4. Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, dan tindakan.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Cakra, 2012:73 bahwa alat peraga adalah wahana atau media untuk menerangkan atau mempraktikkan pada anak
didik. Anak akan cepat menangkap apabila dongeng diperagakan secara langsung dengan alat peraga tersebut. Sebagaimana yang diungkap di atas maka peran
media dalam mendongeng juga akan menambah daya tarik tersendiri bagi siswa. Berdasarkan tujuan di atas, maka alat peraga dapat membantu siswa dalam
memahami isi cerita yang didongengkan karena tujuan alat peraga sebagai alat bantu dan untuk menjelaskan dan mengingat isi cerita.
Di dalam mendongeng ada beberapa pilihan alat peraga seperti yang ditulis Bimo 2011:66-69, alat peraga tersebut diantaranya dengan membacakan cerita,
peraga gambar, papan flanel dan boneka. Penggunaan alat peraga tentunya dimaksudkan agar mempermudah siswa untuk menangkap isi cerita, selain itu alat
peraga yang lucu dan menarik tentunya membuat siswa semakin betah untuk memperhatikan dongeng yang dibawakan. Berikut beberapa alat peraga yang
digunakan peneliti dalam pelaksanaan mendongeng: 1.
Boneka Tangan Boneka flanel terbuat dari kain flanel yang dijahit atau direkatkan dengan
lem, penggunaan boneka tangan cukup mudah hanya dengan memasukkan tangan pendongeng ke dalam sarung boneka. Boneka seperti ini juga bisa
diganti dengan menggunakan bahan kain perca atau kain bekas yang dijahit dengan pola serupa dengan boneka flanel.
Gambar 2.1 Boneka Tangan
2. Wayang Karton
Wayang dibuat dengan menggunakan karton dengan pola gambar yang kemudian diberi warna, wayang cukup mudah digunakan dengan memegang
tongkat di bawah gambar. Siswa juga dapat membuat wayang kreasi seperti wayang dalam mendongeng sehingga hal ini dapat dikaitkan dengan mata
pelajaran seni atau kerajinan tangan.
Gambar 2.2 Wayang Karton
3. Papan Background
Papan ini terbuat dari bambu dan berfungsi untuk meletakkan gambar- gambar yang akan digunakan sebagai setting tempat dalam kegiatan
mendongeng.
Gambar 2.3 Papan Background 4.
Kostum Dalam mendongeng juga bisa menggunakan kostum, peneliti telah
memodifikasi kostum sehingga mudah digunakan juga dengan waktu yang sangat cepat. Kostum yang dibuat tidaklah rumit, disini digunakan beberapa
kain yang digabung. Kemudian untuk pemakaian kostum hanya tinggal direkatkan antar bagian sehingga tidak repot dalam pemakaiannya.
Gambar 2.4 Kostum
5. Buku Cerita
Buku cerita bisa menjadi pilihan dalam menyampaikan dongeng. Buku yang dibuat berikut ini termasuk dalam ukuran besar sehingga memudahkan
siswa untuk mengetahui latar cerita dan kejadian dalam cerita yang disampaikan.
Gambar 2.5 Buku Cerita
2.1.7 Mendongeng Sebagai Metode Pembelajaran PKn
Mendongeng tentunya bisa menjadi sebuah metode dalam mengajar seperti yang disampaikan oleh Hendri 2013:30, di mana metode ini memiliki daya hibur
yang luar biasa, juga mengasyikan sehingga siswa tidak seperti digurui. Hendri 2013: 200 juga menyampaikan bahwa dongeng yang disampaikan melalui
metode mendongeng dalam pembelajaran bisa disampaikan sebagai pengantar atau selipan dalam pelajaran PKn Dengan mendongeng penyampaian pesan-pesan
moral bisa dijalankan dengan baik. Mendongeng juga dapat dijadikan suatu alat untuk menyampaikan pendidikan atau pelajaran akhlaq Cakra, 2012:2, anak
tidak akan merasa digurui ketika guru bercerita. Sejalan dengan Hendri, dalam
bukunya yang berjudul A Book for Children Literature, Hollowell dalam Agus, 2009:44 mengemukakan bahwa:
Dongeng dapat mengembangkan imajinasi dan memberikan pengalaman emosional yang mendalam, memuaskan kebutuhan ekspresi diri,
menanamkan pendidikan tanpa harus menggurui, menumbuhkan rasa humor yang sehat, mempersiapkan apresiasi sasta, dan memperluas
cakrawala khayalan anak. Pesan moral yang dimaksud juga tertera pada pelajaran PKn yang akan
diteliti yakni materi nilai-nilai Pancasila di mana materi tersebut bukan hanya sebatas materi namun juga pada penanaman moral. Dongeng yang disampaikan
akan menjadi jembatan komunikasi antara guru dan siswa, pembelajaran akan menjadi efektif bagi anak-anak, pelajaran juga akan terasa menyenangkan bahkan
menarik untuk terus disimak. Bagi siswa mereka dapat menangkap isi dan pesan dongeng yang disampaikan oleh guru kelas, seperti halnya yang disampaikan oleh
Priyono 2006:26 bahwa kelompok anak usia 6-9 tahun sudah dapat menangkap sisi baik dan sisi buruk dari setiap cerita yang didongengkan oleh orang tua atau
guru di sekolah. Dongeng juga merupakan sumber inspirasi yang baik bagi pendidikan anak.
Takwin dalam Hendri 2013:56 menyebutkan bahwa banyak hal yang dapat dipetik dari kegiatan mendongeng untuk pembelajaran, diantara hal-hal tersebut
yaitu: 1.
