Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
35
8. UPAYA MENINGKATKAN KETERSEDIAAN SAPI BALI BAKALAN
MELALUI PENDEKATAN KLASTER AGRIBISNIS
Maria Krova
1
, Maman H. Karmana
2
, Dadi Suryadi
3
, Rochadi Tawaf
4
Mahasiswa Program Doktor Fakultas Pertanian UNPAD Staf Pengajar Pascasarjana Fakultas Pertanian UNPAD
, Staf Pengajar Pascasarjana Fakultas Peternakan UNPAD
Staf Pengajar Pascasarjana Fakultas Peternakan UNPAD E-mail: mariakrovayahoo.com
E-mail: maman_haerumanyahoo.com E-mail: dsryd46yahoo.com
E-mail: rochadi_tawafunpad.ac.id
ABSTRAK
Kecenderungan meningkatnya permintaan daging sapi saat ini menuntut upayameningkatkan ketersediaan input utama sapi Bali bakalan yang berkelanjutan. Namun hal ini sulit dicapai karena ketersediaan sapi Bali
bakalan semakin langka sementara kebutuhannya semakin tinggi. Kesulitan tersebut disebabkan produksi sapi Bali bakalan usaha pengembangbiakan dilakukan oleh peternakan rakyat dengan manajemen tradisional
sehingga produktivitasnya rendah. Salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut adalah melalui pendekatan klaster agribisnis sapi potong yang mengkonsentrasikan aktivitas sejenis dan terkait. Penelitian
ini bertujuan memahami sistem ketersediaan sapi Bali bakalan serta mengkaji upaya untuk mengurangi kesenjangannya melalui klaster agribisnis di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur. Sifat khas klaster
agribisnis yang melibatkan
multistakeholder ini akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang bersifat kompleks dan sistemik. Pemahaman terhadap kompleksitas sistem ketersediaan sapi Bali bakalan ini
menggunakan pendekatan pemodelan kualitatif yang didasarkan pada system thinking. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengembangan manajemen klaster agribisnis sapi potong akan mampu meningkatkan ketersediaan sapi Bali bakalan yang berkelanjutan. Keberhasilan ini ditentukan oleh jaringan bisnis yang
terbentuk telah menyebabkan: kepastian pasar, kepastian pendapatan peternak,pembelajaran teknologi dan inovasi produksi secara bersama sehingga meningkatkan kinerja usaha.
Kata Kunci: Sapi Bakalan, Ketersediaan, system thinking, Klaster Argibisnis.
ABSTRACT
A tendency of the increasedof national demand for beef recently would affect upon its procurementeffort which in turn would also related to the demands for Bali feeder cattle inputs. Unfortunately it quite difficult to
be realilized due to lack of Bali feeder cattle needed that steadily increased. The difficulties may also related to a low productivity level of cow calf operation conducted by a traditional farmers. Agribusiness cluster of
beef cattle was considered as a way to improve this condition where multistakeholder involved. Hope fully
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
36
the gap between the low level supply and the increased demand for beef cattle could be reduced. However, the complexitas and systemic is probems would also appear, so that intensive studies were certainly reqiured
through a qualitativemodel of system thinking.The results of this study indicated thatmanagement development on agribusiness cluster of beef cattlewould able toincrease availability of Bali feeder cattle
through agribusiness cluster approach. The success of this arrangement will be determined by the stakeholders involvedand its respected business network so that the certainty of markets farm income and
learning process related to technologi and innovation as well as their business performance could be improved.
Keywords :feeder cattle, availability, system thinking, Agribusiness Cluster.
PENDAHULUAN
Tingginya harga daging sapi sebagai akibat meningkatnya permintaan secara nasional saat ini memberikan peluang sekaligus menuntut konsistensi pengembangan usaha ternak sapi potong domestik dari waktu ke
waktu. Pengembangan yang konsisten diperlihatkan oleh responsifnya setiap tahapan dan atau subsistemnya untuk secara sinergis selalu meningkatkan kinerja usaha secara berkelanjutan.
