PERAN AKTOR DAN SISTEM INSENTIF DALAM TATANIAGA KOPI

Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 174

25. PERAN AKTOR DAN SISTEM INSENTIF DALAM TATANIAGA KOPI

RAKYAT DI JAWA TIMUR Luh Putu Suciati 1 dan Rokhani 2 Jurusan Sosial Ekonomi PertanianPS Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember 1 Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto Jember, Jawa Timur 68121 Email: suciati.fapertaunej.ac.id, rokhanisaidyahoo.com ABSTRAK Model gaming tataniaga kopi rakyat melibatkan tiga aktor player yaitu petani, Kelompok Tani dan perusahaan eksportir. Strategi tiap pemain berdasarkan upaya perbaikan kualitas kopi sesuai standar mutu kopi biji. Peran principle atau agent mempengaruhi respon terkait informasi dan harapan terhadap sistem insentif. Persoalan principal adalah bagaimana memberi struktur insentif reward structure kepada agent agar mau bekerja lebih produktif. Hubungan principal-agent merupakan respon terhadap informasi sepihak asimetric information yang akhirnya menimbulkan biaya agency berupa biaya transaksi. Usaha menurunkan biaya transaksi dapat dilakukan dengan mempertemukan kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agent dan principle, dikombinasikan dengan sistem monitoring yang efektif sehingga mengurangi ketidaksimetrisan informasi dan perilaku tidak jujur moral hazard. Interaksi antara para aktor dalam tataniaga kopi rakyat jika hanya satu kali saja one shot game akan meningkatkan biaya transaksi dan ketidakpercayaan baik dari petani ke kelompok tani maupun dari kelompok tani ke pihak perusahaan. Strategi dominan adalah sama-sama memilih harga terendah. Jika Petani sebagai agent memproduksi kopi kualitas rendah maka perusahaan tidak memberikan tambahan harga. Namun jika tataniaga kopi berlangsung berulang-ulang repeated game, para aktor cenderung kooperatif sehingga terjadi kerjasama saling menguntungkan. Namun kondisi tersebut hanya terjadi jika jumlah penjual sedikit, permintaan kopi dan biaya pasca panen yang stabil. Tindakan yang dilakukan tiap aktor player akan memperhatikan respon player lain. Strategi menerima sistem insentif melakukan proses olah kopi semi basah bukan merupakan strategi dominan bagi petani terkait biaya transaksi dan opportunity cost. Strategi dominan adalah strategi tit for tat artinya respon kerjasama player satu ditentukan oleh respon player 2. Kata kunci : principle –agent, game theory, tataniaga, kopi rakyat ABSTRACT Gaming model of coffee trading system involves three actors players are farmers, farmer groups and exporter company. Strategy of each player based efforts to improve the quality of coffee beans suitable with SNI coffee quality standards. Role of principle or agent affects the response information and expectations related to incentive systems. Principal issue is how to provide incentive structures reward structure to the agent in order to work more productively. Principal-agent relationship is a response to one-sided information asimetric information that ultimately lead to agency costs in the form of transaction costs. Lowered transaction costs can be done by bringing together the interests and objectives to be achieved by the agent and principle, combined with effective monitoring systems to reduce information asymmetry and dishonest behavior moral hazard. The interaction between the actors in the coffee trading system if only once or one- shot game will increase transaction costs and distrust both of farmers to farmer groups and farmer groups to parties of the company . Dominant strategy is equally choose the lowest price. If farmers as agent produces low quality coffee, the company did not provide additional price. But if the coffee trading took place repeatedly or repeated game, the actors tend to occur cooperative mutually beneficial cooperation . However, this condition only occurs if the number of sellers slightly, stability of coffee demand and post-harvest costs . Actions taken by actors players will notice another player response . Strategies receive incentive system to process wet spring if coffee is not a dominant strategy for farmers related transaction costs and opportunity costs. Dominant strategy is a strategy of tit for tat response means a cooperative player is determined by the response of player 2. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 175 PENDAHULUAN Salah satu komoditas andalan perkebunan adalah kopi, luas areal kopi di Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil. Namun demikian dari sisi produksi kopi di Indonesia berada di peringkat ketiga dunia setelah Brasil dan Vietnam walaupun sempat unggul atas Vietnam. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, produksi nasional kopi tahun 2011 mencapai 690 ribu ton per tahun dengan luas lahan 1,2 juta hektar. Artinya, produksi kopi nasional hanya 6 persen dari total produksi kopi dunia yang mencapai 7,18 juta ton. Saat ini pangsa kopi Vietnam mencapai 18,51 perdagangan kopi robusta dunia dan menduduki posisi kedua setelah Brazil dengan total produksi kopi sebesar 27,22 total produksi kopi dunia. Indonesia menempati urutan ketiga dengan pangsa 6,58 diikuti Columbia sebesar 6,23. Rata-rata produksi kopi di Indonesia yang hanya mencapai 700 kilogram per hektar per tahun menjadi salah satu penyebab. Provinsi Jawa Timur memiliki potensi besar dalam pengembangan kopi nasional dengan komposisi kopi robusta 90 dan Arabika 10. Areal kopi di Jawa Timur pada tahun 2012 seluas 99.122 ha dengan produksi 54.239 ton serta produktivitas rata-rata 756 kghatahun.rakyat seluas 59.448 ha 58,99 dari total areal kopi di Jawa Timur. Sisanya merupakan milik Perkebunan Besar Negara PTP Nusantara seluas 21.327 ha 21,15 dan Perkebunan Besar Swasta 20.032 ha 19,86 . Oleh karena itu, produksi kopi Indonesia sangat tergantung oleh perkebunan rakyat. Pada tahun 2012 produksi kopi Jawa Timur mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah pada tahun sebelumnya produksi jatuh karena keterlambatan pembungaan yang dikibatkan oleh anomali iklim. Sentra kopi robusta terbesar di Kabupaten Malang dengan luas 11.951 hektar, disusul Jember seluas 6.343hektar, Pasuruan seluas 6.003 hektar, Bondowoso seluas 4.699 hektar, Banyuwangi 3.751 hektar Selebihnya menyebar di 19 kabupatenkota lainnya Badan Pusat Statistik. 2012. Permintaan akan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat mengingat kopi robusta Indonesia mempunyai keunggulan karena body yang dikandungnya cukup kuat, sedangkan kopi arabika yang dihasilkan oleh berbagai daerah di Indonesia mempunyai karakteristik cita rasa acidity, aroma, flavour yang unik dan ekselen. Kopi Jawa Java Coffee baik arabika maupun robusta jika diolah basah dikategorikan sebagai kopi specialty yang memiliki kenampakan fisik bagus, bersih dan aroma kuat. Keunggulan tersebut seharusnya dapat meningkatkan harga kopi baik di pasar domestik maupun global. Selama lebih dari 20 tahun terakhir, dunia kopi telah mengalami apa yang dinyatakan sebagai paradoks kopi. Hal ini karena harga kopi ditingkat produsen semakin tenggelam, sementara terjadi peningkatan harga pada tingkat konsumen. Paradoks kopi ditandai oleh semakin melebarnya jarak atau margin antara harga kopi yang diterima petani sebagai produsen kopi dengan harga kopi yang dibayarkan oleh konsumen. Hal ini akan memperburuk struktur sosial dan produksi kopi di wilayah penghasil kopi. Murti MMA. 2012. Perkembangan ekonomi global dan adanya gejala paradoks kopi salah satunya disebabkan asimetri informasi antara produsen dan konsumen. Kekuatan pasar produk kopi lebih ditentukan oleh identitas kopi atau faktor kekhasan aset asset specificity. Pasar saja belum cukup menjadi pengendali harga dan kuantitas. Fenonema tersebut memerlukan peran kelembagaan yang solid ditingkat produsen untuk memahami karakter pasar. Artinya petani harus bertindak dan memproduksi untuk pasar daripada mencoba untuk memasarkan apa yang mereka hasilkan. Berdasarkan perspektif fenomena tersebut berarti perlu mengalihkan fokus dari hanya program terkait peningkatan produksi untuk lebih berorientasi pasar. Hal ini telah menempatkan perhatian baru pada tindakan kolektif yang paling sering diwujudkan melalui struktur kelompok tani sebagai mekanisme penting dan efisien untuk meningkatkan kinerja pemasaran petani Kariuki dan Place. 