Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
21
6. AKSES MULTIPIHAK DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN
RAJUNGAN
PORTUNUS PELAGICUS
LINN. DI KABUPATEN BARRU
Letty Fudjaja
1
, Didi Rukmana
2
, Radi A. Gany
3
, Jamaluddin Jompa
4
, Heliawaty
5
1 2 3 5
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar
4
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar E-mail: letty_fdjyahoo.com
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis pengguna akses, kontrol aksesdan pemeliharaan aksesmultipihak
terhadap rajungan dalam sistem pengelolaan perikanan rajungan di Kabupaten Barru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis
stakeholder untuk mengidentifikasi dan memetakan para aktor serta analisis akses terhadap sumberdaya rajungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rajunganatau
blue swimming crab terancam keberlanjutannya, karena dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab oleh berbagai pihak. Ada tiga pihak
utama yang berperan penting dalam pengelolaan rajungan Kabupaten Barru yaitu pihak pemerintah, swastapengusaha, dan masyarakat nelayan. Ketiga kelompok aktor ini melakukan hubungan-hubungan yang
kompleks dalam suatu sistem pengelolaan perikanan rajungan dan saling berkompetisi dalam hal akses terhadap sumberdaya rajungan. Terdapat ketimpangan dalam akses sumberdaya antara pengguna akses,
kontrol akses dan pemeliharaan akses multipihak terhadap rajungan di Kabupaten Barru, dimana kontrol dan pemeliharaan akses lebih menjadi tanggungjawab pihak pemerintah, sementara pengguna akses didominasi
pihak swasta dan masyarakat nelayan. Kebijakan pengelolaan rajungan tidak efektif. Penegakan kebijakan pengelolaan rajungan yang lemah memperparah kondisi keberlanjutan rajungan di Kabupaten Barru.
Kata kunci: Rajungan Blue Swimming Crab, multipihak, pengelolaan, akses, kebijakan
PENDAHULUAN Rajungana atauBlueswimming crabmerupakansalahsatukomoditasekspor yang prospektifdansemakin
Diminati oleh pasar dunia, karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi . Komoditi ini diekspor terutama Amerika dan seperti China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan sejumlah negara eropa lainnya.
Permintaan akan rajungan yang tinggi semakin mendongkrak harga rajungan di pasaran. Data KementerianKelautandanPerikananIndonesia,mencatatsetiaptahunnyanilaieksporkepitingdanrajunganmengala
mipeningkatan.Padatahun 2007,total volume ekspor kepitingsejumlah 21.510 ton dengannilai 170.000.000 USD dan pada tahun 2011, total volume ekspor kepiting mencapai 23.000 ton senilai 262.000.000 USD.
Rajungan menyumbang 8 persen dari total nilai ekspor hasil perikanan di tahun 2011, dan menempati urutan keempat terbesar setelah udang 38, ikan lain 32, dan tuna 15 Fishery Improvement Project
FIP, 2013. Salah satu sentra rajungan adalah Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.Sayangnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia dan tekanan terhadap lingkungan
sumberdaya hayati laut, ketersediaanrajungan di Indonesia terusturun 20
–30 persensetiaptahun Anonim, 2012. Saat ini, populasi alami rajungan sudah dalam kondisi overfishing karena eksploitasi berlebih terhadap
rajungan tanpa diimbangi upaya-upaya serius untuk pemulihannya. Sulistiono, dkk. 2009 melaporkan tingkatpenangkapanyangdilakukandi perairan utara Jawa Panimbang, Labuhan, Serang, Cirebon, Rembang,
barat Sulawesi Barru, Maros, Nusa Tenggara Barat Teluk Bima telahmelampauibatas optimal yaitu sekitar 113,68 persen , padahal seharusya tingkat optimasi pemanfaatan sumber daya kepiting rajungan di perairan
ini adalah sebesar 43, 10 .
