ANALISIS KOLABORASI ANTAR PELAKU DALAM RANTAI PASOK

Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 53

10. ANALISIS KOLABORASI ANTAR PELAKU DALAM RANTAI PASOK

PADA KLASTER CABAI MERAH CAPSICUM ANNUM L. STUDI KASUS KEMITRAAN ANTARA KOPERASI CAGARIT DAN PT. HEINZ ABC DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT Nurhayati 1 dan Tomy Perdana 2 Mahasiswa Magister Sains Manajemen, Sekolah Bisnis Manajemen, Institut Teknologi Bandung email:nurhayatisbm-itb.ac.id 2 Dosen program studi agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Indonesia email: tomyp1973yahoo.com ABSTRAK Harga komoditas cabai yang berfluktuatif tajam dan dapat memicu inflasi membuat Bank Indonesia berinisiasi untuk membentuk klaster di wilayah sentra produksi cabai di Indonesia, salah satunya berlokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat.Klaster merupakan upaya untuk mengelompokkan industriusaha inti dengan berbagai pendukung diantaranya terdapat lembaga penelitian, pendidikan, informasi, teknologi, penyedia sumber daya alam, perbankan serta institusi lainnya.Pelaksanaan klaster melatarbelakangi terjalinnya kerjasama multistakeholder dalam rantai pasok cabai.Penelitian yang dilakukan terkait dengan pengembangan klaster cabai merah untuk mengetahui keterlibatan antar pelaku, mekanisme kemitraan yang terjadi, serta kolaborasi antar pelaku yang terlibat.Selain itu, disajikan pula alternatif penyempurnaan bentuk kolaborasi sebagai rekomendasi penulis. Metode dan alat analisis yang digunakan antara lain, pemodelan kualitatif melalui Rich Picture, Indeks Kolaborasi danTeori Drama.Hasil penelitian menunjukan pelaku yang terlibat pada klaster terdiri atas dua anggota primer yaitu Koperasi Cagarit dan PT. Heinz ABC, serta anggota pendukung dimulai dari lembaga pengembangan masyarakat, perusahaan penyedia input serta lembaga perbankan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, indikator kolaborasi belum tercapai pada tiga dimensi yaitu, berbagi informasi, sinkronisasi keputusan dan keselarasan insentif.Solusi permasalahan dalam kolaborasi disajikan melalui penggunaan teori drama berdasarkan ancaman dan tawaran setiap aktor. Solusi tersebut antara lain mengenai pola tanam yang diterapkan, standar mutu cabai, pembiayaan usaha tani, sanksi kepada petani mitra dan koperasi yang perlu dibentuk sebagai suatu unit usaha Kata kunci: cabai merah, rantai pasok, klaster cabai, kolaborasi,kemitraan ABSTRACT Chili‟s price which is sharply fluctuated and can caused inflation make Bank Indonesia have an initiation to develop cluster in area chili production center, which one of it is Garut region, West Java. Cluster is geographic concentrations of interconnected companies, specialized suppliers, service providers, firms in related industries, and associated institutionsin particular fields that compete but also co-operate Porter, 1998. This article discusses deeply about the collaboration among multi stakeholder and succeeds of supply chain management in agribusiness cluster development for red chili. To understanding the interaction and complexity of agribusiness cluster development, it uses the qualitative modeling approach. The analysis tools that are used are Rich Picture, Collaboration Index, and Drama Theory. The results showed that the actorwho‟s involved in the cluster consists of two primary members; Cooperative Cagarit and PT. Heinz ABC. In the other side, supporting member consist of VCC LPPM UNPAD, the provider of agriculture input and banking institutions. Based on the analysis, collaboration indicators among the actors has not been achieved in three dimensions;Information sharing, decision synchronization and incentive alignment. The collaboration alternative also presented through drama theory based on threats and bid from each actor to the other actor. Key word: red chili, supply chain, chili cluster, collaboration, partnership Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 54 