Patogenesis perlemakan hati Perlemakan Hati 1. Spektrum perlemakan hati

dari asam lemak yang digunakan hepatosit untuk memproduksi trigliserida, namun bagian ini meningkat menjadi 25 pada penderita NASH Burt et al., 2012. NAFLD dikaitkan dengan adanya gangguan homeostasis energi. Jaringan adiposa memiliki peranan penting dalam homeostasis energi. Jaringan adiposa bertindak sebagai tempat penyimpanan energi. Energi yang disimpan akan dilepaskan saat tubuh membutuhkan energi. Selama periode kelebihan kalori, energi yang berlebih disimpan sebagai trigliserida yang merupakan bentuk penyimpanan yang paling efisien karena FFA menghasilkan lebih banyak energi daripada oksidasi protein dan karbohidrat. Ketika tubuh membutuhkan energi, trigliserida jaringan adiposa akan mengalami lipolisis untuk melepaskan FFA dan gliserol yang dapat diambil oleh hati. Hal ini diregulasi oleh profil adipokin pada jaringan adiposa dan beberapa hormon, termasuk insulin Puri and Sanyal, 2012. Trigliserida yang baru disintesis secara normal bergabung menjadi partikel lipoprotein berdensitas sangat rendah atau very low density lipoprotein VLDL didalam hati yang kemudian disekresikan kedalam sirkulasi darah. Proses ini kompleks dan membutuhkan gen apo B100 yang normal, asam amino yang memadai untuk mensintesis apo B100, lipidasi normal apo B100 oleh microsomal triglyceride transfer protein MTP, kolin fosfatidil kolin dan kolesterol ester yang memadai, seta mekanisme sekresi yang utuh. Karena lengkapnya faktor yang mempengaruhi sekresi lemak hati, kelainan genetik dan defisiensi nutrisi dapat memberikan fenotip umum steatosis. Dua penyakit genetik yang disebabkan kegagalan MTP untuk melipidase apo B100 yaitu hypobetalipoproteinaemia dan abetalipoproteinaemia , merupakan penyakit monogenik sederhana dengan variasi tingkat keparahan dan ditandai dengan NAFLD karena ketidakmampuan hepatosit untuk mensekresikan VLDL Burt et al., 2012. Pada NASH, kriteria untuk menetapkan diagnosis steatohepatitis didasarkan pada ada tidaknya abnormalitas yang berkaitan dengan cedera hepatoseluler yang signifikan pada kondisi steatosis. Berdasarkan penelitian terbaru pada hewan, menunjukkan bahwa NASH lebih disebabkan oleh metabolit asam lemak dari pada trigliserida dan akumulasi trigliserida hanya menunjukkan tanda bahwa hati menangani asam lemak berlebih, yang berasal dari lipolisis perifer atau DNL berlebih. Diversi asam lemak menjadi kolam droplet lipid trigliserida mungkin sebenarnya menunjukkan adanya jalur protektif adaptif untuk mencegah digunakan dalam jalur metabolik yang menghasilkan intermediet lipotoksik Burt et al. , 2012. Penetapan spesies molekular yang bertanggung jawab untuk cedera lipotoksik hati masih diteliti sampai sekarang. Salah satu kandidatnya yang mungkin adalah lisofosfatidilkolin, sebuah produk dari pelepasan grup asil asam lemak dari fosfatidilkolin lesitin. Kandidat-kandidat lain diantaranya adalah FFA, seramid, asam fosfatidik, diasilgliserol dan lain-lain. Jumlah ikatan rangkap dua di asam lemak, posisi relatifnya serta konfigurasinya cis alami ataukah terkonfigurasi trans secara sintetis juga penting. Asam lemak tersaturasi penuh yaitu yang tanpa ikatan rangkap dua merupakan lipotoksik dalam sistem kultur sel dan lemak trans telah ditunjukkan menyebabkan steatohepatitis pada tikus, sedangkan asam lemak tak tersaturasi jamak seperti yang terdapat pada minyak ikan, saat ini masih dievaluasi pada percobaan klinis untuk kemungkinannya sebagai agen terapi untuk NASH Burt et al., 2012. Walaupun ditemukan metabolit asam lemak lipotoksik mampu menyebabkan fenotip NASH, mekanisme ini tentu bukan penyebab steatohepatitis pada semua penderita dengan NASH. Fenotip yang saat ini diidentifikasi sebagai steatohepatitis tanpa penyalahgunaan alkohol, menggambarkan beberapa mekanisme penyakit, baik secara tunggal ataupun kombinasi. Faktor patogenetik merupakan faktor tambahan, atau mungkin juga faktor penyebab akumulasi spesies lipotoksik dan juga stres retikulum endoplasmik, stres oksidatif, disfungsi mitokondria, akumulasi kolesterol membran, eksposur berlebih dari endotoksin derivat usus, dan disregulasi produksi adipokin. Faktor lingkungan yang diketahui memiliki peranan pada beberapa penderita diantaranya adalah hipoksia intermiten dari obstruktif apnea tidur, perubahan flora normal usus, dan defisiensi nutrisi seperti kolin Burt et al., 2012.

