suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan,
sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.
2.2.2.5 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Tuturan
itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau bertutur itu adalah
tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindak verbal adalah tindak mengekpresikan kata-kata atau
bahasa. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
verbal. Berpijak dari hal tersebut, tuturan dapat dibedakan dari kalimat. Kalimat adalah entitas gramatika sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat
penggunaannya dalam situasi tertentu. Kenyataan
ini menunjukkan
bahwa faktor-faktor
ekstralingual memegang peranan penting di dalam analisis pragmatik Levinson, 1983,
termasuk pula analisis terhadap validitas tuturan performatif. Austin 1962 mengemukakan bahwa validitas tuturan performatif tergantung pada terpenuhinya
beberapa syarat yang disebut felicity conditions. Syarat-syarat yang diajukan oleh Austin tersebut adalah:
1 orang yang mengutarakan dan situasi pengutaraan tuturan itu harus
sesuai, yaitu siapa yang mengutarakan, di mana diutarakan, dan kapan waktu tuturan itu diutarakan. Apabila syarat-syarat atau salah satu syarat
itu tidak dipenuhi, maka tuturan tersebut tidak valid infelicitous. 2
Tindakan itu harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan mitra tutur.
3 Penutur dan mitra tutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk
melakukan tindakan itu. Misal, tuturan Selamat ya, atas prestasinya merupakan tidak performatif bila penutur mengucapkan tuturannya
dilandasi dengan niat atau maksud yang sungguh-sungguh memberi ucapan selamat. Dan sebaliknya, apabila penutur tidak mempunyai niat
seperti itu, ia sebenarnya tidak senang dengan prestasi yang dicapai oleh mitra tuturnya, maka tindak tutur itu tidak valid.
Lain halnya menurut John Searle, sebagai salah satu murid Austin, Searle memperluas syarat-syarat validitas tindak tutur yang diajukan oleh gurunya
tersebut. Lima syarat tindak performatif menurut Searle adalah: 1
Penutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh terhadap apa yang dijanjikannya.
2 Penutur harus berkeyakinan bahwa mitra tutur percaya bahwa tuturan itu
benar-benar akan dilaksanakan. 3
Penutur harus berkeyakinan bahwa ia mampu melaksanakan tindakan itu. 4
Penutur harus memprediksi tuturan yang akan dituturkan future verbal, bukan tuturan-tuturan yang sudah dituturkan.
5 Penutur harus memprediksi tuturan yang dilakukannya sendiri, bukan
tuturan yang dilakukan oleh orang lain. Wijana, 1996: 24-27.
2.2.3 Implikatur Percakapan