Fisiologi Hati PENELAAHAN PUSTAKA

nen-esensial, proses kimia untuk hal ini disebut transaminase. Dalam proses ini grup amino NH 2 dari asam amino bertemu dengan rantai karbon bebas yang berlebih untuk membentuk molekul asam amino utuh yang baru. Delapan asam amino lain yang tidak dapat disintesis oleh hati disebut asam amino esensial. Dalam hal ini, esensial berarti asam amino tersebut hanya diperoleh melalui makanan karena hati tidak dapat memproduksinya. Seluruh 20 asam amino ini dibutuhkan untuk membentuk protein tubuh Scanlon and Sanders, 2011. Kelebihan asam amino yang tidak sedang dibutuhkan untuk sintesis protein tidak dapat disimpan, akan tetapi asam amino ini berguna untuk kepentingan lainnya. Melalui proses deaminasi yang terjadi di hati, grup NH 2 dilepas dari asam amino, lalu sisa rantai karbon dapat dirubah menjadi molekul karbohidrat atau menjadi lemak. Oleh karena itu, asam amino yang berlebih digunakan untuk produksi energi, baik untuk segera dipecah menjadi energi atau disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak di jaringan adiposa Scanlon and Sanders, 2011. Pada saat proses deaminasi, terbentuk amonia yang merupakan produk limbah toksik yang dapat merusak organ lain terutama otak. Amonia juga diproduksi oleh bakteri kolon dan masuk kedalam sirkulasi darah, namun akan langsung dibawa ke hati melalui sirkulasi portal. Hati menetralisir amonia dengan mengubahnya menjadi urea yang jauh lebih tidak toksik dan akan diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Hati juga membuang produk limbah lainnya dan toksin yang beredar di darah Martini et al., 2015. Hati tidak hanya berperan dalam penyimpanan karbohidrat dan lemak, namun juga berperan dalam penyimpanan vitamin dan mineral. Vitamin yang larut lemak A, D, E, dan K serta vitamin B 12 diserap di darah dan disimpan didalam hati. Cadangan ini digunakan ketika tubuh kekurangan vitamin. Hati memiliki peranan dalam mensintesis vitamin D. Hati juga berperan merubah zat besi menjadi ferritin untuk disimpan Martini et al., 2015. Hati memetabolisme obat dari darah dan merubah obat menjadi bentuk metabolitnya sehingga mempengaruhi efek dan durasi obat Martini et al., 2015. Reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme obat dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu reaksi hidrolisis, reduksi, oksidasi, konjugasi. Proses metabolisme obat dibagi menjadi fase I dan fase II. Fase I melibatkan reaksi hidrolisis, reduksi, dan oksidasi, yang dibantu oleh enzim fase I, seperti sitokrom P450 CYP450, flavin containing monooxygenase FMO, aldehid dehidrogenase, dan alkohol dehidrogenase. Fase II melibatkan reaksi konjugasi seperti glukuronidase, dan konjugasi glutation GSH, sulfation, metilation, asetilation, serta asam amino. Pada umumnya suatu obat atau senyawa kimia akan mengalami reaksi fase I kemudian produk metabolisme fase I menjadi substrat reaksi konjugasi fase II, namun banyak juga senyawa kimia yang langsung dikonjugasikan serta ada juga yang setelah itu produknya menjadi substrat CYP450. Reaksi konjugasi pada mulanya diperkirakan menghasilkan senyawa yang tidak toksik, namun ada juga senyawa yang justru menjadi aktif atau menjadi toksik Apte and Krishnamurthy, 2012. Hati menerima sekitar 25 persen dari curah jantung. Hati juga merupakan organ yang dapat menampung darah paling banyak. Ketika darah melalui hati, hati menjalankan beberapa fungsi, diantaranya adalah sintesis protein plasma, memproses hormon dari darah, memproses antibodi, detoksifikasi, fagositosit dan penghadir antigen, pembentukan bilirubin serta sintesis dan sekresi empedu Martini et al., 2015. Hepatosit mensintesis dan melepaskan banyak protein plasama. Protein ini termasuk albumin yang berkontribusi dalam konsentrasi osmotik darah dengan cara menarik cairan jaringan kedalam kapiler. Faktor pembekuan darah juga diproduksi oleh hati, termasuk prothrombin, fibrinogen, dan faktor 8, yang bersirkulasi dalam darah sampai saat dibutuhkan dalam mekanisme kimiawi pembekuan darah Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011. Hati merupakan tempat utama