PENDAHULUAN Karakterisitik inflasi nasional salah satunya disebabkan oleh supply shock beberapa komoditas pertanian.Cabai merupakan salah satu komoditas yang berpeluang memicu inflasi Bank Indonesia, 2011.Harga cabai merah mudah berfluktuatif tajam dan sempat melambung secara nasional hingga melebihi Rp.100.000kg Kementrian Perdagangan RI, 2011.Sulitnya memprediksi harga cabai, membuat Bank Indonesia cabang Bandung berinisiatif untuk mengembangkan klaster cabai merah di Jawa Barat.Bank Indonesia bertujuan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pembentukan kerjasama sinergis dengan berbagai stakeholders.Konsep klaster berupaya untuk mengembangkan perekonomian nasional, regional, dan kota melalui peran perusahaan, pemerintah dan institusi lainnya seperti universitas dalam rangka meningkatkan daya saing industri Potter, 1998. Salah satu wilayah yang dijadikan target untuk pengembangan klaster ini adalah kabupaten Garut,sebagaidaerah sentral produksi cabai di Jawa Barat. Kasus di Kabupaten Garut melibatkan berbagai pihak pada level pelaku dan pendukung. Pada level pelaku, terdapat Koperasi Cagarit sebagai lembaga penyalur aspirasi para petani untuk berhubungan dengan pihak luar, serta PT.Heinz ABC, yaitu perusahaan industri pengolah yang berperan sebagai pembeli.Dua pelaku ini terikat dalam sistem kontrak. Adapun anggota pada level pendukung seperti Bank Indonesia dan VCC LPPM Unpad berperan dalam hal penguatan kelembagaan, serta USAID dan Amarta dalam bidang pengembangan teknologi pengolahan cabai. Bergabungnya berbagai pelaku dalam klaster ternyata tidak menjamin ketercapaian win-win solution.Hasil produksi masih jauh dari harapan konsumen PT.Heinz ABC dan terdapat kecenderungan pelanggaran pada perjanjian yang telah disepakati.Apabila hasil dari sebuah kerjasama jauh dari harapan dan terjadi ketidakpuasan antar masing-masing pihak terhadap keinginan dan kinerja satu sama lain, hal ini mengindikasikan terjadinya kegagalan dalam kolaborasi Boddy et al.,2000; Fawcett dan Magnan, 2002; Lambert et al., 1996. Artikel ini membahas studi kasus kemitraan pada program klaster cabai merah dengan cakupan mengenai keterlibatan antar pelaku, mekanisme kemitraan yang terjadi, serta kolaborasi antar pelaku yang terlibat.Selain itu, disajikan pula alternatif penyempurnaan model kelembagaan kemitraan agribisnis komoditas cabai sebagai rekomendasi penulis. METODOLOGI Desain penelitian ini adalah studi kasus. Alasan pemilihan studi kasus dikarenakan melalui desain ini peneliti dapat mengeksplorasi suatu fenomena dan mengumpulkan secara detail berbagai informasi yang dapat digunakan sesuai dengan prosedur pengumpulan data selama periode waktu tertentu. Alat analisis yang digunakan antara lain Supply Chain Mapping yang selanjutnya digambarkan melalui Rich Picture, analisis deskriptif untuk pemaparanmekanisme kemitraan, Indeks Kolaborasi danTeori Dramayang dijadikan alat dalam kerangka pengembangan model kemitraan.Penggunaan keempat alat analisis dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan dari penelitian ini, antara lain pemetaan rantai pasok pada kemitraan klaster cabai di kabupaten Garut, gambaran dilema dan konflik yang terlihat dari pencapaian kolaborasi serta kerangka pikir bersama yang merupakan hasil dari penggabungan kerangka pikir masing-masing pelaku berdasarkan pertimbangan ancaman dan tawaran solusi antar pelaku. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Rantai Pasok Pemetaan rantai pasok terdiri atas tiga komponen penting yaitu struktur jaringan, proses bisnis dan sistem manajemen rantai pasok Stock dan Lambert, 2001.Struktur jaringan rantai pasok pada pelaksanaan klaster cabai Garut melibatkan anggota primer yang terdiri atas Koperasi Cagarit yang berperan mewakili kelompok-kelompok tani mitra dan PT.Heinz ABC sebagai pembeli hasil produksi cabai merah. Sementara anggota pendukung antara lain Bank Indonesia dan Puslitbang LPPM Unpad sebagai pembina dan fasilitator, BRI yang memberikan pinjaman modal, serta PT.East West Seed, Meroke Tetap Jaya, dan Syngenta yang bertugas menyediakan input. Alur urutan aktivitas yang dilakukan dalam klaster cabai ini dimulai dengan perencanaan untuk membuat kesepakatan luas wilayah perkebunan yang akan diolah, penetapan petani yang akan ikut terlibat, serta persiapan modal dan sarana produksi per musim tanam.Pada tahap persiapan koperasi menyediakan peralatan produksi seperti mulsa untuk disalurkan pada para petani mitra dan merekomendasikan varietas benih, jenis pupuk dan pestisida yang dapat dibeli di toko pertanian.Sebelumnya Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 55 Ag ri S tor e H+ 14 Max H+ 25 REPORT Explanation : : Work Flow : Money Flow : Information Flow : In preparation : in monitoring : Primary Actors : Supporting Actors Stakeholder Mee ng MoU Planning Stakeholder involvement Business Process Stakeholder involvement Value Addi on Market Por olio Supply Availabity Price Hope Hub Collec vity Coopera ve Farmers Group Unstructured market structured market PT. Heinz ABC berkonsultasi terlebih dahulu dengan PT. East West Seed mengenai varietas benih yang cocok digunakan dalam skala industri.Selanjutnya PT. East West Seed melakukan pengujian dan menetapkan varietas benih yang sesuai hingga akhirnya dilakukan pembinaan penggunaan benih kepada petani.Hal yang sama pun dilakukan oleh perusahaan penyedia input PT. Meroke Tetap Jaya dan Syngenta. Kedua perusahaan ini akan mendistribusikan produk yang dibutuhkan petani melalui toko pertanian setempat dengan terlebih dahulu melakukan survei dan pengujian hingga kemudian melakukan demontrasi atau temu lapang. Sejak awal tanam hingga mendekati panen, Koperasi Cagarit wajib memberikan laporan perkembangan tanaman secara rutin setiap satu bulan sekali kepada PT. Heinz ABC. Hal ini dilakukan agar PT.Heinz ABC mampu memprediksi jumlah hasil panen. Kelompok tani mitra yang telah dikontrak selama satu musim tanam akan memberikan hasil panen pada koperasi. Selanjutnya pihak koperasi akan melakukan sortasi dan grading untuk menentukan hasil panen yang layak untuk dikirimkan ke PT. Heinz ABC. Hasil panen yang dinyatakan off grade akan dijual langsung ke pasar. Pembayaran hasil panen akan dilakukan PT. Heinz ABC jika Koperasi Cagarit telah mengirim hasil panen dan memenuhi beberapa berkas administrasi. Jumlah pembayaran tersebut akan disalurkan kembali pada petani mitra sebagai dana pembelian hasil panen oleh koperasi. Dengan demikian, pada umumnya pembiayaan modal kelompok tani mitra diperoleh dari Koperasi Cagarit yang dibayar setiap panen dengan marjin keuntungan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. Anggota pendukung lainnya seperti Bank Indonesia, VCC LPPM Unpad turut melakukan pemantauan sehingga apabila terdapat permasalahan yang sedang dihadapi koperasi akan dilakukan tindakan penanggulangan secara cepat dan tepat. Permasalahan tersebut dapat berupa dalam hal budidaya, pemeliharaan, panen dan pascapanen hingga manajemen organisasi. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh BRI sebagai pemberi modal, dengan pengontrolan berkala, pihak bank akan mengetahui kemampuan bayar koperasi untuk pelunasan pinjaman. Rich picture berikut akan merangkum keseluruhan aktivitas pada penerapan program klaster cabai di Kabupaten sehingga dapat tergambar berlangsungnya proses bisnis dan sistem manajemen rantai pasok. Gambar 1. Rich pictureRantai pasok agribisnis pada pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Garut, Jawa Barat Model komunikasi yang berlangsung pada penerapan klaster adalah model interaksional. Model ini menekankan proses komunikasi dua arah diantara para komunikator. Dengan kata lain terdapat timbal balik dalam proses komunikasi, dari pengirim kepada penerima dan sebaliknya penerima pada pengirim. Sesuai Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 56 dengan yang diungkapkan Togar M. Simatupang dan Ramaswami Sridharan 2005 dalam