b. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. FHEMM adalah fraksi kental yang diperoleh dengan
memfraksinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1 dengan perbandingan 1:5 secara
maserasi selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm, kemudian fraksi cair yang diperoleh, dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50
o
C hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam
berturut-turut tidak lebih dari 0,25. c. Jangka Panjang
Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari adalah pemberian FHEMM dengan frekuensi satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.
d. Penurunan aktivitas serum ALT dan AST Penurunan aktivitas serum ALT dan AST ditandai dengan adanya
perbedaan bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin dan kelompok perlakuan, dengan aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan lebih
rendah daripada kelompok kontrol hepatotoksin.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan
berat badan 130-180 gram dan berumur 2-3 bulan yang diperoleh dari
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L.
segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius
L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok penelitian yang diketuai
oleh Saudari Penina Kurnia Uly dan dideterminasi di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan aquadest yang dibeli dari CV. General Lab Yogyakarta.
b. Pelarut fraksi yang digunakan adalah heksan dan etanol yang dibeli dari CV. General Lab Yogyakarta.
c. Bahan hepatoksin yang digunakan adalah CCl
4
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. d. Pelarut CCl
4
yang digunakan adalah olive oil Bertolli
®
.
e. Pelarut FHEMM yang digunakan adalah Natrium-Carboxymethyl Cellulosa 1 CMC-Na 1 yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Reagen ASTGOT Thermo Scientific
®
milik Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta.
g. Reagen ASLGPT Thermo Scientific
®
milik Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta D.
Alat Penelitian 1.
Alat pembuatan FHEMM
Alat-alat yang digunakan adalah orbital shaker Optima®, timbangan analitik Mettler Toledo®, oven Memmert®, blender Miyako®, rotary vacuum
evaporator IKAVAC®, penangas air, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®,
ayakan no.50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, moisture balace, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,
batang pengaduk, pipet tetes, corong, labu alas bulat dan cawan porselen.
2. Alat perlakuan hewan uji
Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik Mettler Toledo®, spuit injeksi p.o. dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi intraperitoneal dan
syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas
beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet ukur.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L.
Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari Paingan,
Maguwoharjo, Sleman dengan literatur. Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. di daerah
Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Daun Macaranga tanarius L. segar dipetik pada musim kemarau karena kandungan senyawa antioksidan dan metabolit sekunder
lainnya mengalami peningkatan sebagai bentuk pertahanan tanaman terhadap kondisi stres lingkungan radiasi sinar UV, intensitas cahaya tinggi, temperatur,
persediaan air Gechev, Breusegem, Stone, Denev, and Laloi, 2006; Ramakrishna and Ravishankar, 2011; Bartwal, Mall, Lohani, Guru, and Arora, 2013. Waktu
panen dilakukan pada pagi hari karena kandungan metabolit sekunder cenderung lebih stabil dan lebih banyak pada pagi hari, sedangkan pada siang hari metabolit
sekunder seperti antioksidan banyak digunakan untuk detoksifikasi ROS hasil metabolisme tanaman dan stres lingkungan Gechev et al., 2006.
Daun Macaranga tanarius L. yang dipilih adalah daun yang dirasa sudah matang dan proses diferensiasi tanaman telah selesai, hal ini dilihat dari ukuran
batang tanaman yang memiliki diameter lebih dari 5 cm dan batangnya sudah tidak berwarna hijau, sehingga tanaman lebih banyak melakukan pertumbuhan sekunder
dan diharapkan kandungan metabolit sekunder yang diperoleh lebih banyak Plas, Eijkelboom, and Hagendoorn, 1995.
Daun yang sudah dipanen dicuci dengan air mengalir untuk memisahkan pengotor lain yang terbawa seperti debu, semut, ataupun bahan asing lainnya, lalu
di angin-anginkan. Ketika sudah tidak terlalu basah langkah selanjutnya dilakukan perajangan dengan mengiris daun karena ukuran daun cukup lebar. Fungsi
dilakukanya perajangan adalah untuk mempercepat proses pengeringan. Untuk menurunkan kadar air bahan sampai ke tingkat yang dipersyaratkan maka dilakukan
pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 29ºC selama 3-4 hari.
3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.
Daun Macaranga tanarius L. dicuci bersih dibawah air mengalir, setelah bersih daun diangin-anginkan hingga tidak tampak basah lagi kemudian untuk
mengoptimalkan pengeringan daun dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 29
o
C. Daun yang telah kering disortasi kering dan diserbuk dengan blender Miyako® dan diayak dengan ayakan
nomor 50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve Shaker
Indotest Multi Lab®. Daun yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender setelah
disortasi kering untuk memisahkan daun dari benda asing lain dan bagian tanaman yang tidak diinginkan. Tujuan penyerbukan daun Macaranga tanarius L. adalah
untuk memperpendek jalur yang harus ditempuh oleh pelarut untuk menarik keluar fitokimia dari matriks tanaman sehingga akan menurunkan waktu yang dibutuhkan
untuk mengekstraksi kandungan fitokimia secara maksimal Harbourne et al., 2013. Serbuk yang diperoleh diayak dengan ayakan nomor 50 Electric Sieve
Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest Multi
Lab®. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah serbuk daun Macaranga tanarius L. dengan ukuran partikel lebih kecil dari 300 µm.
4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.
Timbang saksama 5,0 gram serbuk kering daun Macaranga tanarius L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Bobot serbuk
kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot mula-mula serbuk, setelah itu dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Serbuk kering daun Macaranga
tanarius L. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot
serbuk setelah pemanasan. Selisih antara bobot mula-mula serbuk dengan bobot setelah pemanasan merupakan besarnya penurunan bobot serbuk. Kadar air dari
sampel serbuk daun Macaranga tanarius L. diperoleh dengan menghitung besarnya penurunan bobot serbuk dibandingkan dengan bobot mula-mula dan dinyatakan
dalam persen.
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Timbang lebih kurang 40,0 g serbuk daun Macaranga tanarius L., direndam dalam 200 mL pelarut metanol-air 1:1, kemudian dimaserasi selama 24
jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Serbuk tanaman di remaserasi
sebanyak 2 kali dengan menambakan 200 mL pelarut metanol-air 1:1 baru. Filtrat maserasi diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan
suhu 80
o
C hingga menjadi ekstrak pekat kemudian diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50
o
C hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih
dari 0,25.
Maserasi dilakukan sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan
fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi dilakukan selama 24 jam untuk memastikan fitokimia telah terambil dari matriks tanaman dan pelarut telah jenuh.
Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan pelarutnya masing-masing adalah 1:5 dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman.
Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk mengekstraksi lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat ekstraksi digunakan untuk
memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokima dari bahan tanaman Harbourne et al.
, 2013. Proses penguapan pelarut dari ekstrak dilakukan untuk menguapkan
pelarut dan mendapatkan ekstrak kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak
lebih dari 0,25 untuk memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Pada proses pembuatan ekstrak kental, dilakukan penguapan pada suhu cukup tinggi
yaitu 80ºC karena pelarut metanol-air sulit untuk diuapkan pada suhu yang lebih rendah dan tekanan rotary vacuum evaporator IKAVAC® tidak bisa diatur. Fischer,
Carle, dan Kammerer 2013 melaporkan bahwa ellagitannin tidak mengalami degradasi bahkan dengan pemanasan hingga 90 ºC. Dalam penelitian ini pembuatan
FHEMM dari serbuk menghasilkan rendemen sebesar 3,51.
6. Pembuatan FHEMM
Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. difraksinasi dengan merendam tiap 1,0 g Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan 5,0
mL pelarut heksan-etanol 1:1 perbandingan ekstrak-pelarut 1:5, kemudian dimaserasi selama 24 jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima®
dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Residu ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. di remaserasi sebanyak 2 kali
dengan menambakan pelarut heksan-etanol 1:1 baru dengan jumlah yang sama. Fraksi cair yang diperoleh, diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50
o
C hingga menjadi fraksi kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua
penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25. Sama halnya dengan proses ekstraksi, maserasi dilakukan sambil digojog
menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi
dilakukan selama 24 jam untuk memastikan fitokimia telah terambil dari matriks tanaman dan pelarut telah jenuh. Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan
pelarutnya masing-masing adalah 1:5 dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk
mengekstraksi lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat fraksinasi bertujuan untuk memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokimia
dituju dengan residu ekstrak kental Harbourne et al., 2013. Proses penguapan pelarut dari fraksi prinsipnya juga sama dengan
penguapan pelarut dari ekstrak yaitu untuk menguapkan pelarut dan mendapatkan fraksi kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua
penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25 untuk
memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Dari proses pembuatan FHEMM dari serbuk diperoleh rendemen sebesar 3,51.
7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1
Agen suspensi CMC-Na 1 dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0 gram CMC-Na. CMC-Na yang telah ditimbang, kemudian ditaburkan kepermukaan
aquadest 200,0 mL. Setelah itu ditambahkan lagi 200,0 mL aquadest sehingga
serbuk CMC-Na terbasahi. CMC-Na tersebut didiamkan selama 24 jam hingga mengembang. Agen suspensi tersebut kemudian ditambahkan dengan aquadest
hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.
8. Pembuatan suspensi FHEMM
Suspensi FHEMM tiap harinya dibuat dengan konsentrasi 2,4 sebagai stok. Sebanyak 0,6 g FHEMM ditimbang kemudian dicampurkan dengan agen
suspensi CMC-Na 1. Setelah tersuspensi dengan baik, suspensi tersebut ditambahkan hingga volumenya mencapai 25 ml di dalam labu ukur, lalu digojog
kembali. 9.
Pembuatan CCl
4
dalam olive oil 1:1
Janakat dan Al-Merie 2002, serta Dongare, et al. 2013, melakukan optimasi dosis, rute injeksi, dan waktu pencuplikan CCl
4
yang dilarutkan didalam olive oil
dengan perbandingan 1:1, sehingga dalam penelitian ini CCl
4
dilarutkan didalam olive oil Bertoli® dengan konsentrasi yang sama.
10. Penetapan rute injeksi CCl
4
Janakat dan Al-Merie 2002, menguji efek rute injeksi CCl
4
dengan dosis 2 mlkgBB yang dilarutkan didalam olive oil dengan perbandingan 1:1 melalui
i.p.dan subkutan s.c.. Peningkatan aktivitas ALT dan AST diperoleh dengan rute pemberian i.p., sehingga dalam penelitian ini rute pemberian CCl
4
secara i.p.
dipilih. 11.
Penetapan dosis CCl
4
Janakat dan Al-Merie 2002, serta Dongare et al. 2013 melaporkan bahwa injeksi CCl
4
yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p.dengan dosis 2 mlkgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl
4
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 mlkgBB.
12. Penetapan waktu pencuplikan darah
Janakat dan Al-Merie 2002, serta Dongare et al. 2013 melaporkan bahwa pada tikus yang diinduksi CCl
4
dalam olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p.dengan dosis 2 mlkgBB peningkatan aktivitas serum ALT dan AST mencapai
puncaknya pada jam ke-24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48. Uji pendahuluan juga dilakukan untuk menetapkan waktu pencuplikan
darah. Dengan didasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 serta Dongare et al. 2013, uji pendahuluan dilakukan menggunakan 3 ekor
tikus betina galur Wistar yang diinduksi CCl
4
dalam olive oil perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 mlkgBB. Tikus tersebut diambil darahnya melalui sinus
orbitalis pada jam ke-0, jam ke-24 dan jam ke-48 setelah induksi untuk
membuktikan aktivitas serum ALT dan AST mencapai puncaknya pada jam ke- 24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48.
13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dipilih dan dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berisi lima ekor tikus.
Pembagian kelompok pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kelompok I atau kelompok kontrol CMC diberi pensuspensi CMC-Na 1
secara p.o.satu kali sehari selama enam hari berturut-turut. b. Kelompok II atau kelompok kontrol CCl
4
diberi larutan CCl
4
– olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 mlkgBB.
c. Kelompok III atau kelompok kontrol FHEMM diberi FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mgkgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-
turut. d. Kelompok IV atau kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28
mgkgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ketujuh diberi larutan CCl
4
– olive oil dengan perbandingan 1:1 dengan secara i.p. dosis 2 mlkgBB.
e. Kelompok V atau kelompok perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57 mgkgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian
pada hari ketujuh diberi larutan CCl
4
– olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 mlkgBB.
f. Kelompok VI atau kelompok perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14 mgkgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian
pada hari ketujuh diberi larutan CCl
4
– olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 mlkgBB.
Pencuplikan darah tiap kelompok dilakukan sesuai dengan hasil uji pendahuluan yaitu pada jam ke-24 setelah masing-masing perlakuan melalui sinus orbitalis,
untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST-nya.
14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pemeriksaan sampel darah dan penetapan aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan analisis One-Way ANOVA
untuk melihat ada tidaknya perbedaan bermakna antar kelompok. Analisis One-Way ANOVA mengasumsikan data terdistribusi normal,
sehingga normalitas data diuji terlebih dahulu dengan uji Shapiro-Wilk. Jika data terbukti terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis One-Way ANOVA
dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna antar kelompok. Analisis dilanjutkan dengan uji post hoc untuk melihat masing-masing
perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, berbeda bermakna p0,050 atau berbeda tidak bermakna p0,050. Jika diasumsikan memiliki
variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Tukey’s
honestly significant difference Tukey’s HSD, sedangkan jika tidak diasumsikan
variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Games- Howell
. Uji yang digunakan untuk menguji kesamaan variansi kelompok adalah uji Levene
. Pada data yang memiliki distribusi tidak normal maka dilakukan analisis
nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok. Uji lanjutan dengan uji Mann Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya bermakna p0,05 atau
tidak bermakna p0,05. Nilai kemampuan FHEMM dalam mencegah kerusakan hati dinyatakan
dalam persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persen efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST adalah sebagai berikut:
[ − purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif
purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif ] x
[ − purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif
purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif ] x
87
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl
4
. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif bahan alam dan merupakan kelanjutan dari penelitian Windrawati 2013 untuk
mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius
L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi CCl
4
. Parameter kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengamati kerusakan hati pada tikus adalah aktivitas serum ALT dan
AST hewan uji.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Bahan alam yang diteliti manfaatnya dalam penelitian ini adalah daun Macaranga tanarius
L., yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius
L, di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan untuk memastikan kebenaran bahan
yang digunakan. Determinasi Macaranga tanarius L. dilakukan di Laboratorium Biologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, dan bunga. Proses
determinasi dilakukan hingga ke tingkat spesies. Hasil determinasi tersebut
membuktikan bahwa bahan yang digunakan benar dari tanaman jenis Macaranga tanarius
L. dari suku Euphorbiaceae.
B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L.
Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan kandungan air dalam serbuk tersebut. Penetapan kadar air
dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Metode Gravimetri dipilih karena sampel tidak mengandung senyawa volatil dan
diasumsikan selama pengeringan hanya air yang menguap. Sampel sejumlah 5,0 g ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara,
lalu sampel dikeringkan pada suhu 105ºC selama 15 menit agar kandungan air dalam sampel menguap. Pengujian ini direplikasi sebanyak 3 kali dan diperoleh
hasil perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. adalah sebesar 8,76. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor
12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014, syarat serbuk yang baik
adalah kurang dari atau sama dengan 10. Ditinjau dari kandungan airnya, dapat dikatakan bahwa serbuk daun Macaranga tanarius L. yang digunakan pada
penelitian ini memiliki mutu yang baik.
C. Hasil Uji Pendahuluan 1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl
4
Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai agen penginduksi perlemakan hati pada tikus. Menurut Weber et al. 2003 toksisitas
yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dipengaruhi oleh dosis. Menurut Thapa dan Walia 2007 serta didukung dengan pernyataan Poynard dan Imbert-Bismut
2012, perlemakan hati ditandai dengan kenaikan ringan dari aktivitas serum ALT dan AST.
Janakat dan Al-Merie 2002, melaporkan bahwa injeksi CCl
4
yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui jalur i.p. dengan dosis 2
mlkgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Pada dua penelitian tersebut injeksi
CCl
4
yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p. dengan dosis 2 mlkgBB mengakibatkan peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST yang
meanandakan terjadinya perlemakan hati. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl
4
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 mlkgBB.
2. Hasil penentuan waktu pencuplikan darah
Orientasi waktu pencuplikan darah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu pencuplikan darah ketika terjadi perlemakan hati yang ditandai
dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang bermakna pada tikus terinduksi CCl
4
secara i.p. dengan dosis 2 mlkgBB. Menurut Janakat dan Al-Merie
2002 serta Dongare et al. 2013 aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi CCl
4
mengalami peningkatan tertinggi pada jam ke 24, sedangkan pada jam ke 48 aktivitas serum ALT dan AST cenderung kembali menuju normal.
Berdasarkan dua penelitian tersebut, orientasi dilakukan dengan mengukur aktivitas serum ALT dan
AST pada sampel darah tikus terinduksi CCl
4
yang diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 0, 24, dan 48. Hasil pengujian aktivitas serum ALT tikus pada jam ke