Persoalannya adalah pada tahapan pengembangbiakan sapi potong cow calf operation umumnya
dilaksanakan secara ekstensif tradisional grazing. Ciri khas dari pola pemeliharaan ekstensif adalah berskala
kecil, terpencar, kurangnya kontrol terhadap siklus reproduksi, kuantitas dan kualitas pakan, perawatan kesehatan serta tanpa teknologi. Dengan pola tersebut dapat diduga peternak kesulitan mencapai
produktivitas yang tinggi dan akan berdampak pada inefisiensi usaha. Masalah ini akan menyebabkan produksi berfluktuasi yang berakibat lanjut pada ketidakpastian pasokan bakalan dan fluktuasi harga.
Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui pembentukan kelompok peternak sapi potong, kelompok kandang komunal, dan klaster penggemukan sapi potong. Namun upaya
yang ada belum optimal dan efektif mengatasi persoalan produktivitas dan efisiensi serta belum memuaskan semua pihak terutama peternak. Efisiensi dan penciptaan nilai tambah
value added usaha masih dapat ditingkatkan melalui rekayasa manajemen kelompok peternak yang sudah ada menjadi suatu model klaster
agribisnis. Pengembangan tersebut di dasarkan pada konsep klaster yang merupakan “konsentrasi geografis
yang menghubungkan berbagai pelaku usaha, pemasok, jasa pelayanan, industri pendukung dan kelembagaan terkait perguruan tinggi, lembaga standar, asosiasi perdagangan dalam suatu bidang tertentu
yang saling bersaing dan juga bekerjasama” Porter, 2000. Keterpusatan atau aglomerasi berbasis produksi yang terjadi akan menciptakan efisiensi kolektif
collective efficiency dan nilai tambah serta dapat mengatasi masalah bersama melalui aksi bersama joint action.
Kedekatan secara geografis akan menyebabkan berbagai penghematan baik internal usaha akibat economies of scale dan economies of size dan eksternal akibat rendahnya transaction cost.
Bertolak dari masalah dalam usaha pengembangbiakan sapi Bali dan peran klaster agribisnis di atas maka diperlukan pemahaman secara menyeluruh
holistic tentang interaksi dari berbagai unsur baik pelaku maupun faktor lainnya yang mempengaruhi sistem ketersediaan sapi bakalan baik hulu maupun hilir. Ini
berarti akan melibatkan banyak pelaku dengan berbagai kepentingan sehingga persoalannya menjadi sistemik dan kompleks. Keterkaitan yang terjadi pun akan mendorong tumbuhnya perluasan bisnis, investasi
kapital dan pekerja
Artikel ini khusus membahas tentang koordinasi dan kolaborasi yang terjadi dalam klaster agribisnis sapi Bali di Kabupaten Belu. Koordinasi dan kolaborasi yang terjadi antara pelaku klaster akan meningkatkan daya
saing dan produktivitas usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menarik untuk dikaji, yaitu: 1 Bagaimanakah unsur-unsur pembentuk dan pola keterkaitannya yang
menjelaskan sistem ketersediaan sapi Bali bakalan aktual ? 2 Apakah pendekatan klaster agribisnis mampu
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
37
meningkatkan ketersediaan sapi Bali bakalan secara berkelanjutan? 3 Apa sajakah faktor-faktor penentu keberhasilan klaster agribisnis dalam menjamin ketersediaan sapi Bali bakalan secara berkelanjutan?