2005. Tindakan kolektif yang dilakukan dalam kelompok diyakini dapat meningkatkan bargaining petani dalam pasar. Adanya koordinasi petani produsen dalam satu kelembagaan diyakini akan mendorong perdagangan yang fair fair trade. Pengalaman beberapa negara produsen kopi seperti Columbia, Costa Rica, Nicaragua, Mexico yang mengkoordinir petani dalam kelompok atau koperasi atau asosiasi cenderung memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Upaya peningkatan kualitas kopi rakyat di hadapkan pada beberapa kendala antara lain kekurangtahuan petani akan cara memetik yang benar, cara pangkas tajuk untuk meningkatkan produksi serta pasca panen biji kopi. Berdasarkan ilustrasi fenomena perkembangan komoditas kopi rakyat, maka untuk meningkatkan daya saing produk kopi dan posisi tawar petani penting melakukan identifikasi dan menggali potensi tindakan kolektif melalui diskripsi peran aktor melalui pengaturan kelembagaan dan Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 176 Eksportir atau pedagang Kel Tani Kel tani petani petani petani petani -c,-b,-a -c,-b,a -c,-b,-a c,b,-a A B A -c,-b A c,-b B -c,-b B c,b -c,-b,a c,-b, a c,-b,-a c,b,a A B A B A B A B penyusunan sistem insentif. Pola interaksi dan aksi tindakan kolektif yang dilakukan dalam kelompok akan diidentifikasi dan dianalisis untuk menghasilkan strategi dan kebijakan yang sesuai dengan karakteristik wilayah. METODE PENELITIAN Game Theory pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan interaksi yang terjadi antar petani dan stakeholder dalam kelembagaan komoditas kopi rakyat. Pada umumnya game terdapat beberapa unsur yaitu para pemain player, action, strategy, payoff, disamping itu untuk mengambil tindakan respon terhadap pihak lain dibutuhkan informasi information dan outcome yang akhirnya mencapai keseimbangan equilibrium. Player, action, dan outcome secara bersama-sama merupakan rule of the game. Stakeholder yang selanjutnya disebut player beserta strategi dan payoffnya dalam kerjasama adalah sebagai berikut : 1. Players, terdiri dari petani, kelompok tani dan stakeholder kerjasama misal eksportir atau pedagang 2. Pilihan strategi, terdiri dari strategi untuk kerjasama dengan pola lama A, kerjasama berdasarkan struktur insentif yang disepakatiB; 3. Nilai penerimaan payoff untuk setiap player antara lain adalah: a. Nilai pendapatan bersih penjualan dari petani; b. Nilai pendapatan kelompok tani dari fee yang diberikan petani; c. Nilai pendapatan stakeholder eksportir atau pedagang dari kerjasama yang dilakukan Selanjutnya, langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis interaksi stakeholders dengan Game Theory adalah sebagai berikut : a Membuat kriteria payoff dari masing-masing player. b Menetapkan besarnya payoff nilai keuntungan atau kerugian dari masing-masing stakeholder apabila memilihmenetapkan salah satu strategi. c Menetapkan kriteriakonsekuensi yang akan diperoleh oleh masing-masing player apabila memilih salah satu strategi dalam kerjasama. Bentuk sekuensial tindakan masing-masing stakeholder dalam kerjasama adalah : a Mula-mula stakeholder kopi misal eksportir atau pedagang menetapkan redesign kerjasama melalui penentuan harga kopi berdasarkan besarnya kebutuhan operasional dan kualitas kopi. b Kelompok tani berdasarkan pengalaman akan membuat perhitungan dengan mengakomodasi skema atau menolaknya. Jika Kelompok tani mengakomodasi skema dari eksportir atau pedagang maka harga kopi yang dibeli akan lebih baik. Sebaliknya jika Kelompok tani menolak skema insentif maka ada sanksi berupa pengurangan berbagai fasilitas dan kelompok harus mencari pasar sendiri. c. Selanjutnya petani sebagai anggota kelompok tani akan menanggapi pula skema kerjasama yang ditawarkan, pilihan bagi petani tergantung rasio manfaat misal jaminan harga dan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Kombinasi strategi yang dipilih oleh ke tiga player stakeholder dituangkan