3. Perhatian dalam pembelajaran.
4. Keterlibatan diri dalam pembelajaran.
Peneliti membagi menjadi empat indikator utama dikarenakan keempat indikator tersebut mewakili teori indikator minat belajar. Slameto 2003:58
mengutarakan ada lima indikator minat belajar, namun untuk poin indikator ada rasa suka dan senang pada sesuatu dan poin indikator lebih menyukai suatu hal
yang menjadi minatnya daripada yang lain, digabungkan menjadi satu yakni perasaan senang dan suka terhadap pembelajaran karena adanya kesamaan
maksud yaitu rasa senang dan suka. Sementara untuk pendapat dari Winkel 2004:212 juga mendukung indikator perasaan senang dan suka terhadap
pembelajaran.
2.1.1.2 Cara Menarik Minat Belajar
Menurut Arikunto 104-106 cara untuk mengusahakan agar unsur-unsur di dalam kelas dapat menjadi pusat perhatian siswa demi menarik minat belajar
siswa, diantaranya adalah: 1. Bahan pelajaran yang menarik minat
“Bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar karena memang bahan pelajaran itulah yang
diupayankan untuk dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu guru khususnya, atau pengembangan kurikulum umumnya tidak boleh lupa harus
memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera di dalam
silabus berkaitan dengan kebutuhan siswa pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula.”
2. Alat-alat pelajaran yang menarik minat Unsur lain yang berfungsi mendukung penyampaian materi pelajaran
adalah alat-alat pelajaran dan atau media pendidikan. Alat pelajaran hendaknya dipilih yang sesuai dengan usia siswa. Bagi anak-anak kecil
alat-alat pelajaran dipilihkan yang berwarna-warni, ringan, dan bentuknya aneh. Jika penggunaan alat harus perseorangan, alat-alat
tersebut dipilih yang tidak berbahaya. 3. Keadaan atau situasi yang menarik minat siswa
Keadaan atau suasan di dalam kelas hendaknya diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak membosankan dan cepat membuat siswa menjadi
lelah. Keadaan dan suasana menarik adalah yang mendukung terpenuhinya kebutuhan siswa yang baik kebutuhan yang berhubungan
dengan jasmani maupun rohani. Ruangan yang cukup luas dan dapat digunakan untuk bergerak leluasa, udara yang bebas dan segar sehingga
memungkinkan siswa dapat bernafas dengan lega, dapat menarik minat siswa hanya pada pelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan kata lain,
keadaan atau suasana lebih banyak merupakan faktor pendukung, bukan sebagai objek yang diperhatikan.
4. Guru yang menarik perhatian Bagaimana guru bergaya dan berprilaku banyak dibicarakan di dalam
strategi pengajaran.Suara yang cukup keras dengan intonasi yang naik
turun dengan teratur, pandangan mata yang menunjukkan kegairahan besar dalam mengabdikan diri demi ilmu pengetahuan, serta penguasaan
terhadap siswa. Berdasarkan cara-cara yang tertuang di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk
mencari minat siswa, guru harus mampu memfasilitasi usaha-usaha dalam meningkatkan minat siswa, sejalan dengan itu Winkel 1984:31 menyebutkan ada
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk membuat siswa berminat dalam belajar, antara lain:
1. Membina hubungan yang akrab dengan siswa.
Guru harus mampu membina hubungan yang baik dengan siswa sehingga tercipta keakraban dan terbina hubungan baik pula.
2. Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sulit atau terlalu mudah.
Bahan pelajaran yang diberikan tentunya mampu dipelajari oleh siswa tetapi tidak terlalu sulit bahkan terlalu mudah sehingga siswa mampu
menerimanya. 3.
Menggunakan media pembelajaran yang cocok. Penggunaan media akan sangat membantu dalam proses belajar di kelas.
4. Menggunakan alat-alat pelajaran yang cocok.
Alat-alat pelajar yang digunakan ialah alat-alat yang mendukung prasana di kelas.
5. Menggunakan cara mengajar atau metode mengajar yang bervariasi.
6. Guru mampu menggunakan metode yang baik dalam mengajar agar
materi pelajaran dapat tersampaikan dengan baik dan menarik, selain itu juga harus bervariasi sehingga siswa tidak bosan.