METODE
Obyek penelitian ini adalah usaha pengembangbiakan sapi potong serta hulu hilirnya yang dilaksanakan dalam klaster penggemukan di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur. Metode penelitian ini dirancang
sebagai studi kasus case study untuk mencari informasi secara mendalam yang menjelaskan sistem
ketersediaan sapi Bali bakalan. Pemodelan klaster agribisnis menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan pemodelan
system thinking yang digambarkan dalam diagram sebab akibat causal loops diagram. Pemodelan diagram sebab akibat ini merupakan bagian dari pemodelan dinamika sistem.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Klaster Agribisnis Sapi Bali di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur
Kabupaten Belu memiliki sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam berbagai usaha terutama sektor pertanian. Salah satu diantaranya adalah usaha ternak sapi Bali baik dilakukan
perorangan ataupun kelompok yang dikembangkan secara tradisional. Potensi usaha ternak sapi kelompok yang tradisional inilah yang menjadi modal dasar untuk dikembangkan dalam program klaster sapi terpadu
secara modern.
Adapun kelompok yang menjadi calon klaster penggemukan sapi potong saat itu adalah Mekar Melati dan Bero Sembada yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Laen Manen Gambar 1.
Kelompok Bero sembada ditetapkan sebagai pilot project klaster penggemukan sapi potong di Kabupaten
Belu. Penentuan pilot project ini didasarkan pada pertimbangan potensi lahan yang relatif luas untuk
pengembangannya dan terkonsentrasi dalam satu kawasan. Lahan ini dimiliki oleh seorang pengusaha yang merupakan mitra peternak dan menjadi perintis pembentukan kelompok peternak sapi. Hingga kini hanya
usaha kelompok klaster Bero Sembada yang masih berjalan dan berkembang sangat baik sementara usaha kelompok Mekar Melati mengalami kendala kelanjutannya karena berbagai faktor internal dalam kelompok.
Motivasi berkelompok dari peternak-peternak yang tergabung dalam kelompok klaster adalah keinginan berusaha ternak sapi namun tidak memiliki modal awal. Pada tahun 2009, perintis kelompok tersebut
bersama mitra usahanya merencanakan kegiatan yang harus dilakukan agar bisa mendapatkan modal awal dari pemerintah daerah dan pembentukan pengurus kelompok. Kegiatan awal kelompok peternak tersebut
adalah pembersihan lahan untuk penanaman pakan. Sementara budidaya pakan dikembangkan, pengurus kelompok mengajukan usulan dana investasi untuk pengembangan sapi Bali.
Pada tahun 2010, kelompok peternak tersebut mendapatkan kunjungan dari pemerintah daerah. Atas dasar kerja nyata budidaya pakan yang telah dikembangkan Dinas Peternakan Kabupaten menyetujui untuk
pengadaan sapi bakalan dan mendapatkan dana sebesar Rp 250.000.000. Dana ini diberikan dalam bentuk hibah kepada kelompok usaha sapi. Setelah 5 tahun usaha berjalan dana tersebut akan dikembalikan ke
rekening kelompok untuk pengembangan usaha kelompokMelalui persetujuan rapat anggota kelompok dengan Dinas Peternakan, dana yang diperoleh selanjutnya diserahkan kepada pengusaha mitra peternak
untuk pengadaan bakalan. Bersama dengan Dinas Peternakan, pihak mitra melakukan seleksi bakalan dan hasil seleksi diserahkan ke kelompok yang selanjutnya akan didistribusikan kepada 25 peternak anggota
kelompoknya awal. Dana tersebut ternyata mampu menyediakan 50 ekor sapi Bali bakalan bibit untuk pengembangbiakan, 25 ekor sapi Bali bakalan penggemukan bagi kelompok, dan 5 ekor SB jantan pemacek.
Masing-masing peternak anggota kelompok memperoleh 2 ekor bakalan bibit dan 1 ekor bakalan penggemukan.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
38
Gambar 1. Lokasi Pengembangan Klaster Agribisnis Sapi Bali di Kabupaten Belu NTT Pada tahun 2011, Bank Indonesia BI menginisiasi pembentukan klaster untuk beberapa komoditi unggulan
pada kelompok tani ataupu ternak yang ada termasuk sapi Bali di Kabupaten Belu. Tujuan pembentukan klaster yang diberi nama klaster penggemukan sapi ini adalah untuk memperbaiki mutu produksi,
meningkatkan daya saing produk, menjamin pasar, dan memiliki akses kredit dari lembaga keuangan khususnya perbankan. Pengembangan klaster penggemukan sapi Bali ini menekankan pada usaha
penggemukan, bantuan teknis dan hijauan makanan ternak.