pada diagram berikut : Gambar 1 Extensive Form Game Interaksi Eksportir Atau Pedagang dengan Kelompok Tani dan Petani dalam Kerjasama Tataniaga Dengan Penerapan Sistem Insentif Keterangan : Strategi A = Kerjasama pola lama A Strategi B = Kerjasama dengan kesepakatan insentif B Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 177 Payoff a = peningkatan pendapatan bersih penjualan dari petani Payoff b = peningkatan pendapatan kelompok tani dari fee yang diberikan petani Payoff c = pendapatan stakeholder eksportir atau pedagang dari kerjasama yang dilakukan HASIL PENELITIAN Model gaming tataniaga kopi rakyat melibatkan tiga pemain player yaitu petani PTN, Kelompok Tani KT dan perusahaan eksportir atau pedagang PD. Strategi tiap pemain berdasarkan upaya perbaikan kualitas kopi berdasarkan standar standar mutu kopi biji. Indonesia telah menerapkan standar mutu kopi biji berdasarkan sistim nilai cacat kopi sejak tahun 1990. Standar mutu kopi biji yang berlaku saat ini adalah SNI 01-2907-2008 Kopi Biji hasil dari beberapa kali revisi. tabel 1 Tujuan petani PTN adalah memaksimumkan pendapatan dari tataniaga kopi, sedangkan tujuan kelompok tani KT adalah meningkatkan hasil dari penjualan kopi petani secara kolektif melalui kelompok, sedangkan tujuan perusahaan eksportir atau pedagang PD adalah memaksimumkan pendapatan dari penjualan kopi ose kering dari petani. Tabel 1 Standar Mutu Kopi Biji SNI 01-2907-2008 Kriteria Satuan Peryaratan 1. Serangga hidup tidak ada 2. Biji berbau busuk dan atau berbau kapang tidak ada 3. Kadar air fraksi massa maks 12,5 4. Kadar kotoran fraksi massa maks 0,5 Interaksi petani PTN, Kelompok Tani KT dan perusahaan eksportir atau pedagang PD. menggunakan bentuk ekstensif karena ada keterkaitan antar tindakan yang dilakukan oleh petani, kelompok tani dan pedagangperusahaan eksportir. Respon suatu pemain akan mempengaruhi respon pemain lain. Ciri Model game tataniaga kopi bentuk extensive form game mengandung unsur-unsur berikut: 1 Para pemain dalam game; 2 Bila kapan setiap player dapat mengambil suatu tindakan action; 3 Pilihan-pilihan apa yang tersedia bagi seorang pemain apabila pemain tersebut dapat bertindak; 4 Apa yang diketahui seorang pemain tentang tindakan-tindakan yang telah diambil pemain lain, apabila pemain tersebut memutuskan tindakan apa yang akan diambi dan payoff setiap player sebagai akibat dari kombinasi tindakan yang mungkin. Persoalan pada game ini timbul karena masing-masing pihak membuat gerakan dalam urut-urutan sequence, berdasarkan sifat keterbukaan informasi yang diterima. Bentuk ekstensif pada gaming juga berdasarkan asumsi bahwa nilai payoff dan struktur game diketahui masing-masing pemain. Respon petani PTN dan kelompok tani KT dalam pemilihan strategi dilakukan secara bersamaan simultaneously. Bentuk sekuensial tindakan masing-masing stakeholder dalam kerjasama adalah : c Mula-mula perusahaan eksportir atau pedagang PD menetapkan redesign kerjasama melalui penentuan harga kopi berdasarkan standar mutu kopi biji SNI 01-2907-2008 dan kuota kebutuhan. d Kelompok tani KT berdasarkan pengalaman akan membuat perhitungan dengan mengakomodasi skema atau menolaknya. Jika Kelompok tani KT mengakomodasi skema dari perusahaan eksportir atau pedagang PD maka kopi dibeli dengan harga akan lebih tinggi dari harga pasaran. Sebaliknya Kelompok tani KT akan menolak skema insentif jika dirasakan kurang menguntungkan dari sisi pengurangan berbagai fasilitas pelatihan, informasi dan Kelompok tani KT harus mencari pasar sendiri. c. Selanjutnya petani PTN sebagai anggota kelompok tani akan menanggapi pula skema kerjasama yang ditawarkan, pilihan bagi petani PTN tergantung rasio manfaat misal jaminan harga dan biaya tataniaga termasuk biaya transaksi yang dikeluarkan. Berdasarkan proses interaksi gaming dengan tiga pemain PTN, KT dan PD maka gaming dapat dibagi menjadi 2 subgame anak permainan. Pada subgame pertama digambarkan interaksi antara kelompok tani KT dengan eksportir atau pedagang PD. Subgame kedua antara petani PTN dan kelompok tani KT. Selanjutnya akan ditelaah