untuk penyerapan dan daur ulang efinefrin, nonefinefrin, insulin, hormon tiroid, hormon steroid, esterogen, androgen, dan kortikosteroid. Hati juga mengambil kolekalsiferol vitamin D 3 dari darah. Sel hati kemudian mengubah kolekalsiferol menjadi produk intermediet 25-hidroksi-D 3 , yang dilepaskan kembali ke darah untuk kemudian digunakan oleh ginjal untuk membentuk kalsitriol, hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Selain mendaur ulang hormon, hati juga memecah antibodi dan melepaskan asam amino untuk daur ulang Martini et al., 2015. Hati mampu menyerap toksin larut lipid dalam makanan misalnya insektida DDT dan menyimpannya dalam penyimpanan lipid agar tidak merusak fungsi seluler. Hati juga mampu mensintesis enzim yang dapat mendetoksifikasi bahan berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Misalnya alkohol, dirubah oleh hati menjadi asetat yang dapat digunakan untuk respirasi sel. Selain dengan memecah suatu senyawa hati juga dapat menghilangkan suatu senyawa berbahaya dengan mensekresikannya dalam empedu. Kemampuan detoksifikasi hati memiliki batasan tertentu sehingga suatu senyawa yang sangat toksin dalam jumlah besar dalam suatu waktu akan tetap dapat membahaakan tubuh Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011. Sel kupffer dalam sinusoid hati merupakan sel penghadir antigen yang dapat menstimulasi respon imun, yang juga berfungsi untuk memfagosit sel darah merah yang tua dan rusak, sel debris, dan patogen dari dalam aliran darah. Fagosit sel darah merah menghasilkan zat besi, globin, dan bilirubin yang dibentuk dari bagian heme hemoglobin. Hati juga mengambil bilirubin di darah yang dibentuk di limpa dan sumsum tulang merah. Bilirubin kemudian disekresikan dalam bentuk empedu ke dalam usus halus, yang kemudian diusus besar dirubah menjadi urobilinogen yang sebagian diserap kembali dan dieliminasi dalam bentuk pigmen warna kuning yang disebut urobilin melalui urin. Sebagian besar urobilinogen yang tidak diserap dieliminasi dalam bentuk pigmen coklat yang disebut sterkobilin melalui feses Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson, 2014. Hati mensintesis empedu dan mensekresikannya kedalaman lumen duodenum. Mekanisme hormonal dan neural meregulasi sekresi empedu. Empedu mengandung sebagian besar air, dengan sedikit ion, bilirubin, kolesterol, dan garam empedu. Air dan ion membantu mendilusi dan sebagai penyangga asam bagi kim ketika masuk kedalam usus halus. Garam empedu disintesis dari kolesterol didalam hati. Beberapa komponen lain juga terlibat seperti derivat steroid kolat dan kenodeokskolat Martini et al., 2015. Fungsi pencernaan hati adalah membantu proses pencernaan lipid. Lipid dari makanan sebagian besar tidak larut air. Proses mekanik didalam lambung menciptakan droplet-droplet besar yang mengandung bervariasi lipid. Lipase pankreas tidak larut lipid, sehingga enzim hanya dapat berinteraksi dengan bagian permukaan droplet lipid tersebut. Semakin besar droplet tersebut, maka semakin banyak lipid yang berada didalam, terisolasi, dan tidak berinteraksi dengan enzim. Garam empedu memecah droplet lipid yang besar tersebut dalam proses yang disebut emulsifikasi. Emulsifikasi dapat jauh meningkatkan luas permukaan yang dapat diakses oleh enzim Martini et al., 2015. Emulsifikasi membentuk droplet emulsi yang kecil dengan lapisan superfisial garam empedu. Formasi dari droplet kecil ini meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk berinteraksi dengan enzim. Sebagai tambahan, lapisan garam empedu memfasilitasi interaksi antara lipid dan enzim pencerna lipid dari pankreas Martini et al., 2015. Pada saat pencernaan lipid telah selesai, garam empedu meningkatkan absorpsi lipid oleh epitelium intestinal. Lebih dari 90 persen garam empedu akan direabsorpsi, terutama di ileum, begitu pencernaan lipid selesai. Garam empedu yang direabsorpsi masuk kedalam sirkulasi hepatik portal. Hati kemudian akan mendaur ulang garam empedu tersebut. Siklus garam empedu dari hati ke usus halus lalu kembali lagi disebut dengan sirkulasi enterohepatik empedu Martini et al. , 2015.