Hingga kini pelaksanaan klaster di wilayah ini sudah berjalan selama 3 tahun dan sudah mulai dibenahi manajemen kelembagaan dan keuangannya. Pasokan input terutama bakalan penggemukan, pemasaran
output, penentuan harga input dan output masih sangat tergantung dari pihak mitra usaha. Peternak memiliki informasi pasar dan harga yang sangat terbatas dan masih sebagai bertindak sebagai
price taker.
Model Klaster Agibisnis Sapi Bali di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur Pemahaman mekanisme interaksi antar pelaku dalam klaster agribisnis sapi Bali di Kabupaten Belu NTT
dapat dilihat pada Gambar 2. Terlihat adanya interaksi yang kompleks antara berbagai pemangku kepentingan yang tergabung sebagai kelompok kerja dalam klaster dan dengan pihak lain di luar klaster.
Gambar 2. Model Umum Klaster Agribisnis Sapi Bali di Kabupaten Belu NTT Wilayah Kabupaten
Timor Tengah Utara
Wilayah Kecamatan LaenManen sebagai pilot
project pengembangan klaster
Wilayah Negara RD Timor Leste
Kecamatan Laen Manen
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
39
Gambar 2 memperlihatkan bahwa pihak pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Peternakan menyalurkan dana kepada kelompok peternak selanjutnya dana tersebut disalurkan ke pihak mitra untuk pengadaan
bakalan. Pengadaan sapi Bali bakalan dari usaha pengembangbiakan luar klaster dilakukan oleh pihak mitra. Hal ini terlhat dari aliran bakalan bibit dan penggemukan ke mitra pengusaha pedagang pengumpul yang
diimbangi dengan aliran uang yang harus dibayar mitra kepada usaha pengembangbiakan di luar klaster. Setelah pengadaan, pihak mitra memberi nomor pada setiap sapi Bali bakalan yang akan diserahkan ke
kelompok peternak. Nomor sapi yang diperoleh akan dilaporkan kembali ke mitra usaha untuk diketahui harga yang harus dibayar kelompok yang akan menjadi hutang setiap anggota.
Setelah masa penggemukan yang rata-rata terjadi selama 1,5 tahun 18 bulan, peternak menjual sapi Bali gemuknya ke mitra usaha kembali dengan harga tertentu. Piutang peternak terhadap mitra usaha
tersebut akan digunakan kembali untuk pengadaan bakalan penggemukan. Selisih antara piutang dengan harga bakalan merupakan tagihan yang masuk ke kas peternak. Jumlah, umur dan bobot badan bakalan
disesuaikan dengan permintaan peternak serta besarpiutangnya. Interaksi yang terjadi akan mempengaruhi keputusan manajemen baik bagi peternak, kelompok peternak, maupun mitra pengusaha.
Terdapat aliran bantuan teknis dan penguatan kelompokdari BI, berupa: peralatan berupa mesin pencacah rumput, fasilitas penunjang berupa bak air, dan pelatihan untuk meningkatkan SDM dari BI. Sementara itu
Pemda Kabupaten melakukan pendampingan, menyediakan IB, vaksin dan obat-obatan untuk perawatan kesehatan, pembelajaran teknologi pengawetan pakan serta konsentrat. Faktor-faktor tersebut akan sangat
mempengaruhi keputusan manajemen kelompok.
