PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE ILMIAH DAN METODE CERAMAH TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA.

(1)

PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE ILMIAH DAN METODE CERAMAH TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG

JAWAB DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA SMK PERINDUSTRIAN

YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh : Damayanti NIM. 10401244001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAN DAN HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014


(2)

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Perbedaan Penggunaan Metode Ilmiah dan Metode Ceramah Terhadap Pembentukan Karakter Tanggung Jawab dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Smk Perindustrian Yogyakarta” yang disusun oleh Damayanti, NIM.10401244001 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 20 Juni 2014 Pembimbing,

Cholisin, M.Si


(3)

(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.


(5)

MOTTO

“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu besedih hati, Padahal kamulah yang paling tinggi derajatnya, Jika kamu orang-orang yang

beriman”

(Q.S. ALImran: 139)

“Tidak ada batasan untuk kita tertawa, dan berimajinasi, karena bermimpi itu bisa dilakukan siapa saja dan selamanya. Jangan pernah takut untuk bermimpi

dan mengejar mimpi” (Walt Disney)

“Capailah cita-citamu setinggi langi. Bermimpilah setinggi langit. Karena seandainya Anda terjatuh, maka Anda akan terjatuh di antara bintang-bintang”

(Ir. Soekarno)

“Lakukan apa yang kamu jalani, gapailah yang menjadi impian, karena Allah senantiasa membantu orang-orang yang berikhtiar”

(Muhammad Agus Safii)

“Hanya orang yang menampilkan kelemahan yang diperlukan sebagai orang

lemah, kuatkan hatimu dan gagahkanlah sikapmu”

(Mario Teguh)

“Hidup itu adalah belajar dan hidup itu seperti matematika mengalikan suka

cita, mengurangi kesedihan, menambahkan semangat, membagi kebahagiaan, dan menguadratkan kasih antarsesama”


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas segala petunjuk dan rahmat yang telah Allah swt berikan, bingkisan kecil ini kupersembahkan untuk: Orang tuaku tersayang., Bapak Dremo Eko Saputro dan Mamah Titi Setiawati, (Almh) Ma Ii, (Alm) Aki Holil, Mbah Somo Dikromo, dan Mbah Putri yang

telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang tanpa batasan, selalu membimbingku dan memberikan motivasi, semangat dihidupku dengan doa, tetesan

keringat yang tiada pernah bisa aku membalasnya, serta selalu berjuang untuk masa depan terbaikku.

Kubingkiskan pula untuk:

Keluarga besar yang selalu mencintaiku sepanjang masa dan juga penyemangat yang tak pernah kulupakan dan aku sayangi, penyumbang aspirasi terbesarku

yang tak pernah membuat putus harapanku dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

Keluarga Kinko sahabat-sahabat terbaiku (Devi, Dwi Heti, Febri, dan Maya), setia menemaniku selama di bangku kuliah serta keluarga Iromejan 3 (Mba Renny, Mba Nana, Mba Sancha, dan Umi), yang tak pernah lelah memberikan semangat dan mengisi hari-hariku, dan keluarga terbesar PKnH B 2010 yang tak

pernah ku lupakan dalam hidupku. Untuk almamater kebanggaanku.

Wahai Dzat yang Maha Tahu dan Maha Kasih, jadikanlah skripsi ini sebagai bagian dari amal ibadahku Aamin


(7)

PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE ILMIAH DAN METODE CERAMAH TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG

JAWAB DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA

SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA Oleh:

Damayanti NIM. 10401244001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab siswa antara yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran ilmiah dengan penggunaan metode ceramah dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif quasi eksperimen (eksperimen semu), randomized pre-test, post test control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK Perindustrian Yogyakarta kelas X sebanyak 4 kelas yang berjumlah 78 siswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara sampel acak, yaitu dua kelas yang dibagi menjadi kelompok eksperimen (20 siswa) dan kelompok kontrol (21 siswa). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan observasi. Instrumen diuji validitas dengan rumus korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach. Analisis data dianalisis dengan menggunakan uji t dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian ini adalah ada perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab antara pembelajaran yang diajar menggunakan metode pembelajaran ilmiah dengan penggunaan metode ceramah dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dari nilai thitung 2,849 dan nilai dengan db 39 pada taraf signifikansi 5% sebesar 0,007. Nilai atau Nilai p lebih kecil dari 0,05 (p= 0,007< 0,05).


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Penggunaan Metode Ilmiah dan Metode Ceramah terhadap Pembentukan Karakter Tanggung Jawab dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada Siswa SMK Perindustrian Yogyakarta”.

Penyusun skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA., selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta atas izin dan kesempatan yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Ngeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan guna melakukan penelitian.

3. Dr. Samsuri, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PKnH Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

4. Cholisin, M.Si., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah sabar dan ikhlas membimbing serta memberi masukan positif dalam skripsi ini. 5. Muchson AR, M.Pd., selaku Dosen Penguji Utama skripsi atas waktu dan


(9)

6. Dr. Marzuki, M.Ag., Selaku Ketua Penguji skripsi, atas nasihat dan motivasinya selama penulis menuntut ilmu di UNY.

7. Pratiwi Wahyu. W, M.Si., Selaku Sekretaris Penguji skripsi, atas saran dan masukan positif guna kesempurnaan skripsi ini.

8. Bapak dan ibu dosen PKnH, yang telah membagi ilmu dan pengalaman sebagai bekal penulis di masa sekarang dan yang akan datang.

9. Drs. Sujarwanto, M.Pd, selaku guru PKn di SMK Perindustrian Yogyakarta, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Ina Nurarina, S.Pd, selaku guru PKn di SMK Perindustrian Yogyakarta, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

11. Bapak, Mamah, (Almh) Ema, (Alm) Aki, Mbah kakung dan Mbah Putri, serta keluraga besarku tercinta yang selalu menyayangiku, memberi semangat dan dukungan moral maupun material, serta doa yang selalu menemani dalam setiap langkahku.

