29
b. Favorable construals
adalah strategi
untuk menyediakan
interpretasi mengenai dunia dan kejadian yang relevan dengan diriHepper,
Gramzow, Sedikides,
2010. Sedangkan,
menurut Hepper, Sedikides, Cai, 2013
favorable construals adalah
mengatrribusikan hasil yang positif ke faktor personal, tetapi mengatribusikan hal yang negatif ke faktor eksternal.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa favorable construals adalah strategi
untuk menginterpretasi dunia secara positif. Favorable construals
melibatkan aspek kognitif dan muncul di situasi yang ambigu Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010. Contoh dari favorable
contruals yaitu kebanyakan orang percaya mereka lebih baik
dibandingkan rata-rata dalam sikap personal yang penting, berekspektasi
memiliki masa
depan yang
menyenangkan dibandingkan orang lain, dan menginterpretasi timbal balik yang
ambigu sebagai sanjungan atau pujian Hepper, Sedikides, Cai,
2013. c. Self-Affirming Reflections adalah menegaskan hal positif yang
dimiliki individu. Hal ini digunakan untuk menghadapi ancaman diri masa kini atau masa lalu Hepper, Gramzow, Sedikides,
2010. Menurut Hepper, Sedikides, Cai, 2013 self-affirming reflections
adalah menjaga integritas diri secara kognitif dalam menghadapi ancaman diri masa kini atau masa lalu.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa self-affirmation reflections adalah untuk
30
menegaskan hal positif yang dimiliki individu untuk menghadapi ancaman pada masa kini dan masa lalu.Strategi ini merupaka aspek
kognitif. Contoh dari Self-Affirming Reflections adalah orang
membawa dalam pikiran nilai-nilai mereka saat mengalami kegagalan, membangun kemungkinan alternatif yang buruk yang
mungkin akan
terjadi berlawanan
dengan fakta,
dan membandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan pada
kehidupan masa lalunya. Hepper, Sedikides, Cai, 2013.
Satu strategi yang digunakan individu untuk self-protection adalah:
d. Defesiveness merupakan strategi menghindari, meminimalkan, dan mengurangi self-relevance dari timbal balik yang negatif dan
ancaman. Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010. Menurut
Hepper, Sedikides, Cai, 2013, defensiveness adalah strategi
mempersiapkan dan menangkis membelokkan timbal balik yang negatif.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa defensiveness adalah
strategi menangkis
timbal balik
yang negatif.
Defensiveness meliputi aspek kognitif dan perilaku. Kognitif
berupa melakukan penyangkalan terhadap timbal balik negatif dan perilaku berupa menyediakan alasan untuk mengantisipasi
kegagalanHepper, Sedikides, Cai, 2013.
31
4. Dampak self-motive
‘self-enhancement’
Motif self-enhancement bisa memiliki dampak menguntungkan dan merugikan Kwan et al. 2004; Paulhus et al. 2003.
a. Dampak positif Beberapa
dampak positif
dari motif
self- enhancement
adalah memberikan mood positif, menumbuhkan resiliensi dan penyesuaian yang lebih baik setelah kejadian yang
buruk sehingga motif self-enhancement bermanfaat untuk coping terhadap kejadian traumatis Bonanno, Renicke, Dekel dalam
Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010. Selain itu, motif self-enhancement berkaitan dengan
dampak psikologis yang positif. Motif self-enhancement secara positif berhubungan denganketerbukaan, optimisme, perencanaan,
dan penyelesaian masalah. Selain itu, motif self-enhancement secara positif berhubungan dengan relasi yang positif dan
dukungan keluarga Gramzow, Sedikides, Panter, Insko, 2000; Sedikides et al., 2004; Taylor et al., 2003. Motif self-enhancement
juga berhubungan secara positif dengan kesehatan psikologis sepertisubjective well beingdan harga diri Bonano, Rennicke,
Dekel dalam Alicke Sedikides, 2009. Sebaliknya, motif self- enhancement
berhubungan negatif dengan psychological distress seperti, depresi, kecemasan, neurotik, dan permusuhan Gramzow,
Sedikides, Panter, Insko, 2000; Sedikides et al., 2004; Taylor et
32
al., 2003a. Oleh karena itu, motif self-enhancement menghasilkan perilaku yang lebih efektif dan kesuksesan yang lebih besar
Taylor Brown dalam Hepper, Gramzow, Sedikides, 2010. b. Dampak Negatif
Selain dampak positif, self-enhancement juga memberikan dampak negatif, seperti self-handicapping
Hepper, Sedikides, Cai, 2013
dapat menghalangi performansi Zuckerman Tsai, 2005 dan menghindari informasi yang negatif dapat menghalangi
self-improvement Sedikides Luke, 2007 yang menyebabkan
kegagalan untuk belajar dari kesalahan atau kegagalan untuk meningkatkan kualitas diri Colvin Griffo,2007; Sedikides,
1999; Sedikides Luke, 2007. Dalam relasi interpersonal, motif self-enhancement dapat
merusak hubungan antar individu. Hal tersebut terjadi ketika orang lain tidak setuju dengan persepsi dan opini individu, maka individu
cenderung mengasumsikan bahwa orang lain memperdaya, bias atau menolak, dan mengajak konflik Colvin Griffo,2007;
Sedikides, 1999; Sedikides Luke, 2007. Selain itu, motif self- enhancement
juga berkaitan dengan kegagalan untuk mempunyai rasa memiliki yang aman self-belonging sehingga individu gagal
dalam membentuk dan mempertahankan hubungan dekat seperti, persahabatan dan relasi romantis Erikson, 1963; Hays,
1988;Wright, 1999. Hal ini disebabkan karena individu cenderung
33
melihat positif diri sendiri dan menyalahkan pasangan ketika terjadi konflik dalam hubungan Green, Pinter, Van Tongeren,
2009.
5. Perbedaan Budaya dalam Strategi Self-Enhancement dan Self-
Protection
Budaya individualistik lebih menekankan pada pencapaian dan independensi sedangkan budaya kolektivis menekankan pada
menyesuaikan serta tidak melanggar norma dan kewajiban sosial. Oleh karenanya, strategi self-enhancement mungkin lebih populer di budaya
individualistik, sedangkan self-protection lebih populer di budaya kolektivis
Hepper, Sedikides, Cai, 2013. S
trategi self-enhancement dan self-protectiondi Cina sesuai dengan empat struktur faktor seperti di sampel Barat
Hepper, Sedikides, Cai, 2013. Hasil penelitian menunjukkan konsistensi dalam
penggunaan strategi self-enhancement dan self-protection, yaitu:
positivity embracement , favorable construals s, self-affirming
reflectionss , dan defensiveness
Hepper, Sedikides, Cai, 2013. Hal ini menunjukkan bahwa
motif untuk meningkatkan dan melindungi pandangan yang positif terhadap diri secara umum terjadi pada semua
individu dengan budaya yang berbeda. Namun, strategi individu untuk memuaskan motifself-enhancement bervariasi tergantung pada norma,