Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

89 perilaku seksual Carvajal, Parcel, Basen-Engquist, 1999. Oleh karena itu, terkait dengan perilaku seksual, strategi untuk mendapatkan pandangan diri yang positif bisa dilakukan dengan cara terlibat atau tidak terlibat dalam perilaku seksual, tergantung pada penerimaan lingkungan sosial atas perilaku seksual tersebut. Penelitian ini tidak meneliti secara khusus peran penerimaan sosial terkait dengan strategi self-enhancement. Penelitian selanjutnya mungkin dapat meneliti hal tersebut. Hasil analisis lebih lanjut penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan gender dalam strategi self-protection kaitannya dengan perilaku seksual. Strategi self-protection yaitu defensiveness dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin remaja perempuan melakukan defense dengan cara menghindari informasi negatif mengenai dirinya, maka remaja perempuan semakin terlibat dalam perilaku seksualnya. Sebaliknya, strategi self-protection tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja laki-laki. Terkait dengan perilaku seksual, remaja laki-laki melakukan perilaku seksual untuk mencari kenikmatan dan rangsanganseksual Browning et al., 2000;Eyre Millstein, 1999, sedangkan remaja perempuan melakukan perilaku seksual atas dasar cinta atau keintiman Brigman Knox, 1992; Browning et al., 2000. Selain alasan keintiman dan hasrat, terdapat alasan lain yang mendorong remaja melakukan perilaku seksual, yaitu eksternalisasi. Eksternalisasi dalam kaitannya dengan perilaku seksual berarti remaja melakukan perilaku seksual atas dorongan dari hal-hal 90 di luar dirinya, seperti permintaan pasangan Dawson, 2008. Dawson juga mengungkapkan bahwa remaja perempuan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dalam melakukan perilaku seksual dengan alasan eksternalisasi. Hepper, Gramzow, Sedikides 2010 mengungkapkan bahwa defensiveness biasanya dilakukan dengan eksternalisasi. Ketika remaja perempuan cenderung lebih melakukan eksternalisasi Dawson, 2008, maka remaja perempuan menjadi lebih bersifat defensif. Penelitian ini menemukan hasil yang serupa. Dari hasil penelitian ini, defensiveness dapat menjadi prediktor positif bagi perilaku seksual pada perempuan. Remaja perempuan lebih cenderung melakukan perilaku seksual dengan alasan eksternalisasi karena remaja perempuan cenderung merasa dirinya tidak berdaya dan cenderung merasa malu Nolen-Hoeksema, 1987; Radloff, 1980. Hal tersebut membuat remaja perempuan lebih memilih untuk melakukan eksternalisasi dengan cara yang kurang terlihat karena cara yang terlihat ada kemunngkinan terjadinya kegagalan dalam melakukan eksternalisasi McCranie,1971. Selain itu, remaja perempuan cenderung akan mendapatkan sanksi sosial yang lebih berat ketika memilih untuk melakukan eksternalisasi dengan perilaku yang terlihat seperti narkoba dan alkohol Gjerde, Block, Block, 1998. Oleh karena itu, remaja peremuan cenderung memilih untuk melakukan eksternalisasi dengan relasi yang intim seperti keluarga dan pacar Weissman, 1971. Dengan demikian, perempuan lebih memilih melakukan 91 eksternalisasi dengan melakukan perilaku seksual dengan pasangan Dawson, 2008; Futch Edwards, 1999 . Laki-laki akan cenderung melakukan eksternalisasi dengan tindakan yang terlihat, agresi, dan permusuhan. Laki-laki lebih asertif dan kurang mendapatkan sanksi sosial ketika melakukan tindakan-tindakan yang ekspresif tersebut Gjerde, Block, Block, 1998. Oleh karena itu, laki-laki cenderung melakukan eksternalisasi dengan mengkonsumsi alkohol dan obat- obatan terlarang dibandingkan dengan terlibat perilaku seksual Gjerde, Block, Block, 1998. 92

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari adanya keterbatasan akan penelitian. Keterbatasan tersebut meliputi: 1. Jumlah subjek laki-laki dan perempuan tidak sebanding. Ini disebabkan jumlah subjek perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki perempuan sebanyak 149 subjek dan laki-laki 57 subjek sehingga kurang menggambarkan perbedaan gender. 2. Subjek kebanyakan merupakan remaja akhir sehingga kurang dapat menggambarkan remaja pada umumnya. 3. Penelitian ini dilakukan di budaya kolektif sehingga tidak dapat digeneralisasikan pada budaya lain. 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Tidak ada keterkaitan antara strategi self-enhancement dengan perilaku seksual pada remaja. Selain itu, terdapat keterkaitan antara strategi self-protection dengan perilaku seksual pada remaja perempuan. 2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi positivity embracement dengan perilaku seksual pada remaja, baik remaja laki-laki maupun perempuan.Hal ini berarti bahwa strategi positivity embracement tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja. 3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi favorable contruals dengan perilaku seksual pada remaja, baik remaja laki- laki maupun perempuan. Hal ini berarti bahwa strategi favorable contruals tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja 4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi self-affirming reflections dengan perilaku seksual pada remaja, baik remaja laki- laki maupun perempuan. Hal ini berarti bahwa strategi self- 94 affirming reflections tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja. 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi defensiveness dengan perilaku seksual pada remaja laki-laki. Hal ini berarti bahwa strategi self-affirming reflections tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja laki-laki. Namun, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara strategi defensiveness dengan perilaku seksual pada remaja perempuan.Hal ini berarti defensiveness yang tinggi dapat memprediksiperilaku seksualyang tinggi pada remaja perempuan. Sebaliknya, defensiveness yang rendah dapat memprediksi perilaku seksualyang rendah pada remaja perempuan.

B. Saran Penelitian

1. Bagi Remaja

Berdasarkan hasil penelitian di atas, remaja perlu untuk menyadari bahwa memiliki pandangan terhadap diri yang positif belum tentu dapat mencegah remaja terlibat perilaku seksual. Oleh karena itu, baik untuk tetap terus melihat kelemahan yang ada pada diri dan terus memperbaiki kelemahan yang ada dalam diri sehingga lebih menganal diri,lebih memiliki prinsip, tujuan, dan nilai-nilai sehingga dapat mengendalikan diri untuk tidak terlibat perilaku berisiko seperti perilaku seksual yang tinggi, dan tidak