Sejak awal pembentukan hingga kini bakalan penggemukan masih dibeli oleh mitra pengusaha dari usaha pengembangbiakan luar klaster. Dengan demikian terdapat aliran pembayaran dari mitra pengusaha
ke usaha pengembangbiakan lainnya yang juga akan mempengaruhi keputusan manajemen mitra pengusaha dan usaha tersebut. Sapi siap potong yang dibeli mitra pengusahadari kelompok akan disalurkan kepada
pedagang antar pulau yang bermitra dengan mitra pengusaha. Terlihat ada aliran pembayaran dari pedagang antar pulau ke pengumpul mitra pengusahayang mempengaruhi keputusan manajemennya
masing-masing. Memahami Upaya Meningkatkan Ketersediaan Sapi Bali Bakalan Melalui Klaster Argibisnis
Berdasarkan model umum pada Gambar 2, dapat dibuat diagram sebab akibat
causal loops diagram yang mengeksplorasi hubungan antara berbagai variabel dalam pengembangan klaster agribisnis di Kabupaten
Belu NTT. Tanda arah positif menjelaskan hubungan antara variabel dengan arah yang sama, sebaliknya tanda arah negatif menjelaskan hubungan antara variabel yang berlawanan. Tanda garis ganda menjelaskan
bahwa ada dimensi waktu keterlambatan delay dalam hubungan sebab akibat tersebut.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
40
Gambar 3. Diagram Sebab akibat Ketersediaan Sapi Bali Bakalan Melalui Klaster Agribisnis Kompleksitas hubungan sebab akibat ditandai oleh umpan balik positif yang menyebabkan pertumbuhan
Reinforce “R” dan umpan balik negatif yang mengarah pada posisi keseimbangan Balance “B”. Hubungan antar variabel dalam klaster menjelaskan tiga aliran yang mempengaruhi ketersediaan sapi Bali bakalan,
yaitu: produksi sapi Bali bakalan dalam klaster, pengadaan sapi Bali dari luar klaster, dan kebutuhan sapi Bali bakalan dalam klaster. Ketersediaan sapi Bali bakalan klaster merupakan perbedaan dari penjumlahan
produksi klaster dan luar klaster dengan kebutuhannya . Jika produksi yang lebih kecil dari pada kebutuhan klaster akan dipenuhi melalui pengadaan dari luar klaster. Sebaliknya, jika produksi klaster lebih besar dari
pada kebutuhannya maka kelebihannya akan dijual ke luar klaster.
Gambar 3, menunjukkan bahwa insiasi Bank Indonesia untuk membentuk klaster merupakan salah satu upaya meningkatkan daya saing melalui upaya peningkatan efisiensi usaha Soetriono. 2006. Adanya
efisiensi ini menyebabkan keuntungan peternak meningkat. Keuntungan yang diakumulasi dalam suatu jangka waktu tertentu
delay akan meningkatkan kepemilikan modal. Modal tersebut akan digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana produksi di luar klaster untuk meningkatkan produktivitas usaha
pengembangbiakan. Saat ini produksi sapi Bali bakalan dilakukan oleh peternak klaster di luar klaster dengan manajemen tradisional. Diharapkan dengan modal yang lebih baik peternak dapat memperbaiki manajemen
dalam usaha pengembangbiakan. Akhirnya, dengan produktivitas usaha pengembangbiakan yang tinggi akan meningkatkan produksi sapi Bali bakalanselanjutnya menambah produktivitas sapi Bali gemuk. Interaksi
berbagai variabel dalam aliran produksi sapi Bali bakalan klaster ini, menimbulkan umpan balik yang positif atau mengarah pada pertumbuhan ketersediaan sapi Bali bakalan R1. Aliran ini menunjukkan arah
peningkatan produksi sapi Bali gemuk dalam jangka panjang.