2.1.1.3 Cara Mengukur Minat Belajar Minat belajar siswa dapat diukur menggunakan penilaian non tes. Masidjo
1995:59 mengatakan bahwa non tes merupakan rangkaian pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab dalam sebuah situasi. Penilaian non tes dapat
berupa observasi pengamatan, wawancara, kuesioner angket, daftar cek dan catatan anekdot.
2.1.2 Prestasi Belajar
Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Beberapa ahli menuturkan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil
penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan
dari siswa” Hawadi, 2004. Selain itu prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses,
sedangkan pretasi merupakan hasil dari proses belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1993:895 prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya dengan nilai tes atau angka yang diberikan guru. Darsono 2000:110 berpendapat bahwa “prestasi belajar siswa merupakan perubahan-
perubahan yang
berhubungan dengan
pengetahuankognitif, keterampilanpsikomotor, dan nilai sikapafektif sebagai akibat interaksi aktif
dengan lingkungan”. Sementara itu Sudjana 2009:22 mendefinisikan prestasi belajar sebagai “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya”. Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar ialah
hasil dari perubahan kemampuan dalam hal kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa setelah melalui pengalaman belajar di kelas.
2.1.2.1 Aspek Prestasi Belajar
Sudjana 2009, 22-23 menyebutkan bahwa klasifikasi prestasi belajar dari Bloom secara garis besar terdapat tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif,
dan aspek psikomotorik. Berikut merupakan ketiga aspek tersebut: a. Aspek kognitif
Aspek kognitif adalah aspek yang berkaitan dengan kegiatan berpikir siswa, yang mana aspek ini berkaitan erat dengan kemampuan berpikir
siswa yang meliputi enam aspek kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
b. Aspek afektif Aspek afektif adalah aspek yang berkaitan dengan nilai dan sikap, afektif
menyangkut dengan sikap dan nilai dalam diri siswa. Lima aspek dalam
afektif yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasai, dan internalisasi.
c. Aspek psikomotorik Aspek psikomotorik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
kemampuan gerak fisik. Aspek ini menunjukkan kemampuan atau keterampilan skill yang dimiliki siswa setelah menerima pengetahuan.
Gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif merupakan aspek dalam psikomotorik.
2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Sudjana 1980:39-42 mengemukakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik, dua faktor tersebut
akan dijabarkan sebagai berikut: 1.
Faktor Intrinsik Faktor ini merupakan faktor dalam diri siswa sehingga berasal dari dalam
diri dan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Faktor intrinsik meliputi motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan, ketekunan,
sosial ekonomi dan fisik serta psikis. 2.
Faktor Ekstrinsik Faktor ekstrinsik adalah faktor dari luar diri siswa atau dari lingkungan
siswa. Kualitas dalam pengajaran di kelas juga faktor besar dalam segi ekstrinsik. Kualitas pengajarn dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
kompetensi guru dalam mengajar siswa, karakteristik kelas suasana, sarana dan sumber belajar, serta karakteristik sekolah kedisiplinan,
adanya perpustakaan, tempat yang rapi, serta kenyamanan dalam belajar di lingkungan sekolah.
2.1.3 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan PKn
Pendidikan Kewarganegaraan PKn dijelaskan dalam pasal 39 ayat 2 UU RI No. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pendidikan
Pancasila mengarah pada moral yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari- hari. Selanjutnya dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar negara dengan negara serta pendidikan.
Berdasarkan pengertian tersebut, PKn memiliki peran penting dalam membentuk pribadi manusia yang memiliki jiwa Pancasila dalam hidup sehari-
hari. Tujuan pembelajaran PKn adalah mampu membentuk warga Negara untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara seperti yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
2.1.4 Metode Pembelajaran 2.1.4.1 Pengertian Metode
Metode merupakan teknik atau cara yang harus dilalui untuk melakukan suatu pekerjaan dalam rangka mencapai suatu tujuan Roestiyah, 1998:1, sama
halnya dengan Sunaryo 1995:73 yang berpendapat bahwa metode adalah cara-
cara yang ditempuh untuk mencapai suatu hasil yang memuaskan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode adalah cara yang
dianggap efisien yang digunakan untuk mencapai hasil yang memuaskan.