kondisi equilibrium pada tiap subgame yang ditunjukkan dengan matrik payoff . Pada kasus game ini akan lebih rasional jika mengambil contoh untuk kelompok tani yang sudah mendapatkan alat untuk memperbaiki kualitas kopi. Di Desa Jambesari, kecamatan Sumberbaru, misalnya Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 178 Kelompok Tani Poreng Jaya yang diketuai oleh Pak Solehudin. Anggota kelompok sebanyak 204 petani dengan luas lahan sekitar 138 hektar. Diasumsikan 35 anggota menerapkan proses budidaya dan pascapanen sesuai anjuran dan mengikuti standar kopi SNI. Kerjasama pola lama A adalah interaksi antara kelompok tani atau pihak yang mengumpulkan kopi dari petani dengan kopi kualitas asalan. Artinya kopi asalan dalam bentuk ose kering tanpa ada proses sortasi dan grading. Harga normal untuk kopi asalan dari pedagang pengumpul ke pedagang pengumpul besar pada saat panen raya sekitar Rp. 17.000kg sampai 18.000kg kopi ose kering. Asumsi harga yang dipakai adalah harga kopi pada tahun 2012 di desa Gelang dan Jambesari, Kecamatan Sumberbaru di Kabupaten Jember. Informasi dari para pedagang pengumpul besar untuk dijual pada rantai tataniaga selanjutnya adalah jika kopi bentuk asalan maka harganya Rp. 19.000kg – 20.000kg ose kering, jika dilakukan sortir dan grading berdasarkan kualitas, maka harga akan meningkat menjadi sekitar Rp. 22.000kg ose kering. Bahkan jika petani mampu mengolah kopi dengan proses basah atau semi basah, maka peningkatan harga dapat mencapai Rp. 25.000kg ose kering. Pengalaman mengolah kopi Robusta semi basah oleh Kelompok Tani Sidomulyo I Desa Sidomulyo Kecamatan Silo, PT. Indocom bersedia membeli dengan memberikan perbedaan harga dengan harga pasaran sekitar 30 Novita. E. 2012. Tabel 2 menjelaskan perhitungan payoff subgame interaksi Kelompok Tani KT Dengan Eksportir Atau Pedagang PD di Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember. Tabel 2 Matriks Payoff Subgame Interaksi Kelompok Tani KT Dengan Eksportir Atau Pedagang PD di Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember PemainStrategi Kelompok Tani Kerjasama pola lama A Kerjasama dengan kesepakatan insentif B Eksportir atau pedagang Kerjasama pola lama A 96,500,000 41,000,000 96,500,000 0 Kerjasama dengan kesepakatan insentif B 41,000,000 89,600,000 47,900,000 Sumber : Olahan data Primer tahun 2012 Lampiran Tabel 2 menjelaskan payoff yang dipilih player terkait dengan strategi yang dilakukan. Kerjasama pola lama A adalah pola yang saat ini diterapkan secara umum di Kecamatan Sumberbaru, yaitu kualitas asalan dan kadar air yang kurang terukur. Pada pola ini terdapat biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengumpul atau perusahaan eksportir terkait penjemuran ulang. Sedangkan kerjasama dengan kesepakatan insentif merupakan alternatif jika minimal 30 petani mengikuti anjuran dari PPL dan juga yang diharapkan oleh perusahaan eksportir untuk mengikuti standar SNI mutu biji kopi. Insentif diberikan kepada kelompok yang melakukan olah semi basah seperti yang dilakukan kelompok tani di Sidomulyo yang juga memasok kopi ke PT. Indocom. Payoff antara kelompok tani KT dan perusahaan eksportir PD tidak ada strategi dominan antara KT dan PD. Asumsi gaming ini adalah maksimisasi utility, sehingga utility maksimum bagi PD adalah menerapkan pola lama, karena dengan pola ini, hampir 60 anggota kelompok Tani Poreng Jaya akan menerapkan. Perhitungan margin keuntungan yang diterima PD jika 60 dari produksi kopi anggota ditampung dikurangi biaya transaksi insentif bagi ICS Internal System Control dan biaya penyuluhan adalah Rp. 96.500.000. sedangkan payoff bagi PD jika menerapkan pola sistem insentif dengan margin keuntungan Rp. 4.000kg kopi ose kering Rp. 25.000 – Rp. 21.000,dengan asumsi 35 saja anggota yang mau menerapkan adalah Rp. 89.600.000 dikurangi biaya transaksi untuk insentif ICS dan biaya penyuluhan. Jika PD ingin memaksimunkan utility pada satu titik waktu one shoot game maka akan memilih pola lama. ada sisi kelompok tani KT, utility maksimum adalah menerima insentif jika melakukan perlakuan