guru pada saat mengerjakan dekorasi keramik, sehingga menimbulkan kesulitan dan kebingungan, namun siswa tetap berusaha untuk mengatasi hal tersebut
dengan berbagai kegiatan dengan berdasarkan motivasinya.
c. Guru sebagai Demonstrator
Berdasarkan pernyataan Siti Nurhayati hasil wawancara, Mei 2014 bahwa guru jarang memperagakan penerapan dekorasi keramik pada saat
pembelajaran dekorasi keramik. Dalam pembelajaran dekorasi keramik guna mempermudah
pemahaman siswa
mengenai keteknikan
guru perlu
mendemonstrasikannya. Pengetahuan siswa akan lebih baik dengan melihat secara langsung guru memperagakan, kemudian siswa mempraktikannya sendiri dengan
kemampuan dan kreativitasnya. Tanpa adanya sebuah demonstrasi pemahaman yang didapatkan siswa mengenai pembentukan dekorasi keramik menjadi kurang.
Pemahaman siswa yang kurang mengenai keteknikan dekorasi keramik tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kenapa siswa hanya menerapkan
teknik dekorasi toreh, terawang, dan ukir. Hal ini dikarenakan siswa hanya terbiasa mengguanakan teknik tersebut. Siswa jarang melihat keteknikan yang
lain, baik keteknikan yang ada di studio keramik maupun yang diperagakan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan Prayanto Juni 2014, keteknikan yang biasa
diajarkan oleh guru hanyalah teknik burnishing, terawang, tempel, dan ukir. Hal ini dengan sangat jelas menjelaskan salah satu sebab kenapa siswa selama ini
hanya menerapkan dekorasi keramik dengan beberapa keteknikan saja. Apabila guru hanya tersbiasa mendemonstrasikan keteknikan tersebut saja, maka akan
menjadikan siswa hanya memahami dan mengetahui keteknikan itu saja, sehingga
akan menimbulkan keterampilan dan kreavitas siswa menjadi terbatas pada keteknikan
tersebut saja.
Maka dari
itu, kurangnya
guru untuk
mendemonstrasikan keteknikan dekorasi keramik memiliki pengaruh yang besar terhadap tumbuh kembang keterampilan dan kreativitas siswa.
d. Guru sebagai Fasilitator
Berdasarkan hasil observasi Mei 2014 menunjukkan fasilitas yang ada di studio keramik sudah lengkap menunjang proses pembelajaran dekorasi keramik,
namun dalam pembelajaran praktik dekorasi keramik kurang dimaksimalkan. Berdasarkan hasil karya siswa hanya satu karya yang menggunakan engobe
pewarna tanah; pada saat pembelajaran tidak ada siswa yang menggunakan tanah liat warna pada dekorasinya; penggunaan alat yang kurang tepat, seperti
membuat gambar dan tekstur pada permukaan badan keramik dengan pensil, membuat lobang dengan menggunakan pisau pemotong, serta membersihkan
kotoran pada dekorasi dengan spons. Siswa kurang dapat memaksimalkan alat dan bahan yang tersedia di studio keramik. Hal ini menyebabkan dekorasi yang
dihasilkan siswa kurang maksimal. Padahal apabila siswa dapat memaksimalkan fasilitas yang ada di studio keramik akan menjadikan dekorasi keramik menjadi
bervarisi, seperti penggunaan engobe untuk pewarnaan dekorasi, penggunaan tanah liat warna untuk pembentukan badan keramik, serta gibs untuk membuat
cetakan dekorasi teknik impress. Hanya saja dikarenakan fasilitas tersebut tidak dimaksimalkan, dekorasi keramik yang dihasilkan siswa menjadi monoton, dan
kemampuan siswa dalam menggunakan fasilitas tersebut menjadi kurang. Dengan
demikian, kreativitas siswa pun juga kurang optimal karena tidak terbiasa menggunakan fasilitas yang ada.
2. Sistem Pembelajaran Dekorasi Keramik