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
22
Berdasarkan data statistik perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, penurunan produksi rajungan di Kabupaten Barru dalam kurun waktu 2009-2012, rata-rata sebesar 3.886,5 ton per tahun. Fenomena ini secara
riidirasakannelayan dengansemakinmenurunnyahasiltangkapanbaikdarisegikualitasmaupunkuantitas. Dampak sistemik kelangkaan rajungan dapat berujung pada kesengsaraan semua pihak jika tidak segera
diantisipasi.Dalam mengelola laut dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya, Russ dan Zeller menyebutkan ada 3 pihak utama yang memegang peranan penting yakni negara state, pasar market dan
masyarakat civil society Satria, 2009. Ketiga pihak tersebut saling berinteraksi dalam pola-pola hubungan yang kompleks dalam suatu sistem pengelolaan perikanan rajungan.
Masing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan mereka melakukan politisasi dalamenerapan strategi yang paling menguntungkan baginyadalam mengakses sumberdaya perikanan
rajungan.Tarik menarik kepentingan dalam interaksi multipihak iniseringkali berujung konflik, baik konflik terbuka atau terselubung. Oleh karena itu, perlu dianalisis bagaimana akses multipihak terhadap sumberdaya
perikanan rajungan di Kabupaten Barru, agar dapat disusun strategi dan kebijakan yang tepat dalam mengelola sistem perikanan rajungan yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakandi Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi penelitian secara
sengaja
Purposive sampling dengan pertimbanganlokasi tersebut representasi dari komunitas pengelola rajungan yang memberikan gambaran dinamika proses penangkapan, pengolahan dan perdagangan
rajungan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam
in-depth interview terhadap sejumlah informan yang dipilih dengan teknik snowball dengan prinsip triangulasi Miles dan Huberman, 1992 dan pengamatan langsung
participant observation.Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara dengan informan dari kelompok pemerintah 2 informan, swastapengusaha 3 informan, dan nelayan 15 informan, sementara data sekunder diperoleh dari instansi terkait, laporan
penelitian, literatur dan karya ilmiah.Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis stakeholder dan analisis akses multipihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan rajungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Historis Pengelolaan Perikanan Rajungan Kabupaten Barru
Dalam perspektif sejarah, pengelolaan perikanan rajungan di Kabupaten Barru diawali saat masuknya perusahaan
Phillips Seafoodsdi
Pare-pare pada
tahun 90-an.Phillips
Seafood adalah
perusahaanpengolahanhasilperikananyangbermarkas di AmerikaSerikat AS. Perusahaan ini menjadiimportirterbesarrajunganproduksi Indonesia, yang dimulai sekitar tahun 1994-1998
akibat kenaikan permintaan dari luar negeri, terutama dari Amerika Serikat. Sebelum tahun ini, komoditas rajungan hanya dikonsumsi secara lokal dan harganya juga sangat rendah.Secara lokal rajungan dikenal
dengan sebutan „bukkang‟. Seiring perkembangan perdagangan rajungan, nilai ekonomis rajunganpun semakin meningkat. Pemerintah
Daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, tidak menyia-nyiakan potensi daerah tersebut yang dapat menyumbang cukup besar terhadap pendapatan daerah. Saat ini, komoditas rajungan merupakan salah satu
komoditas unggulan daerah Barru. Interaksi Multipihak Dalam Pengelolaan Perikanan RajunganKabupaten Barru
Perdagangan rajunganhinggasaatinimasihmengandalkanhasiltangkapannelayan di laut, sehinggadikhawatirkanakanmempengaruhipopulasirajungan di alam. Selain itu, sifat sumberdaya rajungan
yang
open acces, membuat siapa saja dapat mengaksesmengambil manfaat untuk berbagai kepentingankebutuhan. Mengingat habitat rajungan yang berada tidak jauh dari pesisir pantai, maka
rajungan mudah ditangkap dan biaya operasional penangkapannya rendah. Sementara harga rajungan di pasar domestik dan luar negeri cukup tinggi. Hal ini mendorong berbagai pihak berlomba untuk terjun ke
industri rajungan karena dapat memberikan keuntungan yang besar.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
23
Banyaknya pihak yang terlibat dalam perikanan rajungan dengan berbagai tingkat kepentingan dan pengaruh yang berbeda-beda seringkali menimbulkan konflik. Secara umum, para pihak yang terlibat dalam perikanan
rajungan di kabupaten Barru, dikelompokkan menjadi 3 yakni : 1 kelompok Pemerintah : mempunyai dua fungsi sekaligus baik sebagai pihak penguna maupun pelindung sumberaya ala ekosistem rajungan .
