Kawasan Cagar Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan

Gambar 2. Pelestarian Pusaka Urban. Kota Pusaka diharapkan dapat diakui UNESCO menjadi World Heritage City. Dari 962 World Heritage Sites yang diakui oleh UNESCO, delapan di antaranya berasal dari Indonesia. Namun, di antara delapan situs tersebut, tidak ada yang termasuk dalam kategori World Heritage City. Untuk itu, sebagai upaya untuk mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO, Kementerian PU menginisiasi pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka P3KP, sekaligus sebagai bentuk implementasi RTRW konsisten pada tema-tema budayapusaka berbasis penataan ruang. Dari 26 kotakabupaten yang telah menunjukkan keseriusan dan menyatakan komitmennya untuk berpartisipasi di dalam P3KP, tim evaluator proposal mengelompokkan hasil ke dalam 3 tiga kelompok besar yang pada intinya disesuaikan dengan tingkat pemahaman pusaka, kelengkapan dan kedalaman substansi proposal, kesiapan dan keseriusan daerah di dalam melaksanakan program P3KP yang telah dan akan dilaksanakan, dan kompetensi SDM daerah terkait. Setiap kelompok akan mendapatkan treatment atau tindak lanjut yang berbeda-beda sesuai pengkategoriannya. Kelompok tersebut yaitu: 1 kota dan kabupaten kelompok A yang telah memiliki kesiapan dan pengalaman dalam pengelolaan kawasan pusaka dan kepadanya akan diberikan fasilitasi penyusunan Rencana Manajemen Kota Pusaka Heritage City Management Plan, fasilitasi awal dukungan pemangku kepentingan, dan fasilitasi kampanye publik; 2 kota dan kabupaten kelompok B yang sudah memiliki identifikasi kawasan pusaka namun pengelolaannya masih terbatas dan kepadanya akan diberikan pendampingan capacity building tingkat lanjut agar pada tahun berikutnya siap menerima fasilitasi penyusunan Rencana Manajemen Kota Pusaka Heritage City Management Plan; serta 3 kota dan kabupaten kelompok C yang masih pada tahap persiapan dan kepadanya akan diberikan pendampingan capacity building tingkat dasar dan kemudian dipersiapkan untuk memperoleh fasilitasi capacity building tingkat lanjutan. Gambar 3. Kelompok Kota Pusaka.

2.5. Zonasi Dalam Upaya Pelestarian Cagar Budaya

Salah satu bentuk pelindungan cagar budaya adalah zonasi atau pemintakatan. Dalam konteks penerapannya di Indonesia, pemintakatan atau zonasi telah diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1993 tentang pelaksanaan UU No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang masih tetap berlaku. Dalam ketentuan umum UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan “Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya”. Sementara itu, zonasi dipahami sebagai penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.Dengan demikian, dalam pelaksanaan pelestarian zonasi merupakan tahapan penting yang perlu dilakukan sebagai bentuk pelindungan terhadap cagar budaya. Undang-Undang Cagar Budaya pada Paragraf 3 Pasal 72 memuat Zonasi dalam beberapa tahapan. Pelindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-