semi basah. Asumsinya jika 35 anggota melakukan olah basah dan ada peningkatan harga yang diterima dikurangi biaya transaksi, maka fee yang diterima kelompok tani KT yang berfungsi untuk mengumpulkan kopi dari petani adalah Rp. 47.900.000. Memang keuntungan berbeda tipis jika KT melakukan kegiatan pengumpulan kopi petani kualitas asalan. Asumsi one shoot game menjelaskan bahwa tidak ada solusi optimum bagi KT dan PD. Kecuali untuk jangka panjang atau repetitif game, PD mau memberikan insentif bagi KT dengan menurunkan utilitynya menjadi Rp. 89.600.000, namun dengan harapan pada musim mendatang, prosentase petani yang menerapkan olah basah atau menikuti standar biji kopi SNI meningkat Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 179 lebih dari 35. PT Indokom Citra Persada sebagai perusahaan eksportir untuk wilayah selatan Kabupaten Jember, Bondowoso dan Banyuwangi menentukan beberapa persyaratan untuk kopi robusta yang dibeli dari petani. Melalui peran ICS Internal System Control dan Control Union, maka PT Indocom mempercayakan membeli kopi hasil produksi petani diwilayah-wilayah yang ditunjuk dengan terlebih dahulu melakukan survey dan mapping kebun petani. Namun demikian Perusahaan akan melakukan sortir ulang memisahkan antara biji kopi yang akan diekspor dengan biji kopi yang hitam, pecah dan substandar lainnya. Apabila kadar air dalam biji kopi masih di atas standar ekspor, maka perusahaan melakukan pengeringan ulang hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Mutu kopi yang bagus dipasarkan untuk kebutuhan ekspor, sedangkan mutu kopi yang kurang memenuhi standar ekspor dipasarkan untuk kebutuhan lokal. Kadar air yang belum memenuhi syarat ekspor dapat menyebabkan harga kopi di tingkat petani rendah, karena eksportir harus melakukan pengolahan agar memenuhi standar SNI. Kadar air yang tinggi dapat menimbulkan tumbuhnya jamur serta berbagai bentuk cacat lain, seperti bau apek, pemucatan warna, dan akhirnya menurunkan harga jual. Pada game kerjasama terkait strategi penetapan harga, jika kerjasama hanya terjadi satu kali saja One-shot game, maka muncul ketidakpercayaan pihak KT kepada pihak PD, apakah akan memberikan insentif seperti yang dijanjikan, sehingga strategi dominannya adalah sama-sama memilih harga terendah. Petani menyetor kopi substandar dan perusahaan tidak memberikan tambahan harga. Namun jika tataniaga kopi berlangsung berulang-ulang repeated game dan para pemain cenderung kooperatif maka akan terjadi kerjasama yang saling menguntungkan. Namun kondisi ini hanya akan terjadi pada keadaan jumlah penjual sedikit, permintaan dan biaya yang stabil. Pada prakteknya dalam hubungan bisnis, seringkali tiap player memperhatikan respon player lain. Strategi yang dilakukan oleh player tersebut selanjutnya akan menentukan tindakan action player lain. Strategi ini dikenal dengan strategi tit for tat artinya tindakan player satu ditentukan oleh respon player 2. S ubgame kedua yaitu interaksi antara petani PTN dengan Kelompok Tani KT di Kecamatan Sumberbaru. Interaksi yang terjadi jika KT menerapkan skema pemberian insentif untuk melakukan olah semi basah kepada anggota melalui fasilitas yang dimiliki kelompok. Adanya jaminan harga yang lebih tinggi dari pasaran dari PT Indocom mendukung skema yang dilakukan oleh KT. Player petani PTN akan merespon insentif jika utility yang diterima lebih tinggi dari melakukan pasca panen olah kering. Tabel 5.16, menjelaskan subgame kedua antara petani PTN dan kelompok tani KT. Tabel 3 Matriks Payoff Subgame Interaksi petani PTN dengan Kelompok Tani KT di Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember PemainStrategi Petani PTN Kerjasama pola lama A Kerjasama dengan kesepakatan insentif B Kelompok Tani PTN Kerjasama pola lama A 41,000,000 80,400,000 41,000,000 Kerjasama dengan kesepakatan insentif B 80,400,000 47,900,000 113,520,000 Sumber : Olahan data Primer tahun 2012 Lampiran Hasil matriks payoff untuk interaksi antara PTN dan KT untuk penerapan kesepakatan olah basah sama-sama mencapai keseimbangan nash nash equilibirum pada tindakan