12. Sahabat terbaikku, terima kasih atas doa, motivasi, bantuan, serta kebersamaan kita selama ini. Terima kasih atas persahabatan yang Damai ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat


(10)

membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.

Yogyakarta, 04 Mei 2014 Penulis,

Damayanti


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

SURAT PAERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 12

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II. LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Tinjauan Mengenai Metode Ilmiah ... 16

a. Pengertian Metode Ilmiah ... 16

b. Tujuan Metode Ilmiah ... 22

c. Karakteristik Ilmiah ... 22

d. Prosedur Metode Ilmiah ... 23

e. Metode Ilmiah dalam Pembelajaran ... 29

f. Metode ceramah……… 31

2. Tinjauan Mengenai Pembentukan Karakter Tanggung Jawab ... 31

a. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter ... 32

b. Pengertian Karakter Tanggung Jawab ... 37

c. Proses Pembentukan Karakter ... 38

d. Tujuan Pendidikan Karakter ... 40

e. Jenis-jenis Pendidikan Karakter ... 42

f. Faktor-faktor Pembentukan Karakter ... 42

3. Tinjauan Mengenai Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan... 45

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 45

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ... 47

c. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ... 49

d. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PKn ... 40

e. PKn Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Karakter ... 51

f. Penerapan Metode Ilmiah dalam Pembelajaran PKn ... 53

D. Kerangka Pikir ... 54


(12)

F. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 60

B. Variabel Penelitian ... 61

C. Definisi Operasional ... 62

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 63

E. Populasi dan Sampel... 63

F. Prosedur Penelitian ... 66

G. Teknik Pengumpulan Data ... 67

H. Instrumen Penelitian ... 68

I. Uji Coba Instrumen ... 71

J. Teknik Analisis Data ... 76

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 81

1. Gambaran Umum Loksi Penelitian ... 81

2. Deskripsi Data Penelitian ... 93

3. Uji Persyaratan Analisis Data ... 114

4. Hasil Analisis Data untuk Pengujian Hipotesis ... 118

B. Pembahasan ... 119

1. Perbedaan Penggunaan Metode Ilmiah terhadap PembentukanKarakter Tanggung Jawab dalam Mata Pelajarana PKn ... 120

2. Hasil Observasi Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Siswa ... 122

3. Perbedaan Penggunaan Metode Pembelajaran Pendekatan Ilmiah Dibandingkan dengan Metode Ceramah terhadap Pembentukan Karakter Tanggung Jawab dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 123

C. Keterbatasan Penelitian……… 124

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 126

B. Implikasi ... 126

C. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Kompetensi Lulusan ... 19

Tabel 2. Kompetensi Inti ... 20

Tabel 3. Desain Penelitian Pretest Postest Control Group Design………… 59

Tabel 4. Jumlah Siswa Kelas X SMK Perindustrian ... 63

Tabel 5. Pemberian Skor Untuk Pembentukan Karakter Tanggung Jawab... 68

Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Angket... 69

Tabel 7. Uji Validitas ... 72

Tabel 8. Kelompok Belajar Kelas Kontrol………. 88

Tabel 9. Kelompok Belajar Kelas Eksperimen……… . 91

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ceramah... 94

Tabel 11. Kategorisasi Pretest Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Kelas Kontrol Awal ... 96

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ceramah Kelas Kontrol Akhir ... 99

Tabel 13. Distribusi Kecenderungan Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ceramah pada Kelas Kontrol Akhir ... 101

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ilmiah Kelas Eksperimen Awal ... 109

Tabel 15. Distribusi Kecenderungan Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ilmiah pada Kelas Eksperimen Awal ... 103

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Karaker Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ilmiah Kelas Eksperimen Akhir ... 108

Tabel 17. Distribusi Kecenderungan Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan Metode Ilmiah pada Kelas Eksperimen Akhir ... 110

Tabel. 18. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Karakter Tanggung Jawab Siswa ... 115


(14)

Tabel 16. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians Data Hasil Belajar PKn ... 116 Tabel 17. Rangkuman Hasil Uji-t Postest antara Kelompok Eksperimen dan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ranah dengan Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 ... 8 Gambar 2. Hubungan Keempat Kompetensi Inti dalam Standar

KompetensiLulusan ... 21 Gambar 3. Langkah-langkah Pembelajaran Ilmiah………... 23 Gambar 4. Kerangka Pikir ... 55 Gambar . Distribusi Frekuensi Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa

dengan Metode Ceramah Kelas Kontrol Awal ... 100 Gambar 5. Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Awal Siswa

dengan Menggunakan Metode Ceramah ... 102 Gambar 6. Distribusi Frekuensi Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa

dengan Metode Ceramah Kelas Kontrol Akhir ... 104 Gambar 7. Distribusi Frekuensi Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa

dengan Metode Ceramah ... 107 Gambar 8. Distribusi Frekuensi Karakter Tanggung Jawab Siswa dengan

Metode Ilmiah Kelas Eksperimen Awal ... 109 Gambar 9. Distribusi Frekuensi Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa

dengan Metode Ilmiah ... 112 Gambar 10. Distribusi Frekuensi Variabel Karakter Tanggung Jawab Siswa

dengan Metode Ilmiah ... 114 Gambar 11. Distribusi Frekuensi Variabel Karakter Tanggung Jawab


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Teknik Pengumpulan Data Angket ... 132

Lampiran 2. Data Penelitian Variabel Karakter Tanggung Jawab ... 144

Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas... 160

Lampiran 4. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 163

Lampiran 5. Uji Independent Sample T-Test... 165

Lampiran 6. Daftar Nama Siswa ... 166

Lampiran 7. Dokumentasi ... 169

Lampiran 8. RPP X B2, X B3 ... 173

Lampiran 9. Nilai-nilai Karakter ... 184


(17)

PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE ILMIAH DAN METODE CERAMAH TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG

JAWAB DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA

SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA Oleh:

Damayanti NIM. 10401244001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab siswa antara yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran ilmiah dengan penggunaan metode ceramah dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif quasi eksperimen (eksperimen semu), randomized pre-test, post test control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK Perindustrian Yogyakarta kelas X sebanyak 4 kelas yang berjumlah 78 siswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara sampel acak, yaitu dua kelas yang dibagi menjadi kelompok eksperimen (20 siswa) dan kelompok kontrol (21 siswa). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan observasi. Instrumen diuji validitas dengan rumus korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach. Analisis data dianalisis dengan menggunakan uji t dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian ini adalah ada perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab antara pembelajaran yang diajar menggunakan metode pembelajaran ilmiah dengan penggunaan metode ceramah dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dari nilai thitung 2,849 dan nilai dengan db 39 pada taraf signifikansi 5% sebesar 0,007. Nilai atau Nilai p lebih kecil dari 0,05 (p= 0,007< 0,05).


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter juga diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemendikbud, pendidikan karakter menjadi fokus di seluruh jenjang pendidikan yang dibinanya. Tidak terkecuali di perguruan tinggi, pendidikan karakter juga mendapatkan perhatian yang cukup besar. Saat ini permasalahan karakter menjadi masalah yang urgen untuk diselesaikan. Permasalahan ini juga merupakan tanggung jawab pendidik (guru/dosen).

Penyelenggaraan pendidikan di suatu negara menjadi tanggung jawab negara untuk melaksanakannya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun demikian, rakyat juga memiliki hak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pendidikan. Praktik pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa pemerintah (negara) bersama-sama dengan rakyat cukup intens dalam penyelenggaraan pendidikan ini. Untuk kelancaran dan keberhasilan pendidikan inilah ditetapkan Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian diamandemen dengan keluarnya Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


(19)

Nasional. Undang-undang inilah yang menjadi patokan bagi pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 menegaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan memperkembangkan potensi siswa agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu, pendidikan disetiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan. Hal ini berkaitan dengan pembentukan karakter siswa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dengan orang lain (soft skill). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter sangat mutlak penting dan dituntut untuk ditingkatkan.

Menurut Kemendikbud (2013) Pembelajaran kurikulum 2013 bahwa pembelajaran kompetensi dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan ilmiah (scientifif approach), yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih


(20)

mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mencipta.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses.

Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap siswa. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni “intelligence plus character that is the goal of true


(21)

education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya) (Timothy Wibowo, 2013).

Proses pendidikan formal yang dijalani sebagai proses belajar memiliki tahapan yang harus dilalui. Tahap tersebut diantaranya sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, serta perguruan tinggi. Untuk menghadapi dunia kerja, minimal seseorang harus menempuh jenjang pendidikan sampai sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan. Dalam pelaksanaan proses pendidikan tersebut, hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, dan sikap berkembang karena belajar. Demi tercapainya hasil belajar yang baik, maka belajar sebagai proses yang terpadu melibatkan beberapa komponen, seperti siswa yang memiliki IQ, minat, bakat, faktor psikologis yang baik, kemampuan, motivasi, sikap, kematangan, disiplin, dan lain-lain. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak guru hanya melakukan pembelajaran dengan cara metode ceramah dan mengerjakan LKS. Karena kepraktisannya dan tanpa menggunakan model pembelajaran dalam proses pembelajaran.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan


(22)

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi; berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan informasi dan komunikasi. Dari penjelasan di atas, untuk pembentukan karakter tanggung jawab sangatlah penting dalam mata pelajaran PKn terutama dalam hal memberikan kritik terhadap suatu isu kewarganegaraan yang sedang berkembang pada masa kini baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, jika guru hanya menggunakan metode ceramah secara terus menerus maka hal itu akan menjadikan siswa pasif, karena guru hanya sebagai sumber informasi (Teacher Centered Learning) sedangkan siswa sebagai objek didiknya sehingga umpan balik dari siswa relatif rendah bahkan acuh.

Pembentukan karakter Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi pada kenyataannya, jika guru menggunakan metode ceramah maka hanya terjadi transfer pengetahuan satu arah dari guru kepada siswa. Hal ini menjadikan siswa kurang dapat menangkap pemberian materi dari guru sehingga siswa


(23)

banyak yang tidak memperhatikan kondisi di dalam kelas. Siswa kurang menangkap pada mata pelajaran PKn yang diberikan oleh guru sehingga jika siswa diberi tugas kurang bertanggung jawab maka proses pembelajaran tidak efektif.

Dalam proses pembelajaran dikelas guru mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswa belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan siswa, ketika itu pula dia mendorong siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Kriteria pertanyaan yang baik adalah singkat dan jelas, menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat probing atau divergen, bersifat validatif atau penguatan, memberikan kesempatan siswa untuk berpikir ulang, merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif dan merangsang proses interaksi. Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan metode ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi siswa harus lebih aktif daripada guru.

Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Guru yang kreatif akan selalu berupaya mencari metode belajar


(24)

serta guru harus memberikan contoh positif dalam hal bertindak, berperilaku yang baik agar siswa meniru tingkah laku guru tersebut supaya siswa menjadi lebih baik dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru khususnya guru mata pelajaran PKn adalah metode ceramah, guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Metode ini berkisar pada pemberian ceramah, tanya jawab, diskusi, dan penugasan LKS. Akibatnya dalam mempelajari materi PKn siswa cenderung kurang semangat, pasif, malas-malasan dan dianggap sebagai pelajaran yang membosankan.

Kemendikbud mengamanatkan esensi Pelaksanaan Kurikulum 2013, pendekatan ilimiah dalam pembelajaran. Hal ini didasarkan bahwa pembelajaran merupakan proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini lebih dapat membantu pengembangan sikap, keterampilan, pengetahuan siswa. Pendekatan ilmiah itu diharapkan dapat diterapkan pada semua bidang studi termasuk bidang studi ilmu-ilmu sosial. Pembelajaran Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar.