Aliran pengadaan sapi Bali bakalan dari luar klaster ditentukan oleh layanan stakeholder yang memberikan kemudahan untuk pengadaan sapi Bali bakalan dan ketersediaan bakalan. Semakin tinggi
kemudahan pengadaan sapi Bali bakalan maka akan menambah pengadaan sapi Bali bakalan. Namun ketersediaan sapi Bali bakalan yang semakin tinggi akan mengurangi pengadaan sapi Bali bakalan dari luar
klaster. Artinya jika produksi sapi Bali bakalan dari dalam klaster mampu memenuhi kebutuhan klaster maka pengadaan dari luar klaster berkurang. Interaksi antar variabel dalam aliran ini menyebabkan umpan balik
yang positif atau melalui komponen penerimaan peternak R2. Artinya pengadaan sapi Bali bakalan akan memperkuat aliran penerimaan. Sedangkan interaksi antar variabel melalui komponen biaya produksi dan
ketersediaan bakalan menimbulkan umpan balik yang negatif atau mengarah pada keseimbangan B1 dan
kebutuhan sapi Bali bakalan
ketersediaan sapi Bali bakalan
produksi sapi Bali bakalan
produktivitas pengembangbiakan sapi
Bali keterampilan
peternak
+ +
+ -
produksi sapi Bali gemuk
produktivitas penggemukan sapi Bali
+
+ +
ketersediaan sarana produksi untuk
pengembangan sapi Bali +
pembelajaran teknologi dan inovasi produksi
+ intensitas pelatihan dan
pendampingan +
layanan stakeholder untuk peternak
+ intensitas interaksi
dengan stakeholder +
keterlibatan stakeholder
inisiasi pembentukan klaster penggemukan sapi
Bali konsentrasi
geografis +
+ +
biaya produksi -
keuntungan peternak
harga sapi Bali -
penjualan sapi Bali gemuk
+
penerimaan dari penjualan sapi Bali
gemuk +
+ +
minat berusaha ternak sapi Bali
+ upaya mendapatkan
modal awal usaha sapi Bali
+ motivasi peternak
berkelompok +
+ bantuan sarana dan
prasarana produksi +
+
pengadaan sapi Bali bakalan
- kemudahan pengadaan
sapi Bali bakalan +
+ kemudahan mengakses
pasar terstruktur akses dengan
pedagang antar pulau pesanan sapi Bali
+ +
+ +
kemudahan mengakses lembaga keuangan
+ akses keuangan
ketersediaan modal
pengembangan sapi Bali penggemukan
+ +
+
+ +
ketersediaan sarana dan prasarana produksi peternak
klaster +
kepemilikan modal peternak
+ +
kemudahan memperoleh bibit
hortikultura pengembangan
budidaya hortikultura +
+ ketersediaan lahan
untuk budidaya pakan -
+ +
+
+ +
R1 B3
B4 R3
B5 B6
B1 R2
B2
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
41
B2.Artinya dalam jangka panjang aliran pengadaan sapi Bali bakalan ini akan menurunkan ketersediaan sapi Bali bakalan sekaligus produksi sapi Bali gemuk.
Kebutuhan sapi Bali bakalan ditentukan oleh produksi sapi Bali gemuk dalam klaster. Semakin tinggi produksi sapi Bali gemuk maka kebutuhan sapi Bali bakalan semakin tinggi. Produksi sapi Bali gemuk dalam
klaster didorong oleh pengembangan berbagai komponen faktor, yaitu pasar, keuangan, budidaya hortikultura, sarana dan prasarana produksi usaha penggemukan serta Sumber Daya Manusia SDM dan
teknologi.
Penguatan faktor-faktor
ini disebabkanolehinteraksi
stakeholderyang terlibat
dalam klastermenyebabkan layanannya untuk peternak semakin tinggi.Semakin meningkatnya komponen pasar,
keuangan, sarana dan prasarana, SDM, dan teknologi akan meningkatkan produksi sapi Bali gemuk sehingga meningkatkan kebutuhan sapi Bali bakalan. Sedangkan pengembangan budidaya hortikultura akan
mengurangi produksi sapi Bali gemuk melalui berkurangnya lahan untuk budidaya pakan. Interaksi antara variabel dari komponen pasar, keuangan, sarana dan prasarana, serta SDM dan teknologi menimbulkan
umpan balik yang negatif B3, B4 B5, dan B6 terhadap ketersediaan sapi Bali bakalan. Sementara, interaksi antara komponen budidaya hortikultura menimbulkan umpan balik yang positif R3.
