2.2.4.3 Maksim Relevansi Maxim of Relevance
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Mengenai maksim ini,
Levin son 1983:102 menyatakan “make your contributions relevant”, artinya
buatlah kontribusi yang relevan atau sesuai dengan topik pembicaraan ‟ . Lebih
lanjut Rahardi 2008: 56 menyatakan bahwa bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak memenuhi dan melanggar maksim
relevansi. Berkenaan untuk
maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menunjukkan kesantunan tuturan, ketentuan yang ada pada maksim relevansi
seringkali tidak dipenuhi oleh penutur. Untuk itu dapat diperhatikan contoh wacana di bawah ini:
05 + Ani, ada telepon. - Saya lagi di kamar kecil, Bu.
Pada wacana tersebut, - sepintas memberikan jawaban yang tidak berhubungan dengan pernyataan +. Namun, sebenarnya jawaban - memberikan
kontribusi yang relevan yang menyatakan bahwa dirinya tidak dapat menerima telepon karena sedang berada di kamar kecil.
2.2.4.4 Maksim Pelaksanaan Maxim of Manner
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.
Dengan demikian, maksim ini mengharuskan peserta tutur untuk menghindari ungkapan yang kabur, menghindari kata-kata dengan arti ganda, berbicara dengan
singkat tidak bertele-tele, dan berbicara dengan teratur. Lebih lanjut Rahardi
2008: 57-58 menyatakan bahwa orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut dikatakan melanggar maksim pelaksanaan. Dalam kegiatan
bertutur yang sesungguhnya pada masyarakat bahasa Indonesia, ketidakjelasan, kekaburan, dan ketidaklangsungan merupakan hal yang wajar dan umum terjadi.
Pada masyarakat tutur ini, justru ketidaklangsungan merupakan salah satu kriteria kesantunan seseorang dalam bertutur. Maksim ini mempunyai empat submaksim
sebagai berikut. 1.
Hindari ketidakjelasan tuturan. 2.
Hindari ketaksaan ambiguitas. 3.
Berbicaralah secara singkat atau ringkas hindari uaraian panjang-lebar yang berlebihan.
4. Berbicaralah dengan tertib dan teratur.
Untuk itu dapat diperhatikan contoh wacana di bawah ini: 06 + Masak Peru ibu kotanya Lima... banyak amat.
- Bukan jumlahnya, tetapi namanya. Dalam wacana tersebut, tokoh - memberikan kontribusi yang tidak
taksa bahwa kata “Lima” yang dimaksud bukanlah nama bilangan, tetapi
merupakan nama ibu kota Peru.
2.2.5 Prinsip Kesopanan