2.1.4.2 Pengertian Metode Pembelajaran
Metode di dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran
untuk mencapai suatu tujuan. Pasaribu 1983:13-15 mengutarakan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan,
dengan pemilihan dan penggunaan metode dalam pembelajaran bertujuan untuk mempermudah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Hal serupa
juga diutarakan oleh Surakhmad dalam Wasimin 2009:3 bahwa metode pembelajaran adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mengelola proses
belajar mengajar sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Roestiyah 1998:1 berpendapat bahwa metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang
dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan
siswa dengan baik. Penggunaan metode secara tepat dan akurat, membuat guru mampu mencapai tujuan dalam pembelajaran, jadi guru sebaiknya menggunakan
metode mengajar karena melalui metode pembelajaran guru dan siswa akan mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif dan efisien.
2.1.5 Dongeng 2.1.5.1 Pengertian Dongeng
Dongeng merupakan satu dari beberapa jenis cerita anak. Agus 2008:11 menjelaskan bahwa dongeng merupakan cerita berisi hiburan juga ajaran moral,
selain itu dongeng menurut Alfandiyar 2007:23-24, dongeng merupakan salah satu cara yang efektif mengembangkan aspek-aspek kognitif pengetahuan afektif
perasaan, sosial, dan aspek kognitif penghayatan anak-anak, selain itu dongeng pun dapat membawa anak-anak pada pengalaman-pengalaman baru yang belum
pernah dialaminya. Pendapat dari Endraswara 2002:115 mengungkapkan bahwa cerita anak pada dasarnya demi perkembangan anak, karena di dalamnya
mencerminkan liku-liku kehidupan yang dapat dipahami oleh anak, melukiskan perasaan anak, dan menggambarkan pemikiran-pemikiran anak, sementara
Sugihastuti 1996:69 menuturkan bahwa cerita anak adalah media seni yang mempunyai ciri-ciri tersendiri sesuai dengan selera penikmatnya dan tidak
seorang pengarang cerita anak-anak mengabaikan dunia anak-anak. Penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng untuk anak merupakan cerita anak yang
berisi ajaran moral dan hiburan di mana terdapat liku-liku kehidupan untuk mengajari anak sesuai dengan pemahaman mereka demi merangsang
perkembangan anak. Dunia anak-anak tidak dapat diremehkan dalam proses kreatifnya, maka dari
itu cerita anak diciptakan oleh orang dewasa seolah-olah merupakan ekspresi diri anak-anak lewat bahasa anak-anak. Priyono 2006:3 dalam bukunya
mengelompokkan dongeng sebagai berikut:
1. Dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat legenda 2. Dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang fabel
3. Dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara 4. Dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan nenek moyang mite
5. Dongeng yang berkaitan dengan cerita rakyat.
Pengelompokkan dongeng di atas juga menjadi pilihan bagi seseorang untuk memilih dongeng mana yang akan digunakan sebagai dongeng untuk diceritakan
kepada anak Bimo 2011:37 pemilihan tema cerita menjadi penting dikarenakan dalam memilih dongeng kita harus selalu sesuai dengan tema, kondisi acara, siapa
audience kita yang semuanya akan menentukan materi atau isi dongeng kita.
2.1.5.2 Ciri-Ciri Cerita Anak
Endarswara 2002:119 mengatakan bahwa ada tiga ciri-ciri cerita anak, yakni:
1. Berisi sejumlah pantangan, yang dimaksud adalah dalam cerita hanya hal-
hal tertentu saja yang boleh diberikan dan tidak semua harus disampaikan perlu ada penyesuaian.
2. Penyajian secara langsung, kisah yang ditampilkan memberikan uraian
secara langsung, tidak berkepanjangan. 3.
Memiliki fungsi terapan, yakni memberikan pesan dan ajaran kepada anak- anak.
