18,6
48,7
12,0 10
20 30
40 50
60
SD SLTP
SLTA AkademikPT
Pendidikan Suami Akseptor P
ro p
o rs
i
Gambar 6.8. Distribusi Proporsi Akseptor Berdasarkan Pendidikan Suami Akseptor di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar Tahun
2009
Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa proporsi pendidikan suami akseptor tertinggi adalah SLTA 48,7 dan terendah akademikPT 12,0.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian Purba 2009 di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu diperoleh pendidikan suami mayoritas SMP 40,0, SD
31,0, SMA 22,0, D3 4,0, dan S13,0.
44
Menurut Gerungan 1986 semakin tinggi tingkat pendidikan akan jelas mempengaruhi seorang pribadi dalam berpendapat, berpikir, bersikap, lebih mandiri
dan rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan. Hal ini juga akan mempengaruhi secara langsung seseorang dalam hal pengetahuannya akan orientasi
hidupnya termasuk dalam merencanakan keluarganya. Pendidikan suami mempengaruhi keputusan istri untuk menggunakan kontrasepsi yang akan
digunakan.
51
6.1.9 Pendidikan Istri Akseptor
Distribusi proporsi akseptor berdasarkan pendidikan istri akseptor di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar tahun 2009 dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
12,5 56,3
6,2 25,0
10 20
30 40
50 60
SD SLTP
SLTA AkademikPT
Pendidikan Istri Akseptor P
ro p
o rs
i
Gambar 6.9. Distribusi Proporsi Akseptor Berdasarkan Pendidikan Istri Akseptor di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar Tahun
2009
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 6.9. dapat dilihat bahwa proporsi pendidikan istri akseptor tertinggi adalah SLTA 56,3 dan terendah akademikPT 6,2.
Berdasarkan hasil penelitian Purba 2009 di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu diperoleh pendidikan istri adalah tingkat SD 36, SMP
30, SMA 27, D3 6, dan S1 sebesar 1.
48
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat
pendidikan tinggi akan memberikan respon lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan lebih rendah atau sedang. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang
sangat berpengaruh juga terhadap peningkatan derajat kesehatan. Oleh karena sikap masyarakat yang belum terbuka dengan hal-hal atau inovasi baru.
39
6.1.10 Pekerjaan Akseptor
Distribusi proporsi akseptor berdasarkan pekerjaan di Kelurahan Setia Negara
Pematangsiantar tahun 2009 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
22,1 10,4
8,9 7,8
7,8 43,0
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Tidak bekerja Lain-lain
PNSTNIPOLRI Wiraswasta
Pegawai Swasta
Petani
Pekerjaan Akseptor P
ro p
o rs
i
Gambar 6.10. Distribusi Proporsi Akseptor Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 6.10. dapat dilihat bahwa proporsi akseptor berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah tidak bekerja 43,0 dan terendah sebagai pegawai swasta
7,8 serta petani 7,8. Sedangkan pekerjaan lain-lain 22,1 yakni sebagai pedagang, pembantu rumah tangga, buruh cuci, supir, dan mocok-mocok.
Menurut hasil penelitian Mutiara 1998 menunjukkan bahwa separuh responden 54,7 tidak bekerja. Sisanya bekerja di sektor pertanian 55,7
maupun bukan pertanian 44,3 yaitu di sektor jasa, penjualan, administrasi, profesionalteknisi lainnya.
40
Faktor bekerja atau tidaknya responden tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti dalam pemakaian jenis kontrasepsi. Responden yang bekerja tidak akan
mempunyai waktu senggang banyak dibandingkan responden yang tidak bekerja. Oleh karena itu responden tidak memiliki banyak waktu untuk datang ke tempat
pelayanan KB. Sebaliknya responden yang tidak bekerja lebih banyak memiliki waktu longgar untuk dapat pergi ke tempat pelayanan KB.
43
6.1.11 Pekerjaan Suami Akseptor