4. Peran stres oksidatif pada NAFLD

Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi senyawa oksigen reaktif ROS berlebih dan penurunan pertahanan antioksidan. Penelitian eksperimen dan klinis menunjukkan hubungan erat antara tingkat stres oksidatif dengan keparahan NAFLD. Mitokondria merupakan situs utama oksidasi asam lemak dan pembentukan ROS Pacana and Sanyal, 2015. Pada NAFLD, peningkatan serapan oleh hati dan sintesis FFA dikompensasi dengan peningkatan kemampuan mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak, yang berkonsekuensi pada gangguan pada kapasitas oksidatifnya. Pada proses ini peningkatan pengiriman elektrok ke rantai transpor elektron menciptakan keadaan reduksi berlebih dari komponen rantai respirasi yang bereaksi secara abnormal dengan oksigen untuk membentuk radikal anion superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi yang disebabkan oleh superoxide dismutated SOD mangan menjadi hidrogen peroksida, yang pada kondisi fisiologis normal akan didetoksifikasi menjadi air oleh GSH peroksidase. Pada kondisi NAFLD jumlah mitokondria yang mereduksi GSH tidak adekuat, sehingga GSH peroksidase kehilangan kemampuan untuk mendetoksifikasi hidrogen peroksidasi sehingga menyebabkan disfungsi mitokondria dan kematian sel Pacana and Sanyal, 2015. Radikal anion superoksida juga dapat bereaksi dengan oksida nitrat yang menyebabkan pembentukan pro-oksidan peroksinitrat lain. Peningkatan pembentukan ROS mitokondria telah didemonstrasikan pada model hewan. Disfungsi mitokondria terbukti secara partikuler pada NASH yang ditunjukan dengan adanya pengurangan DNA mitokondria dan kode polipeptidanya. Lebih lanjut lagi, abnormalitas struktur pada mitokondria telah diobservasi, mengalami pembesaran megamitokondria, kehilangan krista dan inklusi parakristalin Pacana and Sanyal, 2015. Sumber endogen ROS juga dapat berasal dari mikrosoma P450 defektif dan aktivitas oksidasi peroksisomal. Lipooksigenasi rantai panjang asam lemak oleh CYP450, secara partikuler CYP2E1 dan CYP4A, menghasilkan produksi ROS berlebih. Pada penderita NASH, ekspresi dan aktivitas CYP2E1 hepatik mengalami peningkatan dan didistribusikan di daerah perivenular asinar zona 3, yang berhubungan dengan cedera hepatoseluler maksimal. Setalah metabolisme asam lemak oleh CYP4A mikrosomal, dikarboksilat dibentuk dan berfungsi sebagai sebstrat untuk -oksidasi peroksisom. Peroksisom terlibat dalam metabolisme asam lemak rantai sangat panjang dan asam lemak rantai bercabang yang tidak bisa mudah menjalani -oksidasi mitokondria. Proliferasi dan pembesaran peroksisom hepatik dapat diobservasi pada steatosis hepatik. Oksidasi mikrosom dan peroksisom bukan merupakan jalur utama disposal asam lemak, namun menjadi signifikan ketika kadar CYP2E1 rendah dan ada akumulasi asam lemak rantai panjang. Pada CYP2E1 tikus, enzim CYP4A yang diregulasi sehigga memainkan peranan penting sebagai inisiator alternatif stres oksidatif di hati Pacana and Sanyal, 2015. Insufisiensi pertahanan antioksidan juga merupakan faktor utama yang menyebabkan stres oksidatif di NAFLD. Antioksidan utama hepatik yaitu GSH mengalami penurunan pada penderita dengan NAFLD. Konversi metionin menjadi sistein melalui jalut trans-sulfurasi untuk sintesis GSH dapat diamati pada gambar 10. Penelitian juga telah menunjukkan bukti penurunan vitamin E dan enzim antioksidan, sehingga menyebabkan akumulasi ROS bertambah. Polimorfisme nukleotida tunggal dari SOD ditemukan pada NASH. Kapasitas antioksidan hati semakin memburuk seiring perkembangan steatosis menjadi steatohepatitis. Hal ini didukung dengan reduksi GSH hepatik dan juga pengurangan reduksioksidasi GSH

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 118

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius (L) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 125

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar alt-ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 139

Pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 123

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 7 136

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 135

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 133

Efek hepatoprotektif jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas laktat dehidrogenase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 132

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 123

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 121