D. Patologi Hati

Penyakit hati merupakan proses tersembunyi serta membahayakan yang deteksi dan gejala klinis kegagalan fungsi hepatiknya dapat terjadi berminggu- minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terjadinya kerusakan, kecuali pada kasus gagal ginjal akut yang gejalanya dapat dirasakan diawal terjadinya penyakit. Naik turunnya tingkat keparahan kerusakan hati dapat saja tidak dirasakan oleh penderitanya dan hanya terdeteksi dengan adanya hasil tes laboratorium yang tidak normal Kumar, Abbas, and Aster, 2015. Hati rentan terhadap berbagai macam gangguan metabolit, toksin, mikroba, sirkulatorik, dan neoplastik. Walaupun begitu, hati memiliki kemampuan besar untuk melakukan perbaikan sendiri, termasuk restitusi lengkap massa hati. Morfologi dari kelainan hati mencerminkan pengaruh dari kerusakan hati dan penyembuhan hati. Penyebab kerusakan hati dapat dikelompokkan menjadi kerusakan hati akibat infeksi, termediasi imun, hepatotoksisitas terinduksi obat atau toksin, metabolik, mekanis, dan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi saluran portal, lobulus parenkim, antarmuka keduanya, kerusakan hepatoseluler degenerasi penggelembungan, perlemakan hati, kolestasis, inklusi, nekrosis dan apoptosis, perubahan vaskuler, regenerasi, fibrosis sirosis, dan neoplasia kanker Burt et al., 2012. Inflamasi secara umum merupakan respon jaringan vaskuler terhadap jaringan yang terinfeksi dan rusak, yang membawa sel dan molekul pertahanan tubuh dari sirkulasi ke situs yang membutuhkan, untuk mengeliminasi agen perusak. Reaksi perlindungan inflamasi terhadap infeksi sering disertai dengan kerusakan jaringan lokal serta gejala dan tanda yang berkaitan dengan hal tersebut, walaupun biasanya konsekuensi yang berbahaya ini sifatnya dapat sembuh sendiri dengan meredanya inflamasi, meninggalkan sedikit atau tidak ada sama sekali kerusakan permanen Kumar et al., 2015. Respon inflamasi yang cepat di awal terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan disebut dengan inflamasi akut. Respon ini biasanya terjadi dalam hitungan menit atau jam dan memiliki durasi singkat selama beberapa jam atau hari. Karakteristik utamanya adalah eksudasi cairan dan plasma protein edema dan pergerakan leukosit, didominasi oleh neutrofil. Ketika reaksi inflamasi akut mampu mengeliminasi agen perusak maka reaksi tersebut akan mereda, jika stimulus gagal dihilangkan maka akan terjadi fase panjang yang disebut inflamasi kronis. Inflamasi kronis berdurasi lebih lama dan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang lebih banyak, penghadiran limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh darah, serta deposisi jaringan ikat. Inflamasi akut merupakan salah satu tipe reaksi pertahanan tubuh yang disebut sistem imun alamiah, sedangkan inflamasi kronis lebih digolongkan dalam sistem imun adaptif Kumar et al., 2015. Sistem imun alamiah dan adaptif, terlibat dalam seluruh aktivitas kerusakan dan perbaikan hati Gambar 7. Adanya antigen di hati akan direspon oleh sel penghadir antigen APC, melalui protein histokompatibilitas utama yang diekspresikan ke permukaan sel. Sel dendritik DC adalah APC yang berperan dalam infeksi hepatitis B dan C, contoh APC lainnya adalah sel kupffer. Toll-like receptors TLR dapat mendeteksi molekul inang dan juga derivat yang berasal dari materi asing seperti bakteri dan virus sehingga sel dendritik dapat menyerang HCV secara langsung. Dendritik sel mengaktifkan beberapa limfosit yaitu sel T naive CD4+, sel T CD8+, sel natural killer NK, dan sel T natural killer NKT Burt et al. , 2012. Sel naive CD4+ distimulasi oleh sitokin interleukin-4 IL-4 untuk berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel T tersebut mensekresikan sitokin Gambar 7. Skema Respon Inflamasi Burt et al., 2012.

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 118

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius (L) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 125

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar alt-ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 139

Pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 123

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 7 136

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 135

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 133

Efek hepatoprotektif jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas laktat dehidrogenase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 132

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 123

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 121