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran mencakup tiga ranah,


(25)

yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamati transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu mengapa”. Ranah keterampilan mengamati transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamati transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa”. Dapat dilihat pada gambar 1 proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 mewujudkan 3 ranah proses pembelajaran kurikulum 2013 dilakukan dengan Pendekatan Ilmiah. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Gambar 1. Ranah Dengan Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 (Sumber: Kemendikbud, 2013)


(26)

Pada kenyataannya metode pembelajaran ini jarang digunakan oleh guru terutama pada mata pelajaran PKn. Padahal PKn sebagai pendidikan politik, pendidikan demokrasi, pendidikan HAM, dan pendidikan karakter sangat cocok untuk menggunakan model ini dimana siswa dapat mengembangkan pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan (civic dispositions) di antaranya adalah pengetahuan cerdas dan bertanggung jawab dalam meghadapi siswa dengan materi/konsep yang didapatnya disekolah.

Salah satu kelebihan model pembelajaran Pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah mengembangkan kemampuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran Kemendikbud (2013).


(27)

Banyak penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang telah dilakukan dalam pengembangan kemampuan anak-anak dalam domain kreativitas ini, tetapi sedikit yang direncanakan ke dalam program-program sains. Menurut Suyanto (Kedaulatan Rakyat, 15 September 2007) “Imajinasi dalam proses pendidikan sangat penting untuk dimiliki anak -anak” dalam mengembangkan kreativitas mereka. Dengan imajinasi dapat melahirkan konsep, kreativitas, inovasi, dan perilaku yang aktual dalam kehidupannya. Karya sains dan teknologi sebagian besar lahir dari proses mimpi dan imajinasi para penemunya (Zuchdi, 2011: 278)

Menurut pra-observasi yang dilakukan peneliti ketika kegiatan PPL di SMK Perindustrian pada tanggal 18 Juli hingga 21 September 2013, bahwa pembentukan karakter tanggung jawab siswa belum terpenuhi. Oleh karena itu, yang terjadi di lapangan adalah pada saat pembelajaran masih banyak siswa di jurusan otomotif maupun jurusan kimia yang kurang tanggung jawab dalam pembelajaran di dalam kelas. Contohnya, sewaktu guru memberikan tugas untuk dipresentasikan, siswa tidak bisa secara cepat dan tanggap dalam hal melakukan tugas yang di perintahkan oleh guru. Siswa hanya mengandalkan informasi guru dan tidak mau mencari informasi dari luar seperti perpustakaaan dan internet. Ada beberapa siswa kurang tanggung jawab dalam pembelajaran PKn ada yang tidur di belakang kelas, bermain handphone, berbuat gaduh dan banyak siswa yang kurang sopan terhadap


(28)

guru. Pada saat mengikuti pelajaran di kelas cenderung pasif. Selain itu juga banyak siswa tidak masuk kelas atau membolos dikarenakan belum mengerjakan tugas atau PR. Banyak siswa datang terlambat dan tidak tepat waktu, apabila tidak ada guru yang mengajar di saat jam pelajaran berlangsung, para siswa tersebut akan berada di luar kelas dan membuat kegaduhan, sehingga mengganggu proses belajar kelas lain.

Peneliti memilih kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta dikarenakan tahap atau fase remaja itu dibagi menjadi dua yaitu remaja awal dan remaja akhir. Ada perbedaan antara karakter dan kemampuan sosial remaja awal dan remaja akhir kelas X adalah masa transisi antara kelas IX dengan kelas X oleh karenannya perlu penanganan lebih untuk mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah atau kognisi, afektif, dan psikomotorik siswa pada masa transisi tersebut.

Proses belajar mengajar di SMK Perindustrian Yogyakarta sudah berjalan dengan baik, tetapi terkadang kurangnya pembentukan karakter tanggung jawab dalam diri siswa menjadikan siswa itu malas dalam mengikuti pelajaran PKn. Masalah-masalah itulah yang diduga menyebabkan karakter mereka belum terbentuk secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa dengan penggunaan metode ilmiah dalam mata pelajaran PKn diharapkan bisa membuat siswa


(29)

aktif dalam mengikuti pelajaran dengan pembentukan karakter tanggung jawab terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berangkat dari situasi tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Perbedaan Metode Ilmiah dan Metode Ceramah Terhadap Pembentukan karakter Tanggung Jawab dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa SMK

Perindustrian Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan ke dalam beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Pembelajaran PKn masih didominasi dengan penggunaan metode ceramah.

2. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dengan mencatat hal-hal yang dianggap penting, yang seharusnya siswa mencaritahu atau menemukan materi pembelajaran PKn.

3. Banyaknya siswa yang membolos pada saat jam pelajaran berlangsung. 4. Kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran PKn.

5. Beberapa siswa kurang sopan terhadap guru Mata Pelajaran PKn.

6. Ketika guru memberikan tugas, siswa tidak mengerjakan dan siswa tidak tertarik untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru PKn.


(30)

7. Metode Pembelajaran Ilmiah yang membandingkan dua kelompok yaitu kelompok pertama menggunakan metode ilmiah dan kelompok kedua dengan metode ceramah di SMK Perindustrian Yogyakarta.

C. Pembatasan Masalah

Adapun dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang telah disebutkan pada identifikasi masalah dengan maksud agar penelitian lebih terfokus pada permaslahan yang hendak diteliti, yaitu: Metode Pembelajaran Ilmiah yang membandingkan dua kelompok pertama yang menggunakan metode ilmiah dan kelompok kesua dengan menggunakan metode ceramah belum pernah diterapkan di SMK Perindustrian Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan batasan masalah maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu: Adakah perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab siswa antara penggunaan metode pembelajaran Ilmiah dengan metode Ceramah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta.