penelitiannya yang berjudul An Integrative Framework for Supply Chain Collaboration.Pendekatan timbal balik dalam kerangka kerja kolaborasi rantai pasok menggambarkan bagaimana kinerja dalam sistem kolaborasi mempengaruhi setiap pelaku untuk saling berbagi informasi, berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, serta diperlukannya insentif keselarasan. Kolaborasi dalam Klaster Konsep sebuah kolaborasi dapat dikategorikan kedalam tiga jenis dimensi yang saling berhubungan. Ketiga jenis dimensi tersebut terdiri atas, information sharing, decision synchronisation, dan incentive alignment Simatupang dan Sridharan, 2004. Setiap dimensi memiliki indikator yang dapat digunakan sebagai penilaian untuk menentukan keberhasilan kolaborasi.Indikator pada penelitian ini berasal dari hal-hal yang disepakati dalam perjanjian serta berdasarkan hasil wawancara pada setiap pelaku. Berbagi Informasi Information Sharing Berbagi informasi merupakan titik awal dalam kolaborasi.Berdasarkan informasi yang relevan para pembuat keputusan dapat membuat perencanaan dan mengontrol operasi dalam rantai pasok. Berdasarkan analisis kolaborasi pada dimensi ini, maka dapat diketahui beberapa permasalahan yang terjadi, yaitu: Informasi mengenai perkembangan tanaman yang seharusnya secara rutin diberikan setiap satu bulan sekali oleh Koperasi Cagarit kepada PT. Heinz ABC via email tidak terlaksana. PT. Heinz ABC seharusnya secara rutin memonitor langsung kondisi lapangan dan bertatap muka dengan para petani serta koperasi untuk memberikan informasi bimbingan teknis budidaya secara lansung. Dengan demikian PT. Heinz ABC tidak hanya mengandalkan laporan perkembangan tanaman yang dikirim via email, melainkan berinisiatif datang ke lokasi produksi untuk mengetahui langsung kondisi tanaman. Informasi jadwal pengiriman diberikan pihak Koperasi Cagarit tiga hari sebelum dilakukannya pengiriman. Berdasarkan kesepakatan dengan pihak PT. Heinz ABC seharusnya laporan tersebut diberikan satu minggu sebelum pengiriman untuk melakukan pre order di pabrik. Jadwal pembayaran yang diundur hingga lebih dari 20 hari memperlihatkan implementasi kontrak yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Apabila kesalahan terdapat pada administrasi Koperasi Cagarit, PT. Heinz ABC sebaiknya menjalin komunikasi untuk melakukan pendampingan guna memperlancar alur administrasi pembayaran yang sesuai keinginan PT. Heinz ABC. Berbagi informasi antar pelaku dalam rantai pasok berlaku juga bagi para anggota pendukung.Sejauh ini hubungan kerjasama antara anggota primer dan pendukung berlangsung sesuai harapan masing-masing anggota.Seluruh anggota pendukung dan anggota primer saling berbagi informasi agar dapat memenuhi permintaan pasar dan mencapai kesuksesan bisnis. Sinkronisasi Keputusan Decision Synchronisation Terdapat beberapa pengambilan keputusan yang ternyata belum disetujui oleh semua pihak.Keputusan tersebut diantaranya mengenai pola tanam yang ingin diterapkan, luas wilayah kontrak yang selalu berubah-ubah dan kesepakatan jumlah hasil panen yang tidak sesuai dengan estimasi.Akibat keterjalinan komunikasi antara PT. Heinz ABC dan Koperasi Cagarit hanya mengandalkan laporan perkembangan tanaman, menimbulkan berbagai persepsi mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi.Menurut pihak PT. Heinz ABC jumlah hasil panen yang tidak sesuai prediksi adalah karena selain banyaknya kualitas cabai yang off grade, terdapat petani yang cenderung menjual cabai hasil produksinya secara langsung ke pasar maupun tengkulak.Sementara itu, koperasi meyakini pelanggaran oleh petani mitra hanya berpengaruh kecil, karena sebagian besar petani cabai merah memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap mematuhi perjanjian dengan menjual seluruh hasil panen pada koperasiMenurut Koperasi Cagarit yang terjadi ialah kriteria cabai yang diberlakukan PT. Heinz ABC terlalu tinggi sehingga sulit dipenuhi.Cabai yang dikatakan off grade menurut PT. Heinz ABC merupakan kualitas super jika dijual ke pasar.Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Purnaningsih 2008 bahwa salah satu kendala yang mengakibatkan kemitraan tidak sesuai dengan harapan diakibatkan oleh faktor eksternal yaitu standar mutu konsumen yang terlalu tinggi sehingga sulit dipenuhi pemasok. Keselarasan yang Insentif Incentive Alignment Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 57 Pada dimensi ini, keselarasan kerjasama dilihat pada pembagain biaya, keuntungan serta risiko yang diperoleh setiap pihak.Keberhasilan insentif keselarasan tercapai jika seluruh pihak menanggung dan menjalankan seluruh konsekuensi dari kerjasama yang terjalin. Tabel 1. Insentif Keselarasan Keselarasan Petani mitra Koperasi Cagarit PT. Heinz ABC Pembagian biaya yang ditanggung Seluruh biaya produksi Biaya operasional : sortasi, grading, trasnportasi Biaya insentif saat harga sedang tinggi di pasar. Pembagian keuntungan 70 dari harga yang ditetapkan dalam kontrak Rp.7000kg 30 dari dari harga yang ditetapkan dalam kontrak Rp. 3000kg Biaya produksi untuk pembelian bahan baku cabai cenderung tetap Pembagian risiko Kerugian akibat gagal panen Kehilangan opportunity cost saat harga tinggi di pasar Saat hasil panen rendah, biaya operasional untuk transportasi cenderung tetap PT. Heinz ABC akan tetap mempertahankan harga jual Rp. 10.000 serendah apapun harga cabai turun di pasaran Pada kenyataannya saat harga cabai tinggi di pasar, perusahaan perlu menanggung kekurangan pasokan karena terdapat petani yang lebih berminat menjual hasil panennya ke pihak ketiga tengkulakpasar. Petani melakukan hal ini agar tidak kehilangan oppurtunity cost. Dengan demikian, dimensi insentif keselarasan tidak tercapai karena terdapat pelaku yang tidak menjalankan konsekuensinya dengan baik DILEMA DALAM KEMITRAAN KLASTER Melalui teori drama masing-masing pelaku akan membuat kerangka pikir yang dapat mengoptimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri Howard, 1996. Keinginan ideal setiap pelaku yang bertentangan dengan kepentingan pihak lainnya akan menimbulkan sebuah dilemma.Pada kasus klaster cabai merah kabupaten Garut terdapat tiga dilema yang terjadi antara Koperasi Cagarit dan PT. Heinz ABC, berikut pemaparannya: a. Dilema Ancaman Terdapatnya tindakan menyimpang dari beberapa petani mitra dengan menjual hasil panennya ke pihak ketiga tengkulakpasar tradisional, menimbulkan dorongan pada PT. Heinz untuk mengakhiri kerjasama.Ancaman PT. Heinz ABC disampaikan Koperasi Cagarit kepada petani mitra, namun para petani tidak menanggapi ancaman tersebut dengan serius.Hal ini dikarenakan petani merasa PT.Heinz ABC tidak memiliki andil dalam pembiayaan yang mereka keluarkan selama berproduksi. Para petani tersebut merasa berhak untuk menjual kepada siapa pun hasil panennya, terutama pada pihak yang akan lebih banyak memberikan keuntungan. b. Dilema Kepercayaan PT.Heinz ABC menganggap koperasi belum dapat memperlihatkan ketegasannya pada petani mitra agar tidak menjual hasil panen ke pasar atau tengkulak.Hal ini menyebabkan rendahnya volum cabai yang dikirim ke pabrik PT. Heinz ABC.Padahal menurut Koperasi Cagarit sebab utamanya dikarenakansebagian besar hasil panen yang diberikan petani memang tidak sesuai dengan kriteria standar PT. Heinz ABC off grade sehingga diputuskan untuk dijual ke pasar tradisional. c. Dilema Kerjasama Dilema kerjasama ini terjadi pada petani mitra saat mereka lebih tertarik untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain. Petani mitra dihadapkan oleh dua pilihan, pilihan pertama bertindak sesuai kesepakatan dalam kontrak, yaitu menjual hasil panennya seharga Rp.7.000kg dan menunggu pembayaran maksimal hingga 25 hari setelah setoran, atau pilihan kedua menjual hasil panen dengan harga yang cenderung lebih tinggi dan dengan pembayaran langsung secara tunai. TEORI DRAMA Tahap Awal Scene SettingPada tahap ini akan dibahas mengenai kerangka pikir Koperasi Cagarit dan PT. Heinz ABC. Tahap awal akan menggambarkan alur pemikiran setiap pelaku agar dapat memperoleh keuntungan yang optimal melalui dukungan berbagai pihak berdasarkan sudut pandang masing-masing. Kerangka Pikir Koperasi Cagarit Permasalahan koperasi dalam bermitra dengan PT.Heinz ABC adalah sulitnya memenuhi cabai dengan kriteria kualitas standar. Koperasi berharap agar PT.Heinz ABC dapat mengurangi standar kualitasnya sehingga hasil panen para petani mitra tidak terlalu banyak yang off grade. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 58 Pola tanam polikultur yang dianggap menjadi salah satu penyebab tidak tercapainya target kuantitas dan kualitas bukanlah masalah menurut koperasi Cagarit. Pola tanam polikultur merupakan budaya bagi petani setempat. Petani tidak dapat menggantungkan pendapatan dari satu komoditas saja, karena jika terjadi kegagalan panen pada cabai mereka tidak akan mendapatkan pemasukan sama sekali.Kendala lainnya adalah kecenderungan petani mitra yang menjual cabai merah pada tengkulakpasar saat harga tinggi. Melihat permasalahan ini sebaiknya PT.Heinz ABC mempermudah alur pembayaran sehingga para petani tidak terlalu lama menunggu bayaran dari hasil panen yang dijualnya.Selain itu, sebagai pengikat komitmen dengan perusahaan pengolah, Koperasi Cagarit merasa PT. Heinz ABC perlu melakukan penanaman modal, sehingga para petani akan merasa memiliki kewajiban untuk mengembalikan modal saat tiba waktu panen. Hal ini pun perlu diimbangi dengan pemantauan oleh PT. Heinz ABC secara intensif agar dapat memahami kondisi lapangan secara langsung. Berikut ini merupakan kerangka pikir Koperasi Cagarit yang penulis rangkum dalam sebuah bagan : Gambar 2. Kerangka Pikir Koperasi Cagarit Kerangka Pikir PT. Heinz ABC Menurut sudut pandang PT. Heinz ABC, keberhasilan koperasi sebagai aktor utama ialah jika berhasil membina para petani mitra menjadi petani berkualitas. Petani yang berkualitas merupakan petani yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas serta dapat memproduksi cabai dengan stabil sesuai permintaan pasar. Keberhasilan ini akan diikuti dengan kesuksesan berbagai pihak lainnya, seperti PT. Heinz ABC yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku, perusahaan penyedia input berhasil memasarkan produknya, BRI mendapatkan keuntungan dari bunga pengembalian pinjaman secara teratur dan yang terpenting ialah terkendalinya harga cabai nasional.Pada kerangka pikir PT.Heinz ABC, peran Koperasi Cagarit tidak hanya sebatas mewadahi dan menjembatani aspirasi petani-petani mitra pada perusahaan pengolah atau lembagapendukung lainnya. Koperasi Cagarit diberdayakan menjadi sebuah unit usaha yang menjual berbagai sarana produksi. PT.Heinz ABC Koperasi Cagarit Pemberian modalsbg avalist ke bank Petani mitra Budidaya tanaman Kualitas standar cabai dikurangi Permudah alur pembayaran PT. East West Seed, Meroke Tetap Jaya, Syngenta Penyedia input dan pelatihan Waktu pembayaran yang pasti Bank Indonesia Puslitbang LPPM Unpad USAID Dukungan dalam pengolahan cabai skala besar Pelatihan rutin manajemen koperasi Pelatihan penguatan komitmen Penyaluran saprotan Penyaluran bibit Persemaian terpusat Kelompok Wanita Tani Hasil panen optimal Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 59 Hasil keuntungan dari bisnis ini akan disimpan sebagai dana talangan jika terjadi penundaaan pembayaran oleh PT.Heinz ABC kepada koperasi. Terkait permasalahan komitmen petani mitra yang perlu ditingkatkan, menurut PT. Heinz ABC hal ini dapat dikendalikan melalui sanksi pelanggaran yang berat. Anggota yang terbukti menjual hasil panen pada pihak lain, sebaiknya diambil seluruh hasil panen tanpa memberikan bayaran pada petani tersebut Berikut ini merupakan bagan dari kerangka pemikiran PT.Heinz ABC : Gambar 3. Kerangka Pikir PT. Heinz ABC Tahap Pembentukan bulid up Kerangka Pikir Bersama Kerangka pikir bersama merupakan hasil penggabungan kerangka pikir Koperasi Cagarit dan PT. Heinz ABC. Pada