Dalam pelaksanaanfungsigandanya tersebut,seringmengalamikonflikkepentingan. Beberapa kebijakan dan program pemerintah yang dibuattidakmampuuntukmemecahkanmasalahlingkungandalamberbagai level.
Tidak ada koordinasi yang baik antar instansi pemerintah terkait pengembangan perikanan rajungan berkelanjutan dan lestari. Hasil musrembang yang melibatkan masyarakat nelayan dan pemerintah, belum
menyentuh upaya-upaya pengelolaan dan pelestarian sumberdaya. Paket program yang dibuat lebih kepada peningkatan produksi perikanan. 2
Kelompok Pengusaha: adalah pihak yang memperjualbelikan rajungan namun tidak secara langsung melakukan penangkapan rajungan di laut. Kelompok ini fungsinya sebagai
pihak pengguna, dimana aktivitas pengelolaan industri rajungan banyak memaksimalisasi ekstraksi rajungan yang akan diekspor ke negara maju. 3
Kelompok Nelayan: ada tiga kategori nelayan yang beroperasi di wilayah sentra rajungan di Kabupaten Barru, yakni: nelayan yang murni hanya menangkap rajungan, nelayan
yang menangkap rajungan dan komoditi laut lainnya nelayan campuran, dan nelayan yang tidak menangkap rajungan non-rajungan. Sebagai kelompok akar rumput
grassroot community, nelayan merupakan pihak yang paling lemah, khususnya dalam relasi kekuasaan pengelolaan sumberdaya. Komunitas
ini selalu mengalami proses marjinalisasi dan rentan terhadap berbagai bentuk degradasi lingkungan. Hal ini karena masyarakat nelayan tidak hanya lemah secara politik, tetapi juga secara hukum dibanding pihak-
pihak lain dalam mengendalikan pemanfaatan rajungan.
Akibatnya, nelayan seringkali menjadi korban dan dipojokkan sebagai yang bertanggung jawab untuk mengatasi kersakan lingungansumberdaya.Adapun alat tangkap rajungan yang digunakan oleh
nelayan sendiri adalah jarring gillnet, bubu lipat dan trawl mini. Setidaknya ada 13pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan rajungan di Kabupaten Barru dengan kepentingan yang berbeda-beda, belum
termasuk importir dan konsumen luar negeri lainnya lihat Tabel 1. Tabel 1. Kepentingan Multipihak Atas Sumberdaya Perikanan Rajungan di Kabupaten Barru
No. PihakAgen
Kepentingan atas sumberdaya 1
DKP Kab Barru Perlindungandanpelestariansumberdaya perikanan,konservasi,
pengaturanpengelolaan,pemanfaatandanpenerapanperaturan. 2
Lembaga PenyuluhPerikanan Pendampingan dan pembinaan terhadap para nelayan
3 Polisi Air
Patroli wilayah penangkapan untuk menegakkan hukum yang melarang praktek penangkapan komoditas perikanan yang
merusak lingkungan.
4 Jaksa
Penegakan hukum bagi pihak yang melakukan praktek illegal penangkapan sumberdaya perikanan.
6 Individu nelayan rajungan
Akses sumberdaya rajungan 7
Individu nelayan campuran Akses sumberdaya rajungan dan perikanan lain
8 Individu nelayan non-rajungan Akses sumberdaya perikanan non rajungan
9 PengumpulPedagang Kecil
Membeli sumberdaya rajungan dari beberapa nelayan rajungan dan campuran untuk dijual ke pengumpul besar
10 PengumpulPedagang Besar
Membeli sumberdaya rajungan dari nelayan dan pengumpul kecil untuk dijual ke miniplant atau eksportir.