(31)

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab antara penggunaan metode pembelajaran Ilmiah dengan metode Ceramah dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas X SMK Perindustrian Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan karakter.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam ilmu pendidikan khususnya mata pelajaran PKn yang berhubungan dengan penggunaan metode pembelajaran dalam pembentukan karakter tanggung jawab.


(32)

b. Bagi Siswa

Dengan menggunakan metode pembelajaran ini diharapkan mampu membentuk karakter tanggung jawab pada siswa dan menjadikan mata pelajaran PKn lebih menyenangkan.

c. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah sumbangan bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) dalam mencetak guru Profesional.

d. Bagi Peneliti

Dapat mengetahui perbedaan penggunaan metode pembelajaran Ilmiah dengan metode Ceramah dalam pembentukan karakter tanggung jawab dalam mata pelajaran PKn pada siswa SMK Perindustrian Yogyakarta.


(33)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Tinjauan Mengenai Metode Ilmiah

Dalam tinjauan mengenai metode ilmiah akan dijelaskan tentang pengertian Pendekata Ilmiah, Tujuan Metode Ilmiah, Karakteristik Metode Ilmiah, Prosedur Metode Ilmiah, Meode Ilmiah dalam Pembelajaran.

a. Pengertian Pendekatan Ilmiah

Pendekatan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah.

Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan metode scientific (scientific method). Sesuai dengan Standar


(34)

pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.

Pengertian Pendekatan Ilmiah (scientific approach) menurut Kemendikbud, Kurikulum 2013 menekankan diterapkannya dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran dengan jalan menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pelaksanaan pembelajaran diwujudkan dengan dalam bentuk kegiatan mengamati, menannya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Kegiatan tersebut diharapkan dapat diterapkan pada semua mata pelajaran.

Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.

Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2)


(35)

sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan pendekatan ilmiah sebagai mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.

Dalam rangka Dies Natalis FIS UNY ke-48 oleh Abdul Ghafur (2013), pemilihan pendekatan atau strategi pembelajaran yang digunakan sangat menentukan lingkungan dan cara penyampaian materi pembelajaran. Dengan strategi pembelajaran berbasis ilmiah, pemikiran siswa menjadi sistematis dan akan lebih mudah memahami kondisi sosial yang ada. "Penerapan pendekatan ilmiah tersebut bisa dilakukan dengan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada materi pembelajaran, pendekatan ilmiah dilakukan dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang mengandung kebenaran melalui langkah-langkah ilmiah. Dengan cara ini diharapkan persoalan sosial yang ada bisa dipahami atau diselesaikan dengan baik".

Sains berasal dari lain scientia yang artinya pengetahuan. Dalam bahasa German: Wissenscehafe yang berarti pengetahuan yang tersusun secara sistematik. Sains bukan sekedar kumpulan


(36)

pengetahuan yang terisolasi atau sama lain akan tetapi telah terorganisir secara sistematis. Pada umumnya istilah sains menunjuk pada bidang umum ilmiah yaitu istilah yang dapat menimbulkan daya tarik untuk menginteprestasi lebih dekat dengan penyelidikan.

Lampiran rumusan standar kompetensi lulusan seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 tahun 2013 untuk tingkat SMA/ SMK adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Standar Kompetensi Lulusan SMA/ SMK

Dimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.

Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.


(37)

Kompetensi inti tingkat SMA/ SMK terdiri atas dua tingkatan, yaitu tingkat kompetensi ke lima yang mencakup kelas X dan kelas XI, dan tingkat kompetensi ke enam untuk kelas XII. Rumusan kompetensi yang relelevan bagi kelas X sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kompetensi Inti SMA/ SMK

Kompetensi Deskripsi Kompetensi

Sikap Spiritual 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

Sikap Sosial 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

Pengetahuan 1. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

Keterampilan 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan


(38)

Mengetahui hubungan keempat kompetensi inti dalam lingkup standar kompetensi lulusan adalah sebagai berikut:

(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013)

Gambar 2. Hubungan Keempat Kompetensi Inti dalam Standar Kompetensi Lulusan

Pembelajaran berbasis ilmiah menjadi pendekatan yang semakin modern untuk digunakan dalam berbagai pengaturan siswa dari segala usia. Hal ini sangat cocok untuk digunakan dalam program pembelajarn baru Kurikulum 2013. Bahwa pendekatan ilmiah metode yang tepat dalam pembentukan karakter. Supaya dapat mendorong siswa mampu melakukan seperti mencoba pemahaman baru dalam pengetahuan ilmiah dengan mengamati pelajaran, mencoba bertanya, menalar apa yang diberikan materi pelajaran, dan membuat sebuah kesimpulan. Dengan demikian, siswa diarahkan untuk menemukan


(39)

sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan.

b. Tujuan Metode Ilmiah

Adapun Tujuan metode pembelajaran dengan pendekatan Ilmiah (scientific) didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut: Beberapa tujuan pembelajaran pendekatan scientific adalah:

1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.

3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5) Untuk melatih siswa dalam mengomunilasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.

6) Untuk mengembangkan karakter siswa.

Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan metode ilmiah pada keunggulan pendekatan ini untuk membantu siswa dalam pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif.


(40)

c. Karakteristik Metode Ilmiah

Adapun karakteristik Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Berpusat pada siswa.

2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

4) Dapat mengembangkan karakter siswa.

Dari beberapa hal di atas peneliti simpulkan bahwa karakteristik metode pendekatan ilmiah untuk melibatkan siswa lebih aktif dan berpusat pada kognitif siswa.

d. Prosedur Metode Ilmiah

Adapun Langkah-langkah Pembelajaran Ilmiah Scientific

Gambar 3. Langkah-langkah pembelajaran Ilmiah meliputi: Mengamati, Menanya, Menalar, Mencoba, dan Membentuk Jejaring (Sumber: Kemendikbud, 2013) Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah


(41)

(saintifik). Langkah langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:

a) Mengamati (Observasi)

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan


(42)

melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b) Menanya

Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ketingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk


(43)

mencari informasi yang lebih lanjut ditentukan oleh guru sampai yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c) Mengumpulkan Informasi

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu siswa dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar.


