Telaah Kritis terhadap Kepmendagri No 4 Tahun 1999

44 Indarti 2007 mengutip Metters et all 2003 menyatakan satu cara jitu mengurangi rasa subyektif menunggu ialah melibatkan sedini mungkin konsumen dalam proses pelayanan. Konsumen dibuat sibuk dengan aktivitas tertentu saat menunggu, membuat konsumen merasa tidak menunggu. Selain itu, menurut Indarti 2007 ialah dengan membuat membuat suasana tunggu atau tempat layanan senyaman mungkin. Masih menurut Indarti 2007 Metters et all 2003 dipercaya juga, bahwa waktu menunggu akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Selain itu, kesan pertama konsumen pada kinerja organisasi akan dipengaruhi oleh waktu tunggu. Menurut Kurniawan 2001, hasil analisis deskripsi menunjukkan sebagian besar responden 60,9 menginginkan waktu tunggu pelayanan obat di Apotik Berdikari RS Karyadi Semarang waktu tunggu pelayanan obat di apotik selama 5-10 menit.

2.3.5 Telaah Kritis terhadap Kepmendagri No 4 Tahun 1999

Kepmendagri No 471999 berisi tentang pedoman penilaian kinerja Perusahaan Daerah Air Minum PDAM dalam peningkatan pelayanan air minum kepada masyarakat. Kepmendagri 47 1999 adalah pedoman baku dalam menilai kinerja seluruh PDAM yang ada di Indonesia. Dalam penilaiannya terdiri dari 3 aspek, yaitu aspek keuangan, opersional dan administrasi. Dalam penulisan ini yang ditinjau hanya aspek operasional saja karena aspek ini berhubungan langsung dengan pelanggan. 45 Beberapa hal yang dapat dikritisi dari Kepmendagri 471999 adalah: a. Tidak masuknya poin kuantitas air dan tekanan air dalam aspek operasional. Dengan mengetahui kuantitas air dan tekanan air akan dapat diketahui apakah pelayanan PDAM dapat memenuhi standar keperluan air para pelanggannya. b. Beberapa range nilai yang terlalu luas, sehingga penilaian kinerja menjadi tidak detail. Selain itu juga menyamaratakan antara kinerja PDAM yang telah berusaha cukup baik dan yang sangat buruk. Penilaian ini terjadi pada poin kontinuitas air, kecepatan penyambungan dan kemampuan penanganan pengaduan. Contoh: Nilai kontinuitas air adalah 1 untuk belum semua pelanggan mendapat aliran air 24 jam, sedang 2 untuk semua pelanggan mendapat aliran air 24 jam. Bila ada PDAM yang kontinuitas airnya hanya ” 8 jam hari untuk seluruh pelanggannya akan mendapat nilai yang sama, yaitu 1 dengan PDAM yang 75 pelanggannya telah mendapat aliran 24 jam. Padahal saat ini sulit mencari PDAM yang pelanggannya 100 teraliri air 24 jam. c. Tidak dimasukkannya nilai khusus untuk poin kinerja yang tidak pernah dilakukan oleh PDAM. Contoh: Peneraan meter, nilai 1 adalah untuk rasio peneraan meter pelanggan pertahun yang berkisar antara 0 - 10. PDAM yang tidak pernah melakukan peneraan meter setiap tahunnya dan PDAM yang melakukan peneraan meter sebanyak 10 dari jumlah pelanggan akan mendapat nilai yang sama yaitu 1. d. Nilai kinerja yang terlalu umum dan tidak tercantum dengan jelas fasilitas yang harus dipenuhi PDAM dalam pelayanannya 46 Contoh: Kemudahan pelayanan, nilai 1 untuk tidak tersedianya service point di luar kantor pusat dan 2 untuk yang tersedia. Service point adalah sarana pelayanan baik untuk melakukan pengaduan maupun pembayaran. Akan lebih baik jika ketersediaan service point dinilai berdasarkan kriteria persentase jumlah service point terhadap jumlah pelanggan. Fasilitas yang dimiliki service poin juga harusnya sesuai dengan standar minimal misalnya ada tempat duduk, ruang tunggu dan ruang parkir demi kenyamanan pelanggan.

2.4 Peningkatan Pelayanan Air Bersih