11 Pekerja
untuk pengusaha
miniplant atau eksportir Menimbangrajungan dari pengumpul kecil dan nelayan.
12 Pengusaha Miniplant
Membeli sumberdaya rajungan dari pengumpul besar untuk dijual ke eksportir.
13 Eksportir
Membeli sumberdaya rajungan dari pengumpul besar dan miniplant untuk dijual ke luar negeri.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
24
Dalam memperjuangkan kepentingannya multipihak saling berinteraksi di dalam jaringan penangkapan, jaringan pemasaran dan jaringan pengawasan dan penegakan hukum. Dalam jaringan penangkapan,
terdapat tiga jenis agen yang berinteraksi yakni nelayan rajungan, nelayan campuran dan nelayan non rajungan, dimana mereka bersama-sama melakukan penangkapan pada satu wilayah yang sama. Kondisi ini
sering menimbulkan konflik karena beberapa nelayan non rajungan menggunakan trawl mini, selain alat tangkap tersebut tidak memiliki izin, juga sering mengakibatkan kerusakan atau hilangnya alat tangkap jaring
danatau bubu nelayan rajungan dan campuran, yang lebih parah lagi adalah rusaknya habitat rajungan karena terkikis oleh alat tangkap mini trawl tersebut.
Meskipun belum muncul sebagai konflik terbuka, namun kecemburuan sosial dan rasa tidak puas terhadap kebijakan yang ada harus mendapat perhatian dan dicarikan solusi terbaik.
Baik nelayan rajungan, campuran, maupun non rajungan sangat terikat dalam hubungan patron-
klien dengan pengumpulpedagang besar rajungan sebagai punggawa bonto juragan di darat. Hubungan ini bertahan melalui kesepakatan tidak tertulis dan ikatan utang. Para punggawa menyediakan perahu,
mesin, alat tangkap dan modal awal yang dibutuhkan nelayan untuk menangkap rajungan dan komoditi laut lainnya,
rata-rata nilainya sebesar Rp. 3.500.000,- hingga Rp. 5.000.000,-, tapi mereka harus menjual hasil tangkapan kepada punggawa tersebut. Selama setahun, hasil tangkapan nelayan bervariasi: a Pasokan
rajungan tinggi, terjadi pada Bulan November hingga Bulan JanuariFebruari, b Pasokan rajungan rendah, terjadi pada Bulan Maret hingga Bulan April, dan c Pasokan rajungan banyak yang bertelur, terjadi pada
Bulan Mei hingga Bulan Agustus.
Pada puncak produksi seorang nelayan dapat menangkap rajungan hingga 20 kg, namun pada saat paceklik nelayan bisa tidak mendapatkan apa-apa nihil. Pada saat paceklik peran para punggawa terhadap
nelayannya menjadi lebih besar, mereka harus menyediakan pendapatan untuk kebutuhan harian rumah tangga nelayan. Para punggawa mempertahankan nelayannya dengan menjaga kontrol hutang mereka
kepadanya.
Dalam jaringan pemasaran, terdapat berbagai agen yang berinteraksi: para pengumpul rajungan skala kecil bertanggung jawab memberikan rajungan kepada punggawa mereka, para punggawa pengumpul
skala besar bertanggung jawab memberikan rajungan kepada bos mereka, para bos baik pemilik miniplant ataupun eksportir bertanggung jawab memberikan rajungan kepada importir yang bertanggung jawab
menyalurkan kepada konsumen. Pada tiap tingkatan, harga pembelian rajungan berbeda-beda: harga di tingkat nelayan adalah Rp.20.000,- per kilogram, harga di tingkat pengumpul kecil adalah Rp.22.000,- per
kilogram, harga di tingkat pengumpul besar adalah Rp.25.000,- per kilogram untuk pembelian rajungan matang RC =
Raw Cook oleh miniplant dan Rp.37.000,- per kilogram untuk pembelian RC oleh eksportir. Saat ini, masih ditemukan rajungan-rajungan kecil 8 cm dan bertelur yang diperjualbelikan. Padahal telah
ada aturan yang dikeluarkan pemerintah dan telah disosialisasikan, baik melalui kelompok pemerintah maupun swasta APRI-Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia bahwa karena adanya kekhawatiran para
importir utama AS akan berkurangnya pasokan rajungan dari alam terutama Asia seperti Indonesia dan Philipina, serta ditengarai masih berlangsungnya penangkapan rajungan yang tidak ramah lingkungan, maka
diharapkan para pelaku usaha rajungan tidak menerima bahan baku rajungan yang berukuran dibawah 8 cm. Karena pada ukuran 8 cm, rajungan tersebut sekurang-kurangnya telah bertelur sekali sehingga
kesinambungan
sustainability sumberdaya rajungan dapat terjaga atau lestari. Akan tetapi jika tidak ada upaya serius untuk menjaga dan memulihkan kondisi rajungan, maka rajungan di Barru dapat punah karena
terus dieksploitasi KKP, 2011. Sementara dalam jaringan pengawasan dan penegakan hukum, yang banyak terlibat adalah dari
lembaga pemerintah, yaitu DKP Barru, Lembaga Penyuluh, Polisi Air, Jaksa. Meski demikian sangat sulit bagi mereka untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum khususnya terkait penggunaan alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan. Terlalu banyak kompromi dan uang suapbagi oknum-oknum penegak hukum untuk praktek-praktek penangkapan yang illegal. Akibatnya dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan
penegakan hukum hanya sebatas formalitas dan kurang memiliki efek untuk perbaikan pengelolaan rajungan.Berdasarkan Tabel 1, tersirat bahwa kelompok pengusaha rajungan dan masyarakat nelayan, tidak
terlibat dalam upaya-upaya menjaga kelestarian rajungan, mereka hanya mengambil hasil tanpa
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
25
memperhatikan bagaimana kondisi rajungan saat ini. Hal ini tercermin juga dalam hubungan-hubungan yang terjalin dalam jaringan penangkapan, pemasaran, pengawasan dan penegakan hukum Gambar 1.
Gambar 1. Interaksi Multipihak dalam Jaringan Pengelolaan Perikanan Rajungan Pengelolaan kawasan rajungan tidak dapat berjalan secara harmonis dan berkesinambungan manakala tidak
dilaksanakan secara komprehenship dan pola kolaboratif. Multipihak yang berkepentingan merupakan elemen penting yang tidak bias diabaikan dalam proses pengelolaannya. Dalam jaringan pengelolaan
perikanan rajungan, hubungan
– hubungan antar pihak umumnya dilakukan antar individu atau antar orang. Substansi pengawasan lebih kepada pengawasan bisnis peningkatan produksi rajungan, sementara
pengawasan pelaksanaan pengelolaan rajungan yang ramah lingkungan sangat terbatas. Akses Multipihak Terhadap Pengelolaan Perikanan Rajungan
Akses menurut Ribot dan Peluso 2003 merupakan kemampuan untuk mendapatkan sesuatu baik dalam bentuk benda, jasa, ilmu pengetahuan, dan lain
– lain melalui individu , organisasi ,komunitas masyarakat , kelompoktani, dan sebagainya.
Kepentingan multipihak dalam pengelolaan akses sumberdaya perikanan rajungan Kabupaten BarruTabel 1 menunjukkan keragaman penggunaanakses,dan melihat mekanisme pengelolaan akses siapa
dan mendapatkan apa di dalam system perikanan rajungan tersebut. Mekanisme akses dari pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan di lokasi penelitian mengacu pada Ribot dan Peluso, 2003 disajikan dalam
Tabel2 di bawah ini : Tabel 2. Peran Multipihak Berdasarkan Mekanisme Akses Sumberdaya Perikanan Rajungan Kabupaten Barru
Multipihak Mekanisme Akses
Penggunaakses Gain
Kendaliakses Memeliharaakses
Control acces Maintain akses
DKP Kab Barru √
√ Lembaga Penyuluh Perikanan
√ Polisi Air
√ Jaksa
√ Kelompok tani nelayan
√ Individu nelayan rajungan
√ Individu nelayan campuran
√
6 7
8
Jaringan Penangkapan
1 2
3 4
5
Jaringan Pengawasan penegakan hukum
Keterangan: : Pasokan rajungan
: Pengawasan Jaringan Pemasaran
12 10
9 ?