(44)

d) Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/ Menalar

Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menam bah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada Pendekatan dan Strategi Pembelajaran yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan


(45)

ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.

e) Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

f) Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut. Kegiatan mengkomunikasikan


(46)

Pembelajaran disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

e. Metode Ilmiah dalam Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir. Dalam metode ilmiah tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat


(47)

memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat menggugah timbulnya pertanyaan pada diri siswa. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu.

Kegiatan inti dalam metode ilmiah ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa (Sumber: Kemendikbud, 2013).


(48)

Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa metode ilmiah scientific merupakan metode pembelajaran yang memberikan penanaman baru terhadap siswa dan untuk melatih kreativitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran.

2. Tinjauan Mengenai Pembentukan Karakter

Dalam tinjauan mengenai pembentukan karakter akan dijelaskan tentang Pengertian karakter dan Pendidikan Karakter, Pengertian Karakter Tanggung Jawab, Tujuan Pembentukan Karakter, Jenis-jenis Pendidikan Karakter, dan Faktor-faktor Pembentukan Karakter.

a. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter

Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Tim Pendidikan Karakter. 2010: 11).


(49)

Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, 2010 : 7) Pendidikan karakter rakyat menurut Bung Hatta, adalah: mandiri, tahu hak dan kewajiban, mau mengambil tanggung jawab (Rikard Bagun.2002: xix).

Bahwa strategi implementasi pendidikan karakter yang ditekankan adalah memotivasi guru dan pengembangan kultur sekolah menjadi daya efektivitas. Dalam keterkaitan ini, Zamroni (2011:175) menawarkan strategi implementasi pendidikan karakter, sbb.:

1) Tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai harus jelas konkret.

2) Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efesien kalau dikerjakan tidak hanya oleh sekolah, melainkan harus ada kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa.

3) Menyadarkan pada semua guru akan peran yang penting dan bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter.


(50)

4) Kesadaran guru akan perlunya “hiden curriculum” sebagai instrument yang amat penting dalam pengembangan karakter peserta didik.

5) Dalam melakukan pembelajaran guru harus menekankan pada daya kritis dan kreatif peserta didik, kemampuan bekerja sama, dan ketrampilan mengambil keputusan.

6) Kultur sekolah harus dimanfaatkan dalam pengembangan karakter peserta didik.

7) Pada hakekatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan karakter perlu diciptakan. Kultur sekolah adalah norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah dan telah diwariskan antar generasi, dipegang bersama yang mempengaruhi pola pikir, sikap dan pola tindakan seluruh warga. Pembelajaran yang baik hanya dapat berlangsung pada sekolah yang memiliki kultur positif. Suatu kultur sekolah yang sehat akan berdampak kesuksesan siswa dan guru dibandingkan dengan dampak bentuk reformasi pendidikan yang lain (Zamroni, 2009).

Menurut Sardiman dkk, (2010: 2) pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Sedangkan menurut Suyanto (2010), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia


(51)

buat. Sementara, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, lanjut Suyanto, seorang anak akan cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena sesorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Sedangkan Menurut Udin S. Winaputra bahwa kita harus meyakini seluruh komponen bangsa pembangunan budaya dan karakter bangsa itu merupakan hal yang sangat penting. Bung Karno berpesan kepada bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Ir Soekrno menyatakan dalam pidato politiknya menyebutkan kata-kata seperti yang terucap nation and character building. Beliau menyadari bahwa pembangunan karakter bangsa itu sebagai bagian dari komitmen kebangsaan dan amanat konstitusi yang secara tegas tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan semangat dan simbolisasi sejarah panjang Indonesia, sejak sebelum tahun 1908, sampai


(52)

terkandung didalamnya. Oleh karena itu, tepat rumusan salah satu misi pembangunan nasional sebagaimana tercantum pada UU RI. No. 17 Tahun 2007 yakni, “terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks” (Tim Pendidikan Karakter, 2010: 2)

Menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Menyatakan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak Pendidikan Karakter dicanangkan. Tekad pemerintah untuk menjadikan pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional harus didukung secara serius. Tentunya, karakter bangsa hanya semata dapat dibentuk dari program pendidikanatau proses pembelajaran di dalam kelas. Akan tetapi, kalau memang pendidikan bermaksud serius untuk membentuk karakter generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, butuh penyadaran terhadap para pendidik dan pelaksana kebijakan pendidikan. (Fatchul Mu’in, 2011: 323).


(53)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa memberikan keputusan baik-buruk, mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehri-hari. Pendidikan karakter suatu penanaman nilai-nilai perilaku karakter kepada keluarga, sekolah, dan masyarakat meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik tehadap Tuhan Yang maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara.

b. Pengertian Karakter Tanggung Jawab

Karakter Tanggung Jawab adalah: merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggung jawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggung jawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggung jawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat). Diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


(54)

Tanggung jawab (Responsibility) bisa disebut juga seperti sikap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak disukai artinya adalah karakter yang buruk. Pada dasarnya, hidup ini dipenuhi dengan pilihan life is full of choices. Kita bisa memilih apa saja yan kita inginkan memilih suatu benda atau barang, memilih bertindak, dan kadang memilih bersikap (Fatchul Mu’in, 2011: 215).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas bahwa pembentukan karakter tanggung jawab adalah perilaku yang berhubungan dengan sikap moral, akhlak dan perbuatan yang mengandung nilai yang positif selalu berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, keluarga dan masyarakat. Itu semua merupakan untuk mebentuk karakter siswa supaya tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari supaya individu bisa bersosialisasi dalam bermasyarakat.

c. Proses Pembentukan Karakter

Pada dasarnya pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Menurut Doni Koesuma A. (2007: 134) disebutkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam kerangka dinamis dialektis, berupa tanggapan individu terhadap sosial dan kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempatkan


(55)

dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi.