kerangka pikir bersama, terdapat beberapa tawaran yang diterima, dimodifikasi atau bahkan ditolak karena jika dilaksanakan akan merugikan pihak lainnya. Berikut ini merupakan hal-hal yang dipertentangkan kedua belah pihak beserta solusi yangdirekomendasikan untuk mensinergiskan tujuan dan kepentingan setiap pelaku : Pola Tanam Pola tanam secara monokultur dengan didukung total wilayah produksi yang cukup luas tentu akan memberikan jumlah produksi yang maksimal. Namun hal ini sulit diterapkan oleh para petani mitra. Risiko kerugian akan terlalu besar jika mereka hanya menggantungkan pendapatan dari satu jenis komoditas saja. Melalui berbagai pertimbangan tersebut, maka pola tanam yang paling ideal diberlakukan adalah polikultur.Dengan catatan, petani mitra harus dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman sehingga dapat menghasilkan cabai merah yang sesuai dengan kriteria standar PT. Heinz ABC. Penurunan Standar Mutu Koperasi Cagarit yakin kendala sulitnya memenuhi permintaan PT.Heinz ABC ialah karena standar mutu yang terlalu tinggi.Sementara itu standar mutu yang diterapkan PT.Heinz ABC diberlakukan demi menjaga kualitas produk.Penetapan standar mutu seharusnya dijadikan dorongan agar petani lebih meningkatkan kemampuan sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai keinginan pasar. Penanaman Modal oleh PT. Heinz ABC Posisi ini ditawarkan oleh Koperasi Cagarit pada PT.Heinz ABC. Alasan penawaran posisi ini adalah sebagai pengikat komitmen petani agar merasa memiliki kewajiban untuk membayar modal pinjaman melalui penjualan hasil produksinya ke koperasi. Dalam hal ini perlu ditekankan, bahwa PT.Heinz ABC memfokuskan Koperasi PT.Heinz ABC Rumah Pembibitan Rumah kompos Bankinvesto Toko Pertanian PT. East West Seed, Meroke Tetap Jaya, Syngenta Menjual input dengan harga pabrik Petani mitra Budidaya tanaman Menjual saprodi Beli Jual Sanksi pelanggaran perjanjian diperketat Jual Beli kontrak kontrak Pengembangan usaha Pinjaman modal Penanaman Pemantauan dan pembinaan dari B.I., Puslitbang Inovasi dan Kelembagaan LPPM Unpad, dan Dinas Pertanian setempat USAID bantuan Laporan rutin Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 60 Toko Pertanian PT. Heinz ABC Petani Mitra Budidaya Jual Alur Pembayaran dipermudah dan diperjelas Beli kontrak Menjual input dengan harga pabrik BRIinvestor Setoran hasil panen Penyaluran modal pinjaman dari BRI, jual saprodi dan membeli hasil panen Pelatihan Pinjaman Investasi Pengembangan usaha Kontrak : Sanksi dipertegas dengan ancaman USAID Bantuan Rumah semai Rumah pupuk Pemasukan : -Pembayaran input -30 keuntungan hasil panen Penggunaan: Dana talangan-Dana simpan pinjam anggota Pemantauan dan pembinaan dari B.I., Puslitbang LPPM Unpad, dan Dinas Pertanian setempat Rutin menyerahkan laporan perkembangan tanaman Kelompok Wanita Tani Persemaian terpusat Jual bibit kepentingannya hanya sebagai pembeli cabai segar dan penghasil produk olahan cabai, selebihnya dalam hal permodalan, lembaga yang lebih pantas untuk menduduki posisi tersebut adalah Bank. Seperti halnya peran BRI yang saat ini telah bergabung sebagai anggota pendukung pada klaster cabai Garut. Sanksi Koperasi Dipertegas PT.Heinz ABC menuntut ketegasan dari Koperasi Cagarit agar betul-betul menjalankan sanksi tersebut, sehingga seluruh petani mitra menganggap serius ancaman dan patuh melaksanakan kewajibannya. Di sisi lain, bagi pihak koperasi, sanksi yang berat akan membuat para petani menjadi enggan dan takut untuk bergabung bersama koperasi. Bagi pihak Koperasi Cagarit salah bentuk pengikatan komitmen ialah melalui modal. Maka solusi dalam hal ini adalah keberadaan BRI sebagai pemberi pinjaman modal dapat menjadi pengikat para petani agar dapat bersungguh-sungguh menuntaskan kewajibannya. Koperasi sebagai penyalur pinjaman dapat memanfaatkan kondisi ini untuk memberikan ancaman pada petani mitra agar memberikan seluruh hasil panennya jika ingin mendapatkan modal untuk musim tanam