?
11 13
Importir LN Konsumen LN
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
26
Multipihak Mekanisme Akses
Penggunaakses Gain
Kendaliakses Control acces
Memeliharaakses Maintain akses
Individu nelayan non-rajungan √
PengumpulPedagang Kecil √
PengumpulPedagang Besar √
Pekerja untuk
pengusaha miniplanteksportir
√ Pengusaha Miniplant
√ Eksportir
√ Dinas Kelautan dan perikanan DKP Kabupaten Barru adalah pemegang wewenang terutama
mengendalikan akses sumberdaya periknan di wilayah perairan otonom kabupaten Barru. Jika control akses dilakukan dengan baik berdasarkan mekanisme tersebut di atas, konflikk atas pemanfaatan sumberdaya
alam akan dapat di tekan dan di eliminir , pada gilirannya akan dapat dilakukan upaya pengelolaan kolaboratif berdasarkan fungsi yang sebenarnya.Fakta menunujukan mekanisme tidak berjalan dan kurang
harmonisnya hubungan social dalam pemanfaatan sumberdaya .Koordinasi antar instansi pemerintah yang memegang kontrol akses tidak berjalan sebagaimana mestinya, seharusnya dapat mengatur pengguna akses
dan memelihara akses agar sumberdaya dapat terpelihara dan berkelanjutan.
Dengan melihat mekanisme yang ditunjukan Tabel 2 di atas, keragaman pemanfaatan sumberdaya tersebut sesungguhnya dapat berjalan jika system governance terhadap pengelolaan sumberdayaalam
berjalan dengan baik, sehingga tanggung jawab pemeliharaan akses menjadi tanggung jawab bersama. Saat ini, terjadi ketidakseimbangan antara penerima manfaat dan tanggung jawab pemeliharaan akses.
Ditinjau dari manfaat langsung, khususnya manfaat ekonomi yang diterima masing-masing pihak, kelompok nelayan yang menerimamanfaatbesaratassumberdaya, namundalam proses pengelolaanperikanan rajungan
aktivitasmereka sangat terbatas kaitannya dengan pemeliharaan, karenanelayan tidakmemilikipemahaman tentang konsep perikanan berkelanjutan, mereka yakin bahwa laut akan terus memberi mereka sumber
penghidupan dan rajungan tidak akan habis meski mereka menangkapnya setiap hari,padahal fenomena menghilangnya salah satu jenis ikan yang dikenal secara lokal dengan sebutan ikan
awu-awu di Kabupaten Barru sudah pernah terjadi. Ikan
awu-awu menurut ciri-ciri fisik yang dikemukakan para informan adalah ikan kembung lelaki
Rastrelliger kanagurta. Selain itu, kelompok pengusaha juga menerima manfaat besar atas sumberdaya, namun kurang
dalam tanggung jawab pemeliharaan sumberdaya. Hal ini karena tidak adanya tuntutan yang tegas dari Lembaga hukum .Sebagai pihak yang memiliki hak tertinggi dan wewenang terhadap pengelolaan perikanan
rajungan, DKP kabupaten Barru dalam kenyataannya kurang mengambil tanggung jawab dalam hal pengelolaan sehingga situasi di lapangan terjadi di komunikasi dan masyarakat nelayan yang bergantung
sepenuhnya kepada sumber daya rajungan tersebut.Penyebab pemasalahan tersebut antara lain 1 terdapat ketidakserasian atau ketimpangan di atara perarturan perundangan terkait pengendalian sumberdaya laut,
khususnya dalam hal ancaman sanksi pidana terhadap pelanggaran hukum. 2 DKP dalam pelaksanaan pemanfaatansumberdaya
perikanandilapangan cenderungmengejar
targetpendapatandaerah yang
telahditetapkansetiaptahunanggaran target APBD subsektor perikanan. Ini tercermin dari kebijakan- kebijakan DKP dalam pengembangan perikanan tangkap, salah satunya untuk perikanan rajungan dengan
target-target peningkatan produksi melalui bantuan pengadaan sarana dan prasarana penangkapan, seperti bantuan perahu
joloro, mesin, alat tangkap jaringdan bubu rakkang.Berdasarkan temuan di lapangan, bahwa DKP maupun PPL tidak secara rutin melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kelompok