Proses pendidikan karakter dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Atas dasar ini, pendidikan karakter adalah usaha sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun semua warga masyarakat secara keseluruhan (Saptono, 2011: 23). Semakin menjadi manusiawi berarti juga semakin menjadi makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga dapat bertanggung jawab. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlah mulia siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang (Masnur Muslich, 2011: 81).

d. Tujuan pendidikan karakter

Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu:

1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif siswa sebagai manusia dan warga Negara yang memilki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;


(56)

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa;

4) Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Kemendiknas. 2010. b: 7).

Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan seperti di atas, para siswa harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi (jurusan) masing-masing, sehingga mereka dapat mengamalkannya ditengah-tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal. Arah dan tujuan pendidikan nasional kita, seperti diamanatkan oleh UUD 1945, adalah peningkatan iman dan takwa serta pembinaan akhlak mulia para peserta didik yang dalam hal ini adalah seluruh warga negara yang mengikuti proses pendidikan diIndonesia.

Amanat konstitusi kita ini dengan tegas memberikan perhatian yang besar akan pentingnya pendidikan karakter (akhlak mulia) dalam setiap proses pendidikan dalam membantu membumikan nilai-nilai agama dan kebangsaan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang


(57)

diajarkan kepada seluruh siswa. Keluarnya undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni UU No. 20 Tahun 2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional kita. Pada pasal 3 Undang-Undang ini ditegaskan, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk menanamkan nilai-nilai dan pembaruan tata kehidupan sehingga dapat membentuk karakter dan akhlak mulia siswa untuk mengembangkan kemampuan dan menentukan keputusan baik-buruk, serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

e. Jenis-Jenis Pendidikan Karakter

Adapun jenis-jenis pendidikan karakter yaitu ada empat yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan (Yahya Khan, 2010: 2) yaitu:


(58)

1) Pendidikan karakter berbasis nilai religius, contoh manusia mempunyai hak dalam beribadah sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing.

2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, contoh warga negara Indonesia wajib mengamalkan Pancasila.

3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan, contoh manusia yang mempunyai karakter baik tidak membuang sampah sembarangan.

4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, contoh sebagai calon pendidik (guru) mempunyai kualitas sebagai guru professional. f. Faktor-faktor Pembentukan Karakter

Dalam pembentukan karakter faktor yang paling utama adalah faktor internal diri sendiri dan lingkungan keluarga. Secara umum orang-orang memandang bahwa keluarga merupakan sumber pendidikan moral yang paling utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru pertama mereka dalam pendidikan moral. Mereka memberikan pengaruh paling lama terhadap perkembangan moral anak-anak: disekolah, para guru pengajar akan berubah setiap tahunnya, tetapi diluar sekolah anak-anak tentunya memiliki setidaknya satu orang tua yang memberikan bimbingan dan membesarkan kita selama bertahun-tahun.

Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu sekolah dan masyarakat, saat ini semakin banyak bukti menunjukkan bahwa sekolah perubahan dalam pengembangan karakter. Meskipun sekolah mampu meningkatkan pemahaman awal para siswanya ketika mereka


(59)

ada disekolah, kemudian bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa sekolah mampu melaksanakan hal tersebut. Sikap baik yang dimilki oleh anak-anak tersebut perlahan menghilang jika nilai-nilai yang telah diajarkan disekolah tersebut tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan rumah. Dengan alasan tersebut, sekolah dan keluarga haruslah seiring dalam menyikapi masalah yang muncul. Dengan adanya kerja sama antara kedua pihak, kekuatan yang sesungguhnya dapat dimunculkan untuk meningkatkan nilai moral sebagai seorang manusia dan untuk mengangkat kehidupan moral di negeri ini (Lickona Thomas, 1991: 48-57).

Kemudian di lingkungan sekolah adanya perilaku yang baik misalnya tidak mencontek pada saat ujian dan patuh akan tata tertib sekolah karakter kita akan menjadi lebih baik apabila kita terapkan di dalam masyarakat seperti tetangga, teman sebaya, dan masyarakat luas. Individu/ siswa di bina dan akan terbiasa dengan perubahan untuk menjadi lebih baik maka kita tanamkan dalam pembentukan karakter supaya siswa lebih mengerti tentang perilaku yang baik dan yang buruk supaya tidak terjerumus kedalam pergaulan yang tidak diinginkan.

Membentuk sebuah karakter yang baik adalah dengan pembentukan karakter dan membutuhkan proses yang lama. Faktor


(60)

Seperti dikatakan diatas faktor paling utama adalah faktor internal dari diri sendiri kemudian dari orang tua apabila orang tua mereka mendidik dengan penuh kasih sayang dan pola asuh yang cukup memenuhi kebutuhan psikologi anak maka anak itu akan merasa nyaman dirumah. Perilaku/ tingkah laku anak akan menjadikan seseorang lebih baik dan sopan terhadap diri sendiri dan sesama. Kemudian faktor kedua yang mempengaruhi dalam pembentukan karakter yaitu faktor eksternal seperti lingkungan sekolah, aturan, sistem, kultur/ budaya. Mengapa dari lingkungan sekolah karena guru adalah orang tua kedua bagi anak yang membutuhkan kasih sayang dan pendidikan yang cukup agar anak tersebut bisa merasakan kelengkapan akan kebutuhan psikologisnya. faktor eksternal lainnya adalah masyarakat setelah mendapatkan pembelajaran dari keluarga, sekolah kemudian kita terapkan kedalam masyarakat dan anak-anak tersebut lebih memahami dasar dari pembentukan karakter supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Jadi kedua faktor internal dan faktor eksternal ini yang bisa membentuk karakter anak menjadi lebih tanggung jawab kepada Tuhan, diri sendiri, orang tua, guru, dan masyarakat.