Interaksi variabel yang kompleks dalam aliran pasar juga menyebabkan terjadinya umpan baik yang negatif B3. Penguatan aliran pasar terhadap ketersediaan sapi Bali bakalan ini terjadi karena adanya
pesanan pasar antar pulau menjadi faktor penarik yang efektif terhadap produksi sapi bali gemuk. Peternak di Kabupaten Belu pada umumnya memiliki informasi pasar dan harga yang sangat minim karena
keterbatasan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi. Layanan pemangku kepentingan dalam klaster telah menjamin pasar produk sapi siap potongnamun hanya sebagai penyalur tunggal. Pelaku pasar
tunggal ini di satu pihak, sangatmembantu mengurangi biaya transportasi peternak dalam memasarkan produknya.Di lain pihak, melemahkan posisi tawar peternak karena hanya sebagai penerima harga
price taker.
Interaksi antar variabel dalam aliran keuangan klaster agibisnis pun telah menghasilkan umpan balik yang negatif B4 atau mengarah pada keseimbangan. Layanan pemangku kepentingan dalam klaster inipun
telah memberikan fasilitas akses dengan lembaga keuangan BI untuk memenuhi kebutuhan modal untuk pengembangan sapi Bali dalam klaster, baik karena penambahan peternak anggota kelompok ataupun
peningkatan produksi dari peternak anggota yang ada.
Interaksi antar variabel dalam aliran pengembangan budidaya hortikultura telah menimbulkan umpan balik yang positif R3. Layanan stakeholder dalam klaster ini akan mengurangi lahan untuk pengembangan
budidaya pakan. Padahal pakan merupakan input esensial baik untuk produksi sapi Bali bakalan maupun sapi Bali gemuk. Peningkatan produksi keduanya akan meningkatkan pula kebutuhan pakan. Oleh karena itu
pengembangan sapi Bali hanya dapat terjadi jika fokus pengembangan hanya pada semua komponen yang terkait dengan sapi Bali. Pengembangan horti yang tidak disertai dengan prasarana jalan untuk memasarkan
tidak memberikan efek yang nyata terhadap peningkatan pendapatan. Saat ini produk hortisebagian besar hanya untuk konsumsi sendiri.
Interaksi antara variabel dalam aliran ketersediaan sarana dan prasarana produksi sapi Bali dalam klaster telahmembentuk umpan balik yang negatif ditandai oleh
loopsB5, yangberarti bahwa pemodelan pasokan input dalam klaster agribisnis mengarah kepada pengembangan ketersediaan sapi Bali bakalan.
Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana dapat terjadi karena setiap peternak selain diwajibkan memiliki kebun pakan ternak perorangan juga secara bersama mengelola kebun pakan ternak kelompok.
Layanan stakeholder untuk peternak dalam aliran ini adalah teknologi pengawetan pakan, teknologi
suplementasi dengan pakan konsentrat, dan pengadaan bak air, kandang penggemukan, kandang jepit, rumah kelompok serta berbagai fasilitasnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sobang
dkk, 2009 dan Jelantik 2001, tingginya mortalitas dalam usaha pengembangbiakan disebabkan karena kurangnya
ketersediaan pakan dan air pada musim kemarau yang panjang 8-9 bulan di Timor Barat pada umumnya. Pada aliran pembelajaran teknologi dan inovasi, interaksi antara berbagai variabelnya pun menyebabkan
umpan balik yang negatif, ditandai oleh loopsB6. Terjadi keseimbangan dalam aliran ini karena pembelajaran
teknologi dan inovasi akan menyebabkan keterampilan peternak meningkatdalam jangka waktu tertentu delayPerdanadkk, 2013. Hal tersebut akan dapatmeningkatkan produktivitasusaha penggemukan dan
pengembangbiakan dan sekaligus produksinya.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
42
Uraian di atas mengindikasikan bahwa pengembangan klaster agribisnis hanya memberikan dampak pertumbuhan pada produksi sapi Bali gemuk melalui komponen penerimaan dan keseimbangan melalui
komponen biaya produksi. Sedangkan dampak klaster terhadap ketersediaan sapi Bali bakalan belum nampak karena pengembangbiakan dilakukan di luar klaster. Pengembangbiakan merupakan faktor penting
yang harus dikembangkan dalam klaster sehingga dapat meningkatkan produksi sapi Bali bakalan yang mendukung produksi sapi Bali gemuk.