2.1.5.3 Unsur-Unsur dalam Cerita Anak
Lustantini 1998:16 penyebab ketertarikan audience pada dongeng yang akan disampaikan tidak terlepas dari empat unsur penting dongeng. Unsur-unsur
tersebut haruslah ada dalam cerita anak yang akan dibawakan. Unsur-unsur pembangun cerita anak tersebut, antara lain:
1. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan
dalam berbagai peristiwa yang ada dalam cerita. Tokoh dapat memiliki dua sifat, yaitu protagonis karakter yang melambangkan kebaikan,
menunjukkan sikap positif dan merupakan contoh yang layak ditiru dan antagonis karakter yang berlawanan dengan tokoh protagonis,
merupakan karakter yang harus dijauihi perbuatannya. 2. Latar atau setting
Latar setting yaitu tempat maupun waktu terjadinya cerita. Latar merupakan keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Latar ada dua macam, yaitu latar sosial mencakup penggambaran
keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup maupun bahasa dan latar fisik atau material mencakup tempat
seperti bangunan atau daerah. 3. Tema dan Amanat
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya.Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan cerita rekaan oleh pengarangnya Aminuddin dalam
Siswanto, 2008:161. Tema merupakan konsep abstrak yang dimasukkan
pengarang ke dalam cerita yang ditulisnya. Berikut penjelasan tentang tema:
a. Tema adalah arti pusat yang terdapat dalam cerita.
b. Pengarang menampilkan tema karena ada maksud tertentu atau pesan
yang ingin disampaikan dan maksud atau pesan yang ingin disampaikan itu disebut amanat.
Amanat adalah gagasan yang mendasari suatu pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar Siswanto,
2008: 162 jadi, amanat merupakan gagasan yang mendasari karya atau suatu pesan baik tersirat maupun tersurat dalam suatu karya.
4. Alur Alur adalah konstruksi mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara
logis dan kronologis saling berkaitan yang dialami oleh pelaku. Sudjiman dalam Siswanto 2008: 159 menyatakan bahwa alur adalah peristiwa
yang diurutkan membangun pokok cerita. Alur ada dua macam, yaitu alur lurus dan alur sorot balik. Alur lurus adalah peristiwa yang disusun
mulai dari awal, tengah kemudian akhir yang diwujudkan dengan pengenalan, mulai bergerak, menuju puncak dan penyelesaian. Alur sorot
balik adalah urutan peristiwa uang dimulai dari tengah, awal, akhir atau sebaliknya. Alur ditutup dengan ending, yaitu happy ending bahagia
atau sad ending sedih. Unsur-unsur penting di atas merupakan kunci ketertarikan pada suatu
dongeng. Unsur-unsur di atas mempermudah siswa dalam memahami cerita anak.
Keempat unsur-unsur dalam cerita anak meliputi tokoh, latar, tema dan amanat, akan menjadi bahan penelitian, sedangkan alur tidak termasuk dalam kompetensi
yang akan diteliti oleh penulis dikarenakan materi ajar kelas 2 tematik maka akan memasukkan mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk mengidentifikasi unsur
cerita.
2.1.6 Mendongeng 2.1.6.1 Pengertian mendongeng
Menurut Agus 2008:14 mendongeng merupakan kegiatan bercerita atau menuturkan cerita secara lisan, di samping itu kegiatan bercerita seperti
mendongeng ini juga dinilai efektif karena cerita umumnya lebih berkesan daripada nasihat murni, selain itu melalui cerita manusia dididik untuk mengambil
hikmah tanpa merasa digurui Bimo, 2011:16. Mendongeng ialah kegiatan menceritakan sesuatu ke pada penonton audience dengan tujuan menyampaikan
pesan dengan bantuan media yang bercerita tidak disebut dalang tetapi pendongeng selain itu, bahan-bahan yang digunakan tidak terikat pada pakem-
pakem tertentu seperti, adanya musik pengiring, waktu pementasan, dan bahan yang digunakan jadi, para pendongeng dapat memodifikasinya tergantung pada
kreativitas pendongeng dan sesuai dengan bahan yang ada. Mendongeng juga memanfaatkan beberapa media dalam penyampaiannya seperti wayang, boneka,
gambar, kostum, tata rias dan properti lainnya.