nelayan. Kunjungan umumnya dilakukan hanya pada saat akan memberikan paket program bantuan, setelah itu
tidak dilakukan pemantauan, pembinaan dan pendampingan, serta evaluasi manfaat program terhadap
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
27
peningkatan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. Kebijakanprogram bantuan yang dibangun masih bersifat
charity, dan belum kepada pemberdayaan nelayan yang sesungguhnya.Ketigakomponenpengelolaan di atas akan dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh hubungan komunikasi dan jaringan kerja yang
harmonis networking anta pihak – pihak terkait.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dalam pengelolaan perikanan rajungan terdapat ketimpangan antara pengguna akses, kontrol akses dan pemeliharaan akses multipihak terhadap sumberdaya rajungan di Kabupaten Barru, dimana kontrol dan
pemeliharaan akses lebih menjadi tanggungjawab pihak pemerintah, sementara pengguna akses didominasi pihak swasta dan masyarakat nelayan. Kontrol yang tinggi dari pihak pemerintah, tidak membuat
pelaksanaan tanggung jawab pemeliharaan akses sumberdaya tinggi, disebabkan kebijakan pengelolaan rajungan tidak efektif, khususnya dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap kebijakan pengelolaan
rajungan yang lemah memperparah kondisi keberlanjutan rajungan di Kabupaten Barru. Saran
Dibutuhkan kolaborasi multipihak dalam pengelolaan rajungan berkelanjutan, sehingga dapat dicapai keserasian perbandingan yang proporsional dalam akses sumberdaya rajungan.
Dibutuhkan peraturan perundangan yang dapat mengatur hal-hal seperti sistem pengelolaan sumberdaya rajungan yang berkelanjutan, sistem informasi dan data statistic perikanan, sistem pengawasan, sistem
penegakan hukum, dan hal lainnya. DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
- Anonim, 2012. Ekspor Rajungan Terancam Sertifikasi. http:industri.kontan.co.idnewsekspor-
rajungan-terancam-sertifikasi-1 .
- Dinas Kelautan dan Perikanan. 2010. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan Tahun 2009.
Makassar: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. -
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2011. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan Tahun 2010. Makassar: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan.
- Dinas Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan Tahun 2011.
Makassar: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. -
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Sementara Statistik Perikanan Sulawesi Selatan Tahun 2012 Belum Dipublikasi. Makassar: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan.
- Miles, B. Matthew danHuberman, A. Michael.1992. Analisis Data Kualitatif.Jakarta: Universitas
IndonesiaPress. -
Ribot, J.C andPeluso N.L. 2003.A Theory of Access. Rural Sociological, 682, 153-181. -
Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit LkiS. -
Sulistiono,TNugroho,MZahid.2009.EkobiologidanPotensiPengembanganPerikananRajunganIndonesia. DepartemenManajemenSumberdayaPerairanFakultasPerikanan danIlmuKelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Sumber internet:
- FIP.
2013.Indonesian Blue
Swimming CrabFishery
Improvement Project.http:www.sustainablefish.orgfisheries-improvementcrabsindonesian-blue-swimming-crab.
- KKP. 2011. Rencana Penerapan Persyaratan Ekspor Rajungan Portunus pelagicus oleh National
Fisheries Institute NFI Amerika Serikat. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
28
7. MEMBANGUN KEJAYAAN PERKEBUNAN TEH RAKYATBUILDING