untuk menerima sistem insentif. Namun strategi ini bukan merupakan strategi dominan yang dilakukan karena PTN selalu akan memperhatikan strategi pesaing. Petani memilih melakukan olah kopi semi basah jika ada insentif berupa jaminan harga lebih tinggi minimal lebih tinggi 20 dari harga pasaran. Secara umum pengolahan kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pengolahan kering dan basah. Pengolahan kopi secara basah biasa disebut W.I.B West Indische Bereiding, sedangkan pengolahan kering disebut O.I.B Oost Indische Bereiding atau disebut pula dengan cara G.B Gawone Bereiding Ciptadi dan Nasution 1985. Menurut Najiyati dan Danarti 2006, pengolahan kering terutama ditujukan untuk kopi Robusta. Di perkebunan besar, pengolahan kering hanya digunakan untuk kopi berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang terserang bubuk. Selain pengolahan basah dan pengolahan kering, saat ini dikenal metode pengolahan semi basah semi wet method terutama dilakukan di Brazil. Menurut Wibawa et al. 2005, mutu cita rasa kopi Robusta Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 180 hasil olah kering mempunyai nilai rendah dengan kisaran sangat buruk hingga dapat diterima. Nilai cita rasa body cukup baik, tetapi aroma dan flavor rendah hingga sedang. Apabila penjemuran telah menggunakan lantai jemur yang baik, bau tanah earthy rendah atau hampir tidak ada. Sementara itu, cita rasa kopi olah basah jauh lebih baik dengan aroma, flavor, dan body lebih kuat. Berdasarkan analisis cita rasa, kopi olah basah umumnya memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan kopi olah kering. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa, pada kopi olah basah, persentase buah masak lebih tinggi, sebaliknya pada kopi olah kering mengandung campuran buah mentah dan terlalu masak. Perbedaan jenis pengolahan juga memiliki efek yang berbeda terhadap kandungan gula dan flavor biji kopi yang akhirnya mempengaruhi proses metabolisme yang kompleks pada biji selama pengolahan dan pengeringan. Melalui skema game theory, keputusan terbaik yang dapat diambil dalam simulasi tataniaga kopi rakyat adalah ketika semua pemain didalamnya bekerja sama. Ini memungkinkan setiap pemain mengetahui langkah pemain lainnya sehingga penyesuaian dapat dilakukan. Seandainya pemain menggunakan persaingan untuk memperoleh pay off tujuannya, sangat mungkin perhitungan pemain akan keliru memperhitungkan tindakan yang akan dilakukan. Pada kenyataannya, berbagai kombinasi dapat saja terjadi dan dengan variabel penentu lebih banyak. Mengingat upaya perbaikan kualitas produksi berbanding linier dengan biaya produksi, kedua indikator ini saling berkaitan di lapangan. Pada saat harga kopi dunia tinggi, umumnya petani tidak segan untuk melakukan tindakan operasional produksi yang mampu meningkatkan kualitas biji kopi seperti perawatan tanaman secara optimal pupuk, pangkas. Namun untuk kegiatan pasca panen, tingginya harga berdampak pada aktivitas panen yang minimal yaitu melakukan pengolahan kering. Walaupun upaya pasca panen olah basah akan meningkatkan kualitas kopi yang linier dengan peningkatan harga, namun hal tersebut tidak serta merta dilakukan oleh petani. Beberapa kendala dan peningkatan biaya secara langsung akan mempengaruhi biaya produksi karena metode olah kering dialihkan ke metode olah basah dengan input produksi yang lebih besar. Akan tetapi pada saat harga kopi dunia rendah, petani cenderung memilih metoda yang mampu meningkatkan nilai tambah dan kualitas sehingga prospek olah semi basah akan dilakukan. Saat ini hampir sebagian besar petani kopi robusta melakukan pasca panen kopi menggunakan olah kering yang lebih murah dan sederhana proses pengolahannya meskipun mutu yang dihasilkan lebih rendah. Petani sebagai aktor utama pengambilan keputusan untuk mengolah kopi masih berpendapat bahwa penerapan olah basah lebih kompleks dan membutuhkan investasi lebih besar dibandingkan pengolahan kering, sulit mendapatkan keuntungan dari pengusahaannya. Perlu adanya upaya mencapai perdagangan yang fair fair trade coffee yang merupakan