2.1.6.2 Pelaksanaan Mendongeng
Sebelum melaksanakan kegiatan mendongeng, hendaknya melakukan berbagai macam persiapan mulai dari langkah dalam mendongeng, pemilihan
cerita, kiat-kiat dalam mendongeng, hal-hal yang harus diperhatikan dan perlengkapan mendongeng. Berikut hal-hal yang harus dicermati dalam
pelaksanaan mendongeng:
a. Langkah dalam Mendongeng
Abdul Aziz 2002:30-34 menjelaskan langkah-langkah mendongeng dalam proses pembelajaran yaitu:
1. Pemilihan Cerita
Dalam mendongeng hendaknya memilih cerita yang benar-benar dikuasai atau sudah paham cerita dalam dongeng, sebab cerita yang akan
disampaikan, khususnya apabila diambil dari buku ini, memuat berbagai cerita dengan aneka bentuk, sedangkan jika mengambil bahan selain dari
buku ini maka sebaiknya guru memilih satu bentuk cerita saja. 2.
Persiapan Masuk Kelas Sebelum masuk kelas, guru hendaknya mempersiapkan segala sesuatu yang
akan digunakan dalam mendongeng, yang perlu diketahui bagi para guru bahwa setiap menit waktu yang digunakan untuk berfikir dan mengolah
cerita sekaligus mempersiapkannya sebelum pelajaran dimulai, akan membantu dalam penyampaian cerita dengan mudah. Begitu juga saat
menggambarkan berbagai peristiwa di hadapan anak-anak, ia dapat melakukannya dengan jelas. Ia mampu karena ia telah memikirkannya,
merancang gambaran alur cerita dengan jelas, dan menyiapkan kalimat- kalimat yang akan disampaikannya sebelum masuk kelas.
3. Posisi Duduk Siswa
Ketika bercerita, yang diharapkan adalah perhatian para siswa dengan sepenuh hati dan pikiran mereka, oleh karena itu guru harus dapat
menguasai cerita yang disampaikan dengan baik, sehingga mereka dapat mengikuti jalan cerita. Keperluan ini digunakan ketika penceritaan
berlangsung, para siswa hendaknya diposisikan secara khusus, tidak seperti waktu mereka belajar menulis dan membaca, karena yang terpenting adalah
siswa dapat menerima cerita yang disampaikan secara aktif, tidak duduk sesukanya dan kalau perlu mereka dapat berdiri sejenak. Suasana seperti ini
akan jauh dari kesan resmi, tidak seperti umumnya pelajaran lain dan tidak lupa diantara guru dengan murid harus terjalin keakraban yang wajar.
Selain itu Agus 2002:99 juga menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mendongeng ialah sebagai berikut:
1. Berkonsentrasi untuk mengingat kembali dongeng yang akan dibawakan.
Mencoba mengingat urutan cerita, tokoh-tokoh dalam dongeng, dan membayangan seperti apa dongeng akan dibawakan.
2. Mempersiapkan kejutan-kejutan untuk diberikan kepada anak-anak
ketika proses mendongeng. 3.
Buatlah kartu pengingat untuk mempermudah alur cerita. Kartu pengingat berisi tulisan pendek hanya untuk pengingat dan bisa ditempel
dibelakang gambar.
4. Setelah semua siap, mulailah dengan menyapa anak-anak.
5. Setelah menyapa kemudian mulailah dengan mendongengkan cerita
untuk anak-anak. Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti menggabungkan ke dalam 6
langkah pokok di mana setiap langkah-langkah yang menyerupai atau sama akan dijadikan sebagai satu langkah. 6 langkah dalam mendongeng antara lain:
1. Pemilihan cerita yang sesuai dengan materi pelajaran.
Pemilihan cerita didasarkan pada materi yang akan dipelajari, cerita akan dibuat sendiri sehingga siswa akan lebih mudah menangkap isi dan jalan
cerita yang akan dibawakan. 2.
Mengkondisikan siswa di kelas. Guru akan mulai dengan mempersiapkan siswa sebelum dongeng
dimulai, menarik perhatian siswa dengan menyapa, nyanyian dan mengubah posisi duduk agar tidak monoton.
3. Menunjukkan media yang akan digunakan pada siswa.
Guru akan menunjukkan media pada siswaa, sehingga siswa akan merasa tertatik di awal dan menunggu penggunaan media. Adapun media yang
digunakan berbeda di setiap pertemuan yakni: boneka flanel, wayang karton, papan background, kostum dan buku raksasa.
4. Guru mendongeng menggunakan media dengan melibatkan siswa.
Penggunaan media akan melibatkan siswa, di mana sesaat siswa akan menjadi tokoh dongeng dengan menggunakan boneka flanel atau