(61)

3. Pendidikan Kewarganegaraan

Untuk memahami tentang mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berikut akan diuraikan pengertian Pendidikan Kerwaganegaraan, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan, Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Karakter, Penerapan Metode Ilmiah dalam Pembelajaran PKn.

a. Pengertian pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value

based education” (Sunarso dkk, 2006: 1). Mata pelajarn ini wajib

harus dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat “Pendidikan Kewarganegaraan”. Sementara itu pada bagian penjelasan pasal 37 dikemukakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Pernyataan yang dimuat dalam undang-undang tersebut merupakan landasan yuridis formal


(62)

pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam sistem pendidikan nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegaranya yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan fungsi dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Melalui metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah Scientific dikembangkan tiga kemampuan dasar yang meliputi: sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Melalui metode pembelajaran ini terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar. Bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa.


(63)

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Cholisin (2000: 12), tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang lebih baik dan mempersiapkannya untuk masa depan. Menurut Standar Isi, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi).

Dikemukakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah membentuk warga negara yang baik (a good citizen) yaitu cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Untuk membentuk warga negara yang baik maka role (peran) harus dibina dan dikembangkan dengan baik. Role (peran) tersebut antara lain: Peran aktif yakni memberikan masukan, mengkritisi kebijakan pubik; Peran pasif yakni mematuhi kebijakan pemerintah; Peran positif yakni meminta kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasarnya supaya sebagai warga negara dapat


(64)

hidup sejahtera; Peran negatif yakni menolak segala bentuk intervensi pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah urusan pribadi (privasi).

Mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam pendidikan karena dalam pelajaran PKn membekali siswa dengan berbagai kemampuan tentang cara bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mata pelajaran PKn memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter yang maksimal. Karakter dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan dan kemajuan belajar siswa.

Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan mereflesikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Sunarso dkk, 2006: 5).


(65)

c. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Nasional, ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku dalam masyarakat, peraturan-peraturan daerah, sistem hukum dan peradilan nasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

3) Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak adan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM.

4) Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. 5) Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan

konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

6) Kekuasaan dan politik: Pemerintahan desa dan kecamatan, pemda dan otonomi, demokrasi dan sistem politik, upaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, proses perumusan Pancasila, Pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

8) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.


(1)

192 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang

tidak mudah tergantung pada oranglain dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

 Tidak tergantung pada orang lain

 Melaksanakan kegiatan atas dasar kemampuan sendiri

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

 Menghormati pendapat dan hak orang lain

 Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain

 Melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan

 Berpikir terbuka (mau mnerima ide baru atau pendapat orang lain walaupun berbeda)

 Menerima kekalahan dalam kompetisi yang jujur dan adil

9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan

didengar.

 Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu

 Eksplorasi lingkungan secara terprogram

 Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik). 10. Semangat

Kebangsaan

Cara berpikir, bersikap, dan berwawasan yang

menemptkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.

 Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi

 Setia kawan terhadap sesama anak bangsa 11. Cinta Tanah

Air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, bdaya, ekonomi, dan politik bangsa.

 Memajangkan foto: presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambing negara, peta Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia

 Menggunakan produksi dalam negeri


(2)

193

dengan baik dan benar 12. Menghargai

Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

 Memberikan

penghargaan atas hasil karya siswa

 Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi siswa untuk berprestasi

 Berkata dan bertindak secara benar dan akurat 13. Bersahabat/

Komunikatif

Tindakan yang

memperlihatkan rasa senang berbicara, mudah bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

 Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi antar siswa

 Guru mendengarkan keluhan siswa

 Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan siswa

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan

tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

 Menciptakan suasana kelas yang damai

 Membiasakan perilaku sekolah anti kekerasan

 Kekerabatan di kelas penuh kasih sayang 15. Gemar

Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

 Tersedianya jadwal pengunjungan

perpustakaan agar siswa termotivasi untuk membaca

 Saling tukar bacaan

 Pembelajaran yang memotivasi siswa menggunakan referensi 16. Peduli

Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada alam di sekitarnya dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi.

 Memelihara lingkungan kelas

 Tersedia tempat sampah di dalam kelas

 Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan

masyarakat yang

 Berempati kepada sesama teman kelas

 Melakukan aksi social


(3)

194

membutuhkan. warga kelas

18. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku sesorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.

 Melaksanakan tugas dengan baik dan tepat waktu

 Bersedia meminta maaf jika bersalah dan berusaha tidak mengulangi lagi

 Berani menanggung resiko atau akibat dari segala perbuatannya (Mansyur Ramly, 2011: 17-20)


(4)

195

LAMPIRAN 10


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA SMK AL MUSYAFA’ KELAS X PADA MATA PELAJARAN MEMBUAT POLA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DAN DEMONSTRASI DENGAN CERAMAH DAN MPI

8 119 247

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB MELALUI METODE POINT SKORSING Penanaman Pendidikan Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Melalui Metode Point Skorsing (studi kasus di SMK Negeri 8 Surakarta).

0 3 14

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB MELALUI METODE POINT SKORSING Penanaman Pendidikan Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Melalui Metode Point Skorsing (studi kasus di SMK Negeri 8 Surakarta).

0 2 16

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 4 15

ANALISIS ISI BUKU MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN KURIKULUM 2013 DALAM PEMBENTUKAN Analisis Isi Buku Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Kurikulum 2013 Dalam Pembentukan Karakter Bangsa Pada Siswa SMP Kelas VI

0 2 17

ANALISIS ISI BUKU MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN KURIKULUM 2013 DALAM Analisis Isi Buku Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Kurikulum 2013 Dalam Pembentukan Karakter Bangsa Pada Siswa SMP Kelas VII.

0 3 24

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN METODE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) PADA KELAS V SD N

0 1 16

Perbedaan Pengaruh Antara Metode Diskusi Simulasi Dan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan bab 1

0 1 7

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING GUNA PEMBENTUKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA.

2 2 194

ID pengaruh penggunaan metode ceramah dan metode dialog terhadap hasil belajar sisw

0 0 6