berikutnya. Koperasi Sebagai suatu Unit Usaha Terjalinnya kerjasama beserta perusahaan-perusahaan input, koperasi seharusnya dapat memanfaatkan situasi ini untuk mengembangkan suatu unit bisnis sebagai penyedia sarana produksi pertanian untuk anggota. Keuntungan dari penjualan dapat digunakan sebagai kas koperasi, modal atau dana talangan jika terjadi keterlambatan pembayaran dari PT.Heinz ABC. Berikut ini bagan kerangka pikir bersama yang telah disertai resolusi sebagai penengah dari posisi-posisi yang ditawarkan pelaku : Gambar 4. Kerang Pikir Bersama Kerangka bersama merupakan rekomendasi penulis untuk memperbaiki mekanisme kemitraan yang dijalankan berdasarkan tawaran dan posisi tiap aktor. Apabila kerangka pikir ini berhasil diterima dan diaplikasikan maka akan berlanjut pada tahap akhir, yaitu tahap dimana tidak ada lagi dilema dan episode dalam drama berakhir. Tahap akhir ditunjukan dengan dilaksananakannya kesepakatan dari kerangka pikir PT. East West Seed Meroke Tetap Jaya Koperasi Cagarit Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 61 bersama oleh para aktor. Setiap aktor akan menerima konsekuensi dari kolaborasi bersama para pelaku dalam rantai pasok klaster setelah melalui proses konflik yang panjang. KESIMPULAN Kolaborasi antar pelaku dalam rantai pasok klaster cabai merah di Kabupaten Garut belum terlaksana dengan baik.Hal ini terlihat dari indikator kolaborasi pada dimensi berbagi informasi, sinkronisasi keputusan dan insentif keselarasan yang belum tercapai.Penyelesaian permasalahan kolaborasi dapat dilakukan dengan menggabungkan dua kerangka pikir anggota primer melalui teori drama. Kerangka pikir bersama yang terbentukakan menghilangkan dilema dan memberikan solusi dari berbagai hal yang dipertentangkan oleh kedua belah pihak.Keberhasilan pelaksanaan kerangka pikir yang baru perlu ditunjang oleh peran para anggota pendukung yang dapat membantu pencapaian tujuan seluruh pihak dalam rantai pasok. DAFTAR PUSTAKA Sumber jurnal: Boddy, D., Macbeth, D. dan Wagner, B. 2000. Implementing Collaboration between Organizations: An Empirical Study of Supply Chain Partnerin‟.Jurnal studi Manajemen, Vol. 37. No. 7,pp.1003-1017 Eaton dan W.Sheperd. 2001. Contract Farming : Partnership for Growth. FAO Agricultural Services Bulletin. Fawcett, S.E. dan Magnan G.M 2002 “ The rhetoric and reality of supply chain integration” International journal of physical distribution Logistics Management, Vol. 32, No. 5. Howard, N. 1996. ”σegotiation as drama : how games become dramatic” International Negotiation Journal, Vol.1, 125-152. Lambert, D.M., Emmelhainz, M.A. dan Gardner, J.T 1996 „Developing and implementing Supply Chain Partnership‟. Jurnal Internasional Manajemen Logistik, Vol.7, No.2, pp.1-17. Lambert, D.M dan Stock J.R. 2001. Strategic Logistics Management ,edisi keempat. Singapura: McGrawhill,. Porter, M.E., 1998. Clusters and the new economics of competition, Harvard Business Review 76 6, 77-90 Purnaningsih, Ninuk. 2008. Strategi Kemitraan Agribisnis berkelanjutan. Jurnal ISSN : 1978-4333, Vol. 01, No.03 Simatupang, T.M. 2002. The Knowledge of Coordination for Supply Chain Integration.Jurnal Internasional Bisnis dan Manajemen, Vol 8 No. 3. Simatupang, T.M. 2004. Supply Chain Collaboration. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Universitas Massey Simatupang, T.M dan Sridharan, R. 2005 „An Integrative Framework for Supply Chain Colla boration‟, Jurnal Internasional Manajemen Logistik, Vol.16, No.2, pp. 257-274. Simatupang, T.M dan Sridharan, R. 2011 „A Drama Theory Analysis of Supply Chain Collbaoration.‟ Jurnal Internasional Collaborative Enterprise, Vol.2, Nos. 23. Togar M. Simatupang dan Yuanita Handayati.2009.Analisis Kolaborasi Coca-Cola dan Carrefour dengan Menggunakan Teori Drama.Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol 8 No.3 Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 62

11. MODEL SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN: