Pengukuran Strategi Self-Enhancement dan Self-Protection
39
budaya kolektif seperti Indonesia. Di samping itu, skala ini juga memiliki reliabilitas internal yang cukup baik Hepper, Sedikides, and Cai, 2013.
D. Kaitan Antara Strategi Self-Enhancement dan Self-Protection dan Perilaku Seksual Pada Remaja
Untuk memahami perilaku, perlu untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seseorang melakukan perilaku tersebut. Dalam diri individu
terdapat self-motive yang didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk membangun atau mempertahankan keadaan tertentu dalam diri individu
dengan cara mencari informasi mengenai dirinya, menginterpretasikan ketepatannya, dan bermaksud untuk merubah perilakunya Anseel, Lievens,
Levy, 2007;Cast Burke, 2002; Leary, 2006. Dari 3 jenis self-motive, motif yang paling kuat dan yang paling sering digunakan adalah self-
enhancement Crisp Turner, 2010; Baumeister Bushman, 2008;
Gaughan Hogg, 2008. Motif self-enhancementmembuat individu mendapatkan informasi yang positif atau informasi yang baik mengenai
dirinya. Informasi positif ini memiliki daya tarik emosi yang kuat karena secara emosional individu lebih menyukai sanjungan dan timbal balik yang
positif Baumeister Bushman, 2008. Alasan yang lain adalah motif self- enhancement
membuat individu mendapatkan banyak informasi positif yang memungkinkan individu untuk mempertahankan maupun meningkatkan
harga diri yang dimilikinya. Sedangkan, 2 self-motive yang lain yaitu, self- verification
dan self-assesment memungkinkan individu untuk mendapatkan
40
informasi yang negatif mengenai dirinya yang dapat menurunkan harga diri yang dimilikinya Crisp Turner, 2010.
Orang ingin memiliki harga diri yang tinggi dan berusaha untuk meningkatkan harga diri yang dimilikinya
Baumeister, Campbell, Krueger, Vohs, 2003.
Harga diri yang tinggi diinginkan oleh individu karena menimbulkan perasaan yang menyenangkan yaitu merasa baik mengenai
dirinya dan harga diri yang tinggi juga terkait dengan perilaku yang positif Cast Burke,2002; Twenge, 2007; Ourney, 1987. Individu yang merasa
bahwa dirinya mampu, berharga, dan penting atau memiliki harga diri yang tinggi, akan membuat individu merasa baik mengenai dirinya dan lebih
percaya diriTwenge,
2007. Hal
ini membuat
individu ingin
mempertahankan atau meningkatkan apa yang sudah baik pada dirinya dengan terlibat perilaku yang positif seperti, pencapaian akademik yang
tinggi Ourney, 1987, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan Cast Burke,2002, dan tidak terlibat perilaku berisiko seperti, narkoba dan
perilaku seksual yang tinggi Mann
,
Hosman
,
Schaalma
,
de Vries, 2004 .
Sedangkan, individu yang merasa dirinya tidak bernilai, tidak berharga, dan tidak penting membuat individu merasa buruk mengenai dirinya dan
perasaan tersebut
membuatnya tidak
nyaman dan
cenderung mengkompensasikan dengan perilaku yang negatif seperti, bunuh diri,
kekerasan, aktivitas seksual dini, kehamilan pada remaja, penggunaan obat- obatan terlarang, kehamilan pada remaja, kegagalan akademik, dan perilaku
kriminal Ourney, 1987; Leary, 1999
.
41
Oleh karena self-enhancement merupakan motif yang paling kuat, paling sering digunakan, dan yang paling dapat meningkatkan harga diri
pada individu, maka banyak psikoedukasi dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku bermasalah, khususnya perilaku seksual yang tinggi pada
remaja Goodson, Buhi, Dunsmore, 2006. Tingginya perilaku seksual pada remaja dan dampak yang
ditimbulkan membuat peneliti dan konselor membuat pencegahan agar remaja tidak terlibat perilaku seksual
Kirby, Laris, Rolleri, 2007 . Pada
masa remaja, remaja cenderung melihat dirinya secara negatif karena mengalami kebingungan identitas dengan perubahan fisik dan sosial yang
dihadapinya serta peralihan dari masa anak- anak ke dewasa Gecas, 1982. Oleh karena itu, remaja rentan untuk terpengaruh lingkungan sosial
Leary, 1999
untuk melakukan perilaku seksual yang tinggi dan selama ini banyak dilakukan psikoedukasi yangberusaha untuk meningkatkan pandangan yang
positif terhadap diri remaja Kirby, Laris, Rolleri, 2007
. Self-enhancement
itu sendiri dibagi menjadi 2 yaitu, self- enhancement
dan self-protection. Self-enhancement adalah meningkatkan pandangan positif terhadap diri dan self-protection adalah menghindari
pandangan negatif terhadap diri. Terdapat 3 strategi yang dilakukan orang untuk
self-enhancement yaitu
positivity embracements,
favorable construals,
dan self-affirming reflections. Selain itu, terdapat 1 strategi yang dilakukan orang untuk self-protection yaitu defesivenessHepper, Sedikides,
Cai, 2013; Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010.
42
Akan tetapi, dari psikoedukasi yang dilakukan dianggap kurang efektif Buhi, Dunsmore, 2006; Crocker; 2002; Exline, Baumeister
Bushman, 2004; Goodson,. Hal ini disebabkan, hubungan antara melihat diri secara positif dan perilaku seksual pada remaja masih belum
menemukan kesimpulan Buhi, Dunsmore, 2006;Crisp Turner, 2010; Dawson, Shih, de Moor, Shrier 2008; Goodson, Buhi, Dunsmore,
2006; Neumark-Sztainer,Story, Prancis, Resnick, 1997; Shrier et al, 2001. Selain itu, selama ini orang lebih berfokus pada psikoedukasi dengan
strategiself-enhancement dibandingkan dengan self-protectionsehingga tidak mempertimbangkan bahwa orang yang terlibat dalam meningkatkan
pandangan diri yang positif dapat melindungi dirinya self-protection dengan mengambil sikap defensive dan menghindari atau memberhentikan
informasi mengenai kelemahan, kekurangan dan kegagalannya. Berhenti atau menghindari informasi tersebut menghindarkan orang untuk belajar dan
bertumbuh sebagai pribadi, yang malah memiliki dampak negatif untuk individu Crocker, 2002.
Selama ini, strategi self-enhancement yang paling sering dilakukan dalam psikoedukasi. Hal ini ditunjukkan dengan psikoedukasi yang selama
ini diberikan meliputi: menemukan keunikan dan kekuatan dari dalam diri yang masuk pada strategi self-affirming reflections yaitu strategi untuk
menegaskan hal positif yang ada pada diri. Selain itu, psikoedukasi juga mendukung remaja untuk mendapatkan penerimaan, cinta tak bersyarat, dan
perhatian dari orang tua, teman sebaya, serta guru. Hal ini termasuk dalam
43
strategi positivity embracement yaitu mendapatkan timbal balik positif dari orang lain. Selain itu, dalam psikoedukasi juga diajarkan untuk percaya
bahwa evaluasi diri yang positif dapat dicapai. Hal ini termasuk dalam strategi favorable construals yaitu memandang dunia secara positif Harter,
1999; King,Vidourek, Davis, McClellan, 2002
. Dari 4 strategi yang digunakan untuk meningkatkan harga diri,
terdapat 1 strategi yaitu defensiveness yang jarang diperhatikan Harter, 1999;
King, Vidourek, Davis, McClellan, 2002 . Hal tersebut mungkin
mengakibatkan psikoedukasi dengan meningkatkan harga diri belum tentu menentukan perilaku seksual pada remaja.
Individu yang
menggunakan strategi
self-enhancement mempertahankan atau meningkatkan hal positif dalam dirinya dengan cara
menegaskan hal- hal positif yang ada dalam dirinya self-affirming reflections
, mencari timbal balik positif positivity embracement, dan melihat dunia secara positif favorable construals. Strategi mencari timbal
balik positif positivity embracement membuat individu mendapatkan banyak timbal balik positif dan membuat individu merasa baik mengenai
dirinya seperti prestasi dan pencapaian-pencapaian tertentu. Dengan demikian, individu dengan strategi positivity embracement akan
mempertimbangkan baik dan buruknya perilaku yang dilakukan agar dapat terus memilih yang baik dan dapat terus mengembangkan dirinya. Perilaku
seksual yang tinggi merupakan hal yang buruk, maka orang dengan positivity embracement
akan menghindarinya dan memilih untuk
44
mengendalikan perilaku seksualnya. Leary, Tchividjian, Kraxberger, 1994; Sarwono, 2003.
Strategi menegaskan hal- hal positif yang ada dalam dirinya self- affirming reflections
membuat individu merasa positif tanpa memerlukan penerimaan orang lain. Oleh karena itu, ketika individu diajak oleh
lingkungan untuk terlibat dalam perilaku seksual yang tinggi, individu akan menolaknya Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010
;
Hepper, Sedikides, Cai, 2013.
Individu dengan strategi favorable construals memandang dunia secara positif. Oleh karena itu, individu dengan strategi favorable construals
memiliki keyakinan bahwa individu akan memiliki masa depan yang cerah sehingga ia akan menghindari tingginya perilaku seksual yang memiliki
dampak negatif untuknya Goodson, Buhi, Dunsmore, 2006; Twenge, 2007.
Sedangkan, individu yang menggunakan strategi self-protection cenderung menangkis, membelokkan, dan meminimalisir pandangan negatif
terhadap dirinya Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010 karena merasa cemas, tidak pasti, dan tidak aman dengan dirinya Goodson, Buhi,
Dunsmore, 2006. Hal ini membuat individu membutuhkan penerimaan dari orang lain untuk menutupi kecemasan dan perasaan tidak aman akan dirinya
Jeff, Jamie, Tom, Jeff, 2001. Oleh karena itu, remaja yang menggunakan strategi defensiveness berusaha untuk mendapatkan
penerimaan dari lingkungan. Pada masa remaja, remaja lebih menghabiskan
45
banyak waktu dengan teman sebaya Santrock, 2007. Ini mendukung remaja dengan strategi self-protection tergantung dan sangat membutuhkan
penerimaan dari teman atau pacar yang membuat individu memiliki relasi yang tidak sehat dengan teman sebaya atau pacar Erickson, 1963; Hays,
1988; Wright, 1999. Oleh karena itu, ketika lingkungan teman sebaya dan pacar menuntutnya untuk terlibat perilaku seksual. Ia takut untuk ditolak,
maka ia terlibat perilaku seksual yang tinggi Leary, Tchividjian, Kraxberger, 1994.
Penelitian ini ingin melihat kaitan antara strategi self-enhancement dan self-protection terhadap perilaku seksual. Dengan mengetahui kaitan
tersebut, dapat diketahui strategi meningkatkan harga diri yang paling efektif berkaitan dengan perilaku seksual pada remaja.
Gambar 3. Framework Strategi Self-Enhancement dan Sef-Protection dengan Perilaku Seksual pada Remaja Strategi Positivity Embracement: mencari timbal
balik positif. Individu cenderung melihat dirinya
positif dan berfokus pada mencari hal yang positif dalam dirinya.
Individu tidak terlibat dalam perilaku seksual yang tinggi
karena perilaku
seksual berdampak negatif untuknya.
Strategi Favorable Construals: strategi kognitif
untuk menginterpretasi dunia secara positif. Melihat bahwa dunia positif dan
individu memiliki kemungkinan untuk mempunyai masa depan yang baik
sehingga tidak terlibat perilaku yang dapat merusak masa depannya.
Individu tidak terlibat perilaku negatif seperti perilaku seksual
yang tinggi karena memiliki dampak negatif untuk individu.
Strategi Defensiveness: strategi untuk menghindari, meminimalkan, dan mengurangi
timbal balik yang negatif. Perempuan lebih banyak menggunakan startegi ini.
Bergantung pada penerimaan orang lain dan menghindari pandangan negatif
atau penolakan. Dengan demikian individu takut di tolak pasangan dan
menjadi tergantung dengan pasangan. Terlibat perilaku seksual yang
tinggi dengan pasangan Strategi Self-Affirming Reflections:
strategi untuk menegaskan hal positif yang dimiliki
individu. Merasa bahwa dirinya positif tanpa
memerlukan penerimaan orang lain. Individu tidak terlibat perilaku
negatif seperti perilaku seksual yang tinggi karena tidak
mengikuti bujukan orang lain