Faktor pengungkit penentu keberhasilan klaster adalah layanan stakeholder yang harus dimanfaatkan secara efektif peternak anggota. Dalam jangka pendek keterlibatan stakeholder masih perlu
ditingkatkan oleh karena itu pemerintah ataupun BI sebagai penginisiator pembentukan klaster harus memfasilitasi. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pengembang ilmu pengetahuan merupakan salah satu
pihak yang penting untuk dilibatkan secara melembaga bukan secara perorangan seperti saat ini. Dalam jangka panjang layanan stakeholder ini harus semakin dikurangi dan peternak anggota harus belajar
berwirausaha untuk mencapai klaster yang mandiri dan berdaya saing. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: Pendekatan klaster agribisnis sapi Bali dapat meningkatkan ketersediaan sapi Bali bakalan dalam jangka
panjang jika semua variabel atau faktor yang terkait dalam sistem berjalan secara optimal dan sinergis. Faktor pengungkit penentu keberhasilan klaster adalah layanan stakeholder yang dimanfaatkan secara efektif
oleh peternak untuk memperbaiki SDM dan teknologi, ketersediaan sarana dan prasarana produksi, kepastian pasar dan akses modal.
Klaster agribisnis sapi Bali mampu meningkatkan pendapatan bagi peternak dalam jangka panjang. Berdasarkan simpulan tersebut, dapat direkomendasikan beberapa hal, yaitu:
Klaster agribisnis sapi Bali di Kabupaten Belu perlu mempertimbangkan kolaborasi dengan akademisi untuk pengembangannya dalam jangka panjang, merujuk pada model pengembangan
tripple helix. Dalam jangka panjang, perlu dibentuk lembaga seperti koperasi sebagai pemasok input dan pemasar output
yang lebih menguntungkan dan meningkatkan posisi tawar peternak. Dalam jangka panjang perlu adanya pelatihan untuk alternatif pengembangan produk baruagroindustri hulu
dan hilir yang berbasis pada pengembangan sapi Bali. DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
- Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu, 2012. Kabupaten Belu dalam Angka. Atambua.
- Porter, M. E., 2000. Cluster and the New Economics of Competition. Reprint 98609. Harvard
Business Review. -
Soetriono, 2006. Daya saing Pertanian dalan Tinjauan Analsis. Bayumedia Publishing Anggota IKAPI Jatim, Malang.
Sumber jurnal: -
Jelantik, I.G.N., 2001. Improving Bali Cattle Bibos banteng Wagner production through protein
supplementation. PhD Thesis, Departement of Animal Science and Animal Health. The Royal Veterinary and Agricultural University, Copenhagen.
- Between University of Jember and University Putra Malaysia.
- Sobang, Y. U. L; M. Yunus Dam H. Marawali, 2009.
Pengembangan Model Inovasi Peningkatan Produktivitas Induk Dan Penanggulangan Kematian Anak Sapi Bali Berbasis Partisipasi Dan Kearifan
Lokal Peternak Di Pulau Timor, -
Yusdja, Y. dan N. Ilham, 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 4 No. 1 Maret 2006: 18-36.
Sumber Prosiding Seminar: -
Perdana, T.; Nurhayati; and Kusnandar, 2013. Improvement Model of Suppoy Chain Management and Agribusiness Cluster of Red Chili: an Experience in West Java. International Workshop of Agri
Supplty Chain Management on July 1st, 2013 at Hotel Mercure Surabaya, Indonesia. In Collaboration
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
43
9. MEMAHAMI KEMITRAAN PADA RANTAI PASOK CABAI MERAH