Kelompok perlakuan Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar
Hasil uji statistik aktivitas serum AST menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mgkgBB terbukti dapat mencegah kenaikan serum AST,
namun tidak dengan aktivitas serum ALT. Oleh karena itu, hasil ini tidak dapat membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mgkgBB memberikan
proteksi pada hati karena aktivitas serum ALT merupakan penanda yang lebih spesifik untuk hati Poynard and Imbert-Bismut, 2012, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Adanya pencegahan kenaikan serum AST dapat menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mgkgBB memberikan
proteksi pada jaringan jantung, otot rangka, atau jaringan lain yang banyak mengandung AST Poynard and Imbert-Bismut, 2012, namun hal ini perlu diteliti
lebih lanjut untuk diuji kebenarannya. Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl
4
yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mgkgBB adalah 60,9 ± 4,2 UL. Dengan membandingkan
hasil ini terhadap kelompok kontrol CCl
4
, dapat terlihat adanya pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara statistik berbeda bermakna p=0,000.
Efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang terjadi cukup besar sehingga bila dibandingkan dengan kontrol CMC, aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi
CCl
4
yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mgkgBB secara statistik perbedaannya tidak bermakna p=0,599. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
68,57 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
secara statistik terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan dapat
mempertahankan aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 68,57 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar
terinduksi CCl
4
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 87,82.
Aktivitas serum AST tikus yang diberi FHEMM dosis 68,57 mgkgBB dan CCl
4
adalah 435,9 ± 41,1 UL. Hasil ini bila dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol CCl
4
terdapat penurunan aktivitas serum AST yang secara statistik berbeda bermakna p=0,024. Dibandingkan dengan kelompok kontrol
CMC terlihat ada kenaikan aktivitas serum AST yang secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda bermakna p=0,008. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian
FHEMM dosis 68,57 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
secara statistik terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas AST namun efek pencegahannya tidak cukup besar untuk dapat mempertahankan aktivitas
serum AST tetap normal. Besarnya efek pencegahan kenaikan aktivitas AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mgkgBB adalah 41,87.
Hasil pemberian FHEMM dosis 68,57 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
menunjukkan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST yang cukup menjanjikan. Pada pemberian FHEMM dosis 68,57
mgkgBB aktivitas serum ALT dapat dipertahankan tetap pada keadaan normal, walaupun tidak demikian dengan aktivitas serum AST. Efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum AST tidak sebesar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT diduga karena adanya pengaruh kerusakan organ lain yang meningkatkan aktivitas
AST dan tidak terproteksi dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mgkgBB. Hal
tersebut terkait dengan adanya AST pada jaringan-jaringan lain selain hati Poynard and Imbert-Bismut, 2012, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl
4
yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mgkgBB adalah 103,5 ± 7,2 UL. Dibandingkan dengan
kontrol CCl
4
hasil ini menunjukkan adanya penurunan yang secara statistik berbeda bermakna p=0,000. Bila dibandingkan dengan kontrol CMC, pemberian FHEMM
dosis 137,14 mgkgBB pada tikus terinduksi CCl
4
secara statistik berbeda bermakna p=0,000. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
terbukti dapat mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, namun efek pencegahannya tidak cukup
besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mgkgBB pada tikus
betina galur Wistar terinduksi CCl
4
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 48,52.
Aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl
4
yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mgkgBB adalah 415,6 ± 17,3 UL. Hasil ini bila
dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol CCl
4
terdapat penurunan aktivitas serum AST yang secara statistik berbeda bermakna p=0,000. Bila hasil ini
dibandingkan dengan kontrol CMC, secara statistik juga berbeda bermakna p=0,000. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
terbukti dapat mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek pencegahannya tidak cukup
besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST tetap normal. Dari hasil
perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum AST sebesar 45,34.
Aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mgkgBB diketahui selaras. Hasil pengukuran keduanya sama-sama membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mgkgBB dapat mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek pencegahannya tidak cukup besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST
tetap normal. Pada penelitian ini hubungan antara kelompok perlakuan dibandingkan
untuk melihat kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT Gambar 23 dan AST Gambar 24 tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
. Aktivitas serum ALT dijadikan parameter utama untuk melihat hubungan antar
dosis karena telah dijelaskan bahwa hasil aktivitas serum ALT lebih spesifik untuk kerusakan hati dibandingkan dengan AST Poynard and Imbert-Bismut, 2012.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas serum ALT perlakuan dosis 34,28 mgkgBB secara statistik berbeda bermakna p=0,000 dan lebih tinggi dari pada
perlakuan dosis 68,57 mgkgBB, serta berbeda bermakna p=0,012 dan lebih tinggi dari pada perlakuan dosis 137,14 mgkgBB. Akan tetapi, aktivitas serum ALT
perlakuan dosis 137,14 mgkgBB lebih tinggi dari perlakuan dosis 68,57 mgkgBB yang secara statistik berbeda bermakna p=0,000. Hasil ini menunjukkan tidak
adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
.
Hasil perbandingan aktivitas serum AST perlakuan dosis 34,28 mgkgBB secara statistik berbeda bermakna dengan perlakuan dosis 68,57 mgkgBB
p=0,994 dan perlakuan dosis 137,14 mgkgBB p=1,000. Perbandingan antara perlakuan dosis 68,57 mgkgBB dan perlakuan dosis 137,14 mgkgBB juga
menunjukkan perbedaan tidak bermakna p=0,996. Hasil ini menunjukkan tidak adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl
4
.
Gambar 21.
Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT
Gambar 23.
Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
Ket: berbeda bermakna pada p0,050; 1 dibandingkan dengan Dosis I + CCl
4
; 2 dibandingkan dengan Dosis II + CCl
4
; 3 dibandingkan dengan Dosis III + CCl
4
1 3 2 3
1 2
Perlakuan dosis 68,57 mgkgBB memiliki aktivitas lebih baik dibandingkan perlakuan dosis 34,28 mgkgBB karena diduga FHEMM dosis 68,57
mgkgBB mengandung lebih banyak senyawa aktif dibandingkan dengan FHEMM dosis 34,28 mgkgBB. Pada kasus perlakuan dosis 137,14 mgkgBB, efek
pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT tidak semakin meningkat diduga karena menurut Berger 2005, antioksidan yang berlebihan justru dapat memperlambat
kecepatan reaksi penetralan radikal bebas. Antioksidan berlebih justru dapat menurunkan aktivitas GSH yang merupakan penetral radikal bebas karena setelah
ikatan antara radikal bebas dan antioksidan jenuh, maka antioksidan dapat berikatan dengan GSH sehingga aktivitas GSH yang telah rendah dalam kondisi kerusakan
Gambar 24.
Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl
4
Ket: perbandingan antar kelompok berbeda tidak bermakna.
hati semakin menurun, hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis 137,14 mgkgBB terlalu tinggi sehingga menyebabkan perlakuan dosis 137,14 mgkgBB
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang tidak lebih baik dari pada dosis 68,57 mgkgBB. Walaupun begitu, kesimpulan ini merupakan spekulasi
yang perlu diuji kebenaranya. Pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi
CCl
4
oleh FHEMM diduga berasal dari kandungan chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B, namun tidak menutup kemungkinan efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST berasal dari kandungan lain yang terdapat didalam FHEMM danatau merupakan efek sinergi beberapa senyawa yang terkandung
dalam FHEMM. Untuk memastikan efek pencegahan kenaikan serum ALT dan AST berasal dari chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diperlukan
purifikasi lebih lanjut atau isolasi masing-masing senyawa sehingga dapat diuji lebih lanjut pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan
macatannin B jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus
betina galur Wistar terinduksi CCl
4
. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B tergolong sebagai
senyawa Ellagitannin yaitu senyawa polifenol alami yang dikenal memiliki aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman Gil et al., 2000; Anderson et al.,
2001; Mullen et al., 2002; Reddy et al., 2007. Antioksidan merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penetral radikal bebas dengan mendonorkan elektronnya.
Dengan bertindak sebagai penangkap radikal bebas, antioksidan diduga mampu mengurangi toksisitas CCl
4
. Menurut Weber et al. 2003, antioksidan melindungi
hati dengan memutus rantai reaksi dari peroksidasi lipid pada tikus terinduksi CCl
4
dan mencegah terjadinya stres oksidatif. Mekanisme pertahanan antioksidan pada tikus terinduksi CCl
4
ini diduga akan bermanfaat juga bagi penderita NAFLD melalui kemampuannya dalam
penangkapan radikal bebas dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara banyaknya ROS dengan antioksidan tersedia yang dapat menyebabkan stres
oksidatif Pacana dan Sanyal, 2015. Menurut Bhattacharjee dan Sil 2007, dengan adanya pemberian antioksidan yang membantu dalam penetralan ROS, kadar SOD
dan CAT yang mengalami penurunan pada kondisi stres oksidatif dapat dipulihkan. SOD memiliki peranan penting dalam mengeliminasi ROS yang berasal dari proses
peroksidasi jaringan hati. SOD menghilangkan superoxide dengan mengubahnya menjadi H
2
O
2
, yang akan dirubah oleh CAT menjadi air. Pemberian antioksidan juga dapat memulihkan kadar GSH yang menurun pada kondisi stres oksidatif.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa FHEMM mampu mencegahan kenaikan ringan aktivitas serum ALT dan AST melalui aktivitas antioksidannya.
FHEMM berpotensi untuk memiliki aktivitas penghambatan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl
4
yang lebih baik lagi, sebab mekanismenya dalam melindungi hati dari steatosis melalui jalur penekanan
lipolisis perifer tidak dijelaskan dalam model kerusakan hati terinduksi dosis tunggal CCl
4
2 mlkgBB. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diketahui merupakan senyawa yang memiliki aktivitas AGI yang poten Gunawan-
Puteri and Kawabata, 2010. Senyawa dengan aktivitas AGI berpotensi mengontrol kadar gula darah pada penderita resistensi insulin yang merupakan penyakit
penyerta dan faktor resiko utama penderita NAFLD. Dengan mengontrol kadar gula darah, sintesis berlebih insulin yang memicu sintesis trigliserida hepatik dengan
adanya peningkatan lipolisis danatau peningkatan asupan lemak Gaggini et al., 2013.
Manfaat FHEMM terhadap pencegahan perlemakan hati melalui jalur lipolisis perifer tidak terdemonstrasikan dengan model perlemakan hati tikus
terinduksi CCl
4
dosis tunggal 2mlkgBB, sehingga penelitian dengan model lain disarankan. Contoh model tikus resistensi insulin disertai dengan perlemakan hati
yang dapat digunakan untuk mendemonstrasikan kemampuan FHEMM dalam mencegah perlemakan hati melalui penghambatan lipolisis periferal adalah model
perlemakan hati dan resistensi insulin pada tikus dengan diet lemak tinggi Fraulob, Ogg-Diamantino, Fernandes-Santos, Aguila, and Mandarim-de-Lacerda, 2010.
Model lain yang juga dapat digunakan adalah model tikus DM tipe 2 dengan pemberian larutan fruktosa 10 selama dua minggu, diikuti dengan injeksi i.p.
streptozotocin Wilson and Islam, 2015. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian dosis 68,57 mgkgBB
jangka panjang 6 hari terbukti secara statistik memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST yang paling baik diantara pengujian pada tiga variasi
dosis yang dilakukan, dengan besar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar 87,82 dan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar
41,87. Dosis FHEMM 68,57 mgkgBB pada tikus, bila dikonversi ke manusia maka dosis yang diperlukan adalah 767,98 mg70 kgBB. Berdasarkan hasil yang
diperoleh diharapkan nantinya pemanfaatan pemberian FHEMM jangka panjang 6
hari atau senyawa yang lebih bertanggung jawab dapat menunda, menghambat, serta mencegah pengembangan NAFLD menjadi NASH serta sirosis, dan
membantu mempercepat proses perbaikan sel hati.
115