klasifikasi sertifikasi kopi yang berarti kopi dibeli langsung dari produsennya dan diberi harga tinggi daripada harga kopi standar. Tujuan sertifikasi adalah untuk mempromosikan perbaikan lingkungan tanam kopi dan insentif ekonomi yang lebih baik. KESIMPULAN 1. Tataniaga kopi rakyat Peran di Jawa Timur terkait dengan peran antara pihak principle atau agent melakukan reaksi atau respon terkait informasi dan harapan terhadap sistem insentif. Persoalan principal pedagang atau eksportir adalah bagaimana memberi struktur insentif reward structure kepada agent agar mau bekerja lebih produktif sesuai dengan keinginan principle. Petani PTN sebagai agent akan merespon insentif jika utility yang diterima lebih tinggi dengan mempertimbangkan adanya biaya transaksi dan opportunity cost. 2. Interaksi kerjasama dalam tataniada kopi antara pedagang atau Eksportir dengan kelompok tani dicirikan dengan strategi tit for tat tindakan player satu ditentukan oleh respon player 2, sedangkan strategi petani dalam menerima insentif terkait harga dan fasilitas yang disediakan. Perbaikan kualitas kopi rakyat harus dilakukan secara secara berulang repetition agar muncul trust antar player. DAFTAR PUSTAKA Sumber buku: - Anwar, A .2002. Teori Permainan Game Theory dan Aplikasinya dalam Analisis Ekonomi dan Kelembagaan. Bahan Kuliah PPS Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.Bogor: Institut Pertanian Bogor. - [BPS]. Badan Pusat Statistik 2012. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2012. Jakarta: BPS. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 181 - BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia SNI 01-2907-2008. Biji Kopi. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. - Ciptadi W, Nasution MZ. 1985. Pengolahan Kopi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB. - Najiati, S dan Danarti. 2001. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Penebar Swadaya. Sumber prosiding seminar: - Murti MMA. 2012. Paradoks Kopi dan Kebijakan Peningkatan Daya Saing Kopi Indonesia. Makalah Penunjang pada Simposium Nasional Ekonomi Kopi. Kerjasama antara PERHEPI dengan Universitas Jember, 8 November 2012. Sumber disertasi: - Novita Elida. 2012. Desain Proses Pengolahan pada Agroindustri Kopi Robusta Menggunakan Modifikasi Teknologi Olah Basah Berbasis Produksi Bersih. Disertasi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. - Wibawa A, Mawardi S, Sulistyowati. 2005. Membangun Agribisnis Kopi Robusta di Bali. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 2005, 212:60-76 Lampiran Dasar Perhitungan Analisis Gaming Tataniaga Kopi di Kabupaten Jember No. Variable Ukuran satuan Keterangan 1 Luas lahan kopi Kelompok Tani Poreng Jaya 138 hektar sumber: Laporan PPL KecamatanSumberbaru 2 prediksi yang menerapkan pola lama 60 82.8 hektar 3 prediksi yang menerapkan perbaikan kualitas 35 48.3 4 rata-rata produktivitas kopi rakyat 500 kgha sumber: Laporan PPL Kecamatan Sumberbaru 5 Harga kopi ose kering dari petani kualitas asalan 18,000 Rpkg rata-rata harga panen raya 6 harga kopi asalan tingkat desa kelompoktani 19,000 Rpkg rata-rata harga panen raya 7 harga kopi asalan tingkat pedagang besareskportir 21,000 Rpkg rata-rata harga panen raya 8 Harga kopi ose kering dari petani kualitas baik 20,000 Rpkg informasi harga PT Indocom 9 harga kopi semi basah tingkatpedagang pengumpuldesakelompoktani 21,000 Rpkg informasi harga PT Indocom 10 harga kopi semi basah tingkat eksportir 25,000 Rpkg informasi harga PT Indocom 11 Harga Pokok Kopi Asalan 15,000 Rpkg sumber: Laporan PPL KecamatanSumberbaru 12 Harga Pokok Kopi Semi Basah 16,000 Rpkg Referensi Penelitian olah semi basah beberapa petani di kabupaten Jember 13 biaya lembaga kelompok tani 2,400,000 Rptahun pertemuan kelompok sebulan sekali Rp. 200.000 14 Biaya pembinaan Indocom 7,000,000 Rptahun biaya ICS dan penyuluhan 15 Biaya Transaksi Petani dalam kelompok 260,000 Rptahun biaya transportasi dan kelembagaan kelompok tani Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 182

26. PERBEDAAN SUPPLY CHAIN PRODUK SAPI PERAH SISTEM