33
melihat positif diri sendiri dan menyalahkan pasangan ketika terjadi konflik dalam hubungan Green, Pinter, Van Tongeren,
2009.
5. Perbedaan Budaya dalam Strategi Self-Enhancement dan Self-
Protection
Budaya individualistik lebih menekankan pada pencapaian dan independensi sedangkan budaya kolektivis menekankan pada
menyesuaikan serta tidak melanggar norma dan kewajiban sosial. Oleh karenanya, strategi self-enhancement mungkin lebih populer di budaya
individualistik, sedangkan self-protection lebih populer di budaya kolektivis
Hepper, Sedikides, Cai, 2013. S
trategi self-enhancement dan self-protectiondi Cina sesuai dengan empat struktur faktor seperti di sampel Barat
Hepper, Sedikides, Cai, 2013. Hasil penelitian menunjukkan konsistensi dalam
penggunaan strategi self-enhancement dan self-protection, yaitu:
positivity embracement , favorable construals s, self-affirming
reflectionss , dan defensiveness
Hepper, Sedikides, Cai, 2013. Hal ini menunjukkan bahwa
motif untuk meningkatkan dan melindungi pandangan yang positif terhadap diri secara umum terjadi pada semua
individu dengan budaya yang berbeda. Namun, strategi individu untuk memuaskan motifself-enhancement bervariasi tergantung pada norma,
34
tekanan, dan ekspektasi dari konteks sosial dan budaya Alicke Sedikides, 2009;
Hepper, Sedikides, Cai, 2013 .
Dampak budaya dalam self-enhancement dan self-protection terlihat dalam perbedaan penggunaan strategi tersebut. Dibandingkan
partisipan UK, partisipan Cina lebih rendah dalam menggunakan strategi positivity embracement tetapi tinggi dalam strategi defesiveness.
Pola ini bertolakbelakang dengan penelitian sebelumnya bahwa orang Asia Timur cenderung terlibat self-criticism lawan dari self-protection
setelah kegagalan Hal ini mungkin dapat dijelaskan bahwa orang dari Asia Timur lebih sensitif terhadap feedback yang negatif dan
melihatnya sebagai self-relevant dibandingkan orang Barat, sehingga mereka mungkin lebih terlibat baik dalam self-improving dan self-
protection . Kemungkinan kedua adalah konteks yang diteliti, orang
Jepang menunjukkan self-criticismketika menerima timbal balik di situasi yang tidak kompetitif merasa memiliki ikatan afektif dengan
partner, self-enhancement dalam situasi kompetitif mereka punya jarak dengan partner. Oleh karena itu, self-protectiondilakukan oleh
orang Timur ketika tidak beracuan pada orang lain sehingga kecenderungan self-protection dalam konteks tidak terlibat ikatan
interdependen Hepper, Sedikides, Cai, 2013.
Diluar dugaan, bahwa partisipan Cina melaporkan tingginya penggunaan favorable construals
strategi self-enhancement. Hal ini disebabkan favorable construals lebihprivat dibandingkan strategi positivity embracement. Cina kurang
35
suka dibanding barat untuk self-enhancement yang eksplisit, interpersonal dan melanggar norma contoh: positivity embracement.
Namun, lebih menyukai kognitif, intrapersonal, dan privat. Akhirnya, tidak ada perbedaan antara Cina dan UK dalam self-affirming
reflections . Proses keseluruhan dari self-affirmation beroperasi di jalan
yang sama antar budaya Hepper, Sedikides, Cai, 2013.
6. Perbedaan Gender dalam Strategi Self-Enhancement, Self-
Protection, dan Perilaku Seksual
Penelitian mengenai strategi self-protection yaitu defensiveness selama ini belum menemukan kesimpulan. Searcy Eisenberg 1992
menemukan bahwa ketika individu mendapatkan bantuan dari orang lain, perempuan kurang defensive dibandingkan dengan laki-laki.
Stamp, Vangelisti, Daly 1992 menemukan bahwa ketika individu diminta untuk mengingat interaksi khusus di saat individu lebih
defensiv e, perempuan lebih melakukan defensiveness dibandingkan
laki-laki. Selain itu, juga ditemukan bahwa laki-laki cenderung lebih melakukan defensiveness terkait dengan hal-hal fisik dan mental dan
perempuan lebih defensive terkait dengan penampilan dan berat badan Futch Edwards, 1999. Akan tetapi, sejauh ini peneliti belum
menemukan mengenai perbedaan gender dalam strategi self- enhancement
.