Melatih kemampuan menyimak. Mendengarkan dongeng yang diperagakan akan membuat siswa berusaha
menangkap isi, alur dan kejadian di dalam dongeng sehingga dengan demikian siswa juga akan belajar untuk menyimak sebuah cerita.
2. Mengembangkan sikap positif anak terhadap buku dan kegiatan membaca
Kegiatan mendongeng
akan menjadikan
siswa senang
untuk mendengarakan dongeng lagi tidak hanya sekali, apabila tidak ada
kesempatan mendongengkan anak, maka siswa dapat membaca buku dongeng secara mandiri sehingga menambah motivasi mereka untuk gemar
membaca. 3.
Menumbuhkan empati dan simpati. Pesan moral yang ada di dalam dongeng akan menuntun anak untuk belajar
empati dan simpati dalam kehidupan mereka. 4.
Menanamkan hikmah cerita. Setiap dongeng yang diberikan tentunya harus terdapat hikmah dalam cerita
tersebut, sehingga tidak hanya sebatas cerita. Penyampaian dongeng yang berkesan akan membuat anak secara tidak sadar akan meniru dan
mengambil hikmah dari dongeng yang dibawakan. 5.
Mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak. Kreativitas dan imajinasi anak tidak ada batasnya, dongeng juga akan
mengembangakan kreativitas anak ketika diminta untuk memperagakan tokoh kesukaan mereka serta mengembangkan imajinasi mereka dalam
menangkap isi dongeng itu sendiri. Manfaat-manfaat dongeng tersebut juga sejalan dengan pendapat Agus
2009:22 yang mengungkapkan bahwa manfaat kebiasaan mendongeng, misalnya adalah anak belajar mendengar, berkonsentrasi, menyerap kosa kata, membedakan
suara-suara dan intonasi, secara tidak langsung anak juga mulai mengenal tema-
tema dongeng. Berdasarkan manfaat di atas yang telah disebutkan tadi dapat diketahui bahwa mendongeng memiliki banyak manfaat bagi anak yang dapat
diberikan pula saat proses pembelajaran di sekolah berlangsung.
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya
Terdapat dua penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, penelitian tersebut adalah:
1. Penelitian yang lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Retno
Hartiningsih 2003 yang berjudul “Kemampuan Menyimak Dongeng
Detektif Kancil Melalui Media Audio Visual Siswa Kelas I Sekolah Dasar Pius I Wonosobo Tahun Ajaran 20022003”. Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini berfokus pada aspek pengetahuan, pemahaman dan aplikasi siswa. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa aspek pengetahuan dengan bobot 20 mendapat hasil baik sekali, sementara aspek pemahaman dengan bobot 30 mendapat hasil yang
cukup dan untuk aspek aplikasi siswa mendapat bobot 50 mendapat hasil baik sekali sehingga rata-rata dari semua aspek yang dinilai dapat
dikategorikan bahwa kemampua menyimak tersebut mendapat hasil baik. 2.
Penelitian lain ialah penelitian oleh Silfiana Mety 2010 yang berjudul “Penerapan Pendekatan PAKEM untuk Meningkatkan Kemampuan
Mengapresiasi Dongeng Siswa Kelas V SDN 1 Panjangrejo Pundong Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 20092010” dengan jenis penelitian yakni
deskriptif kuantitatif, instrumen yang digunakan ialah tes pilihan ganda dan
nont tes wawancara, kuesioner dan jurnal. Adapun hasil penelitian yang dilakukan pada 30 siswa tersebut ialah skor rata-rata siklus I ialah 72,13
sedangkan siklus II menjadi 82,86 sehingga terjadi peningkatan sebesar 10,73 dan penerapan pendekatan PAKEM berhasil meningkatkan
kemampuan mengapresiasi dongeng. 3.
Penelitian ialah penelitian oleh Regina Nona yang berjudul “Kemampuan Mneyimak Cerita Anak Sepatu Baru Melalui Media Audiovisual pada Siswa
Kelas II SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta Tahun Ajaran 20102011” Peneliti menggunakan tes semi obyektif pada kategori tes jawaban singkat.
Populasi dalam penelitian ini adal 30 siswa kelas II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan menyyimak cerita anak melalui
media audiovisual berkategori baik seklai A dengan skor rata-rata 54,1 atau nilai 85.8.
Gambar 2.6 Literatur Map Penelitian yang Relevan
Berdasarkan literatur map tersebut, maka bisa diamati bahwa terdapat tiga penelitian yang berfokus pada dongeng dan cerita anak. Dua penelitian membahas
kemampuan siswa dalam menyimak dongeng dan cerita anak, sedangkan satu penelitian membahasa penerapan pendekatan PAKEM untuk mengapresiasi
dongeng. Ketiga penelitian tersebut menunjukan adanya keberhasilan dalam menggunakan audiovisual dan pendekatan PAKEM dalam mengapresiasi dongeng
Hartiningsih 2003. Kemampuan Menyimak Dongeng Detektif
Kancil Melalui Media Audio Visual Siswa Kelas I Sekolah Dasar Pius I
Wonosobo Tahun Ajaran 20022003
Silfiana, Mety 2010. Penerapan Pendekatan PAKEM untuk
Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Dongeng Siswa
Kelas V SDN 1 Panjangrejo Pundong Bantul Yogyakarta Tahun
Ajaran 20092010
Nona, Regina 2011. Kemampuan Mneyimak Cerita Anak Sepatu Baru
Melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas II SD Kanisius
Wirobrajan Yogyakarta Tahun Ajaran 20102011
Cerita Anak Penggunaan dongeng
Peningkatan Minat Belajar dan Prestasi Belajar PKn pada Siswa kelas
II SD Pangudi